Awal

251 65 320
                                    

"Udahan aja, ya."

"Kenapa Ki? Nggak bisa dicoba lagi? Cuma restu dari mama aku yang belum turun." Zara menatap Angkie, tetapi Angkie menatap ke arah lain, ia tidak mau melihat gadis yang ia sayangi sekarang. Bisa goyah lagi dirinya.

"Percuma Zara." Hanya itu yang Angkie katakan. Ia sudah terlalu lelah di tanyai kapan putus dari Zara, ia lelah di ceramahi terus oleh keluarganya.

"Percuma apanya? Kita udah lima tahun berjuang, cuma restu dari mama yang belum. Papa dan kakak aku restuin kok."

Angkie menghela napas panjang. Ia mengusap wajahnya. "Bukan mama kamu aja, orangtua aku juga gak setuju."

"Tapi tante Regi—"

"Mami nggak nyangka kita bisa bertahan sampai sekarang."

"Tap—"

Angkie berdiri, bersiap meninggalkan Zara. "Semoga kamu dapetin cowok yang bisa bimbing kamu, yang bisa jadi imam kamu pas sholat. Nggak kayak aku yang nggak bisa apa-apa. Semoga tante Marinka dapetin menantu yang dia inginkan."

Tanpa mengatakan maaf seperti di film-film. Angkie pergi, ia merasa tidak bersalah sama sekali, mempermainkan hati Zara sampai lima tahun.

"Sialan Angkie! Lo juga nggak bilang maaf ke gue, lo juga nggak bayar semua pesanan lo. Gue cuma pesen lemon tea padahal!" Teriak Zara setelah Angkie keluar menuju mobilnya.

"Liat ya! Bakal gue buktiin kalau lo nggak ada apa-apanya. Gue bakal cari cowok lebih ganteng, lebih tajir lebih putih dari lo. Yang satu frekuensi juga! Lo bakal nyesel putusin gue."

"Mbak.... Sama saya aja mau nggak? Saya sesuai seperti yang mbak sebutin."

Zara langsung menoleh ke sisi kirinya, sampai lehernya sakit setelahnya. Ia melihat ada seorang lelaki tengah tersenyum padanya.

"Anda siapa??"

"Manusia."

Zara melotot. "Iya, saya tahu manusia! Maksudnya, anda anak siapa sampai berani bilang gitu ke saya?"

Lelaki itu menyugar rambutnya. "Anak orangtua saya lah. Masa anak monyet."

Zara menghela napas. Ia mengeluarkan uang sejumlah dua ratus ribu lalu meninggalkan di atas meja. Angkie itu benar-benar menyebalkan, setelah dia mengajak Zara makan di kafe lalu memutusi tanpa mengatakan maaf dan setelah itu membiarkan Zara membayar semua makanan yang di pesannya.

Angkie sialan!! Lagi-lagi Zara mengumpat dalam hatinya.

"Mbak, sama saya aja mau?"

"Nggak mau!"

"Kenapa?"

"Bukan kriteria saya!"

"Tapi saya suka sama kamu, Mbak."

Zara mendelik. Memang ada cinta pada pandangan pertama? Sepertinya itu mustahil. Mereka baru bertemu pertama kali dan lelaki aneh di depannya ini menyatakan cinta.

"Mbak..." sekali lagi lelaki itu memanggil.

Zara berhenti berjalan. Ia mendorong dada lelaki itu karena sangat luar biasa kesal.

"Tolong udah dong! Saya baru putus dari cowok lima tahun saya, terus anda dateng minta dijadiin pacar. Saya tuh lagi berduka, tau gak!"

Lelaki itu mendengus. "Makanya saya dateng, mau bikin Mbak lupain cowok itu. Saya pengen Mbak nggak usah mikir cowok bajingan kayak dia!"

"Eh!! Ngapain ngata-ngatain mantan saya bajingan? Dia tuh—" Zara tidak lagi melanjutkan ucapannya. Ia berlalu pergi meninggalkan lelaki itu.

BingungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang