5. Ambigu (Jensoo)

1.8K 270 94
                                    


*

***

Sepuluh tahun Jisoo tak kembali ke ibu kota. Ia merasa gamang dengan kota ini mengingat banyak kenangan yang telah ia bunuh, sekarang ia harus kembali ke kota karena teman gilanya itu beralasan sakit kepala, padahal Jisoo yakin sekarang pasti si babi itu tiduran.

Selama perjalan menuju hotel, kepala Jisoo melihat keluar Jendela, melampaui ekspektasi Jisoo, kota yang telah lama ia tinggalin ini semakin di tumbuhi gedung pencakar langit, terlalu cepat merambat rumah-rumah kaca.

Jisoo tak melihat bintang lagi di kota ini, langit terlihat abu-abu karena polusi. Tidak seperti desanya yang masih melihat jejeran bintang. Meski begitu kota ini masih indah karena semakin tinggi gedung maka semakin banyak lampu yang hampir menjangkau langit.

Sedikit Jisoo rindu kota ini, disini lebih dari setengah hidupnya di habiskan disini, banyak kenangan yang sengaja terkubur, namun satu persatu ingatan lalu bangkit untuk mengingat luka lama.

Sebenarnya Jisoo sudah berhasil lupa dengan masa lalunya, ia telah bahagia sekarang, hanya saat ini semenjak menginjak kota ini batinnya mengejek betapa ia begitu buruk kala itu.

Jisoo bersiap keluar dari taksi setelah membayar Argo taksi. Menjinjing satu koper dan tas laptop, Jisoo masuk kedalam hotel berbintang tersebut, ia langsung ke resepsionis untuk check-in.

Setelah mendapat kamar pelayan hotel langsung membawa koper Jisoo ke kamar.

"Ini Nona kunci kamarnya."

Jisoo menerima kartu tersebut dan memberi uang tips pada pelayan tersebut dan setelahnya mengucapakan terima kasih.

Saat pelayan hotel keluar, Jisoo merebahkan dirinya di kasur, punggungnya sangat pegal setelah menempuh perjalanan jauh, perjalan udara memang hanya satu setengah jam, tapi perjalanan darat dari desa ke bandara lah yang sangat jauh memakan waktu lima jam.

Ponsel Jisoo berdering, ia tersenyum sebelum mengangkat sambungan telepon tersebut.

"Ji, sudah sampai?"

"Baru sampai."

"Jangan langsung tiduran, mandi dulu!"

Dahi Jisoo menyengit, ia mengangkat ponselnya melihat apa mereka sedang panggilan Vidio atau suara, nyatanya tetap panggilan suara tapi kenapa orang disana tahu ia sedang tiduran.

"Nggak usah heran aku tahu dimana, aku hafal kebiasaan kamu, kalau cepak langsung rebahan di kasur. Mandi nggak!"

"Bentar doang, astaga." Badan Jisoo menyamping memeluk guling, bahkan ia sudah menenggelamkan wajahnya bersiap tidur.

"Mandi Jisoo! Badan kamu berkeringat, belum debu selama kamu di luar, banyak virus juga sekarang, nanti badan kamu kena panu, kadas, kurap..."

"Astaga pakai di sebut semua!" Jisoo langsung terduduk. "Kamu itu udah kayak ibu aku! Bawel banget!"

Orang disana cekikan. Membayangkan wajah kesal Jisoo sudah membuat ia senang. "No! Aku calon ibu dari anak-anak kamu."

Jisoo mencibir. "Ngomong terus.. Nyatanya lamaran aku di tolak."

"Hari ini lamar aku, besok godain gadis lain, lusa pacarin rekan kerja, terus Minggu depan apa?"

Pipi Jisoo tiba-tiba gatal, "Nggak gitu.."

"Makanya ngelamar anak gadis orang itu yang romantis, masa ngelamar di pohon beringin, bukannya di saksikan banyak orang malah di ketawain kuntilanak.."

What if....?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang