Pagi-pagi, Nero datang ke rumah Zara. Awalnya Zara tidak ingin kemana-mana di hari minggu ini, ia terus memberikan pengertian, jika ingin di rumah seharian, menunggu senin pagi. Suasana hatinya masih buruk, ditambah lagi matanya bengkak akibat menangis tiada henti semalam.
Tanpa mau mendengar kata-katanya, Nero membawanya ke mobil dengan pajamas bergambar bulan sabit. Sahabatnya itu tidak membiarkannya mandi atau mencuci muka.
Dasar tukang paksa! Batin Zara.
Bibir Zara terus mencebik sepanjang perjalanan, ia tidak mengharapkan penghiburan diri atau traktiran es krim favoritnya. Yang ia inginkan hanya ada di rumah sendiri.
"Nero! Bisa pelan dikit nggak?" Teriak Zara, ia baru membuka suara begitu Nero menjalankan mobil seperti sedang dikejar polisi.
"Ner! Lo mau bunuh gue? Gue belum siap mati woi!" Teriaknya lagi tepat di telinga Nero. Akan tetapi teriakannya itu seperti angin lalu.
"Nikmatin, pikiran lo pasti sembilan puluh lima persen udah nggak inget mantan, tapi inget mati."
Bagaimana bisa lelaki itu mengemudikan mobil macam sedang melakukan balapan F1 saja. Jembatan suramadu yang mereka lewati ini jalanan umum, banyak mobil-mobil pribadi juga sedang melintas, haruskah Nero melakukan ini demi menghiburnya? Nyawa orang di sisi mobil yang mereka tumpangi lebih penting.
Beberapa kali Zara meminta Nero menyamakan kecepatan seperti orang sekitar. Namun Nero tidak menanggapi. Setiap kali Zara berteriak, Nero selalu menambah kecepatan. Dan itu membuat kepala Zara pusing.
"Ner, mau muntah." Kata Zara. Tetapi sahabat kecilnya itu tidak mendengar.
"Nero.... Gue muntah di mobil lo aja ya!" Zara tidak berbohong, perutnya benar-benar sudah tidak enak.
Nero langsung menurunkan kecepatan mobilnya. Ia berseru. "Jangan! Lo harus tahan dulu, gue nggak punya kresek atau sebangsanya yang bisa tampung mun—" Nero bungkam untuk beberapa saat.
Netranya melotot ke arah Zara yang benar-benar tidak mendengarkan ucapannya. "Shit! Kenapa lo muntah di baju gue!"
Zara mengatup mata. Tidak berani melihat lagi setelah memuntahkan isi perutnya ke kaos putih dari brand terkenal yang harganya membuat ibu Marinka— Mamanya, berdesis ketika melihat price tagnya.
"Mianhe oppa."
Nero tidak menjawab permintaan maaf Zara— karena dia tidak mengerti. "Gue nggak mau tahu, harus check in hotel dan bersihin mobil gue, lo yang bayar!" Putusnya.
Zara hanya bisa mengangguk lesu, seperti orang yang tidak memiliki kekuatan lagi untuk hidup. Masalahnya.... Uang di dompetnya tidak akan cukup untuk membiayai kemewahan hotel yang akan dipilih sahabatnya ini, kecuali ia harus mengeluarkan kartu yang setiap kali digesek akan masuk ke nomer ibu Marinka.
"Tapi gue yang pilih hotelnya ya?"
"Di sini gue yang dirugikan." Kata Nero angkuh.
🌹
Resepsionis wanita yang setengah menggenggam kartu milik Zara itu keningnya sedikit berkerut, karena Zara enggan memberikan kartu itu beralih sepenuhnya ke tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bingung
General FictionBaru putus dengan pacar lima tahunnya. Tiba-tiba ada seseorang yang tidak Zara kenal mengajaknya berpacaran. Kesialannya pun mulai dari sana. Hidupnya yang tenang tiba-tiba berubah seperti artis papan atas saat orang itu terus-terusan mengganggu.