No 17 (Chaesoo)

1.3K 183 26
                                    


****
Lisa menemui Jisoo di rooftop, dilihatnya sahabatnya itu berdiri di samping pagar pembatas melihat atap  permukiman, angin berembus mengiup lembut rambut Jisoo.

Lisa menghampiri, ia menatap punggung Jisoo dan asap yang mengepul disekitar Jisoo.

Kepala Jisoo melihat langit, ia meniup asap rokoknya keatas.

Perlahan Lisa berdiri sebelah Jisoo, tangannya memegang pagar besi di Rooftop tersebut. Pandangan Lisa melihat kedepan dimana Jisoo melihat.

"Ada apa?" tanya Jisoo tanpa melihat kearah Lisa.

"Maaf telah menyerangmu kemaren." ujar Lisa yang tatapannya menghadap Jisoo. 

Jisoo tersenyum samar, tangannya terangkat kembali menghisap rokok.

Tahu Jisoo yang hanya diam, Lisa kembali menghadap ke depan yang dari atas mereka berdiri hanya atap-atap pemukiman padat yang terlihat.

"Ayah ku adalah seorang bandar Narkotika yang di buru Negara, ia sudah ditetapkan Hukuman seumur hidup kerena kedapatan menyeludupkan 500 kg Heroin ke Jepang. Beberapa kali juga ia kabur dari penjara. Suatu malam ia berhasil kabur dari penjara, ia datang ke rumah pengacara Park yang juga adiknya, ayahku minta tolong untuk perlindungan atau setidaknya ia dibiarkan sembunyi sementara waktu sebelum ia ke Thailand menemui ibuku, Pengacara Park menyetujui dan membiarkan ayahku sembunyi di rumahnya sementara waktu, namun siapa sangka Pengacara Park malam itu juga menelpon polisi mengatakan Ayah ku sembunyi di rumahnya."

Jisoo menatap Lisa disebelahnya. "Aku baru tahu Ayahmu dan Tuan Park kakak adik."

"Aku juga merasa lucu, Ayahku seorang Bandar Narkotika dunia, sedangkan adiknya seorang pengacara." Lisa terkekeh pelan, rasanya lucu adik kakak memiliki jalan hidup yang sangat jauh bertolak belakang. Satu buronan dunia dan satu lagi adalah seorang penegak hukum.

"Apa ayahmu di eksekusi mati?" Menurut Jisoo Narapidana yang melarikan diri berkali-kali pasti di hukum mati.

"Tidak, ayah ku mati tertembak saat berusaha kabur dari rumah pengacara Park."

Jisoo langsung diam, ia baru tahu cerita kisah temannya, karena selama ini ia berpikir, Lisa dendam pada pengacara Park karena pria itu ayah Lisa di hukum mati. Seperti kisah ayahnya.

Faktanya Ayah Lisa dan pengacara Park adalah saudara.

"Tertangkap saat menyeludupkan Heroin seberat 500 kg, hukuman yang diberi pemerintah adalah hukuman mati, tapi Pengacara Park mengajukan naik Banding hingga dilakukan persidangan ulang yang akhirnya ayah ku dihukum seumur hidup."

Lisa menarik nafas panjang. "Sebenarnya dendam ku pada Pengacara Park tidak berdasar, aku tak punya alasan yang tepat untuk membenci pengacara Park hanya karena Pak tua itu menelpon polisi saat ayahku kabur dari penjara. Dia adalah penegak hukum jadi wajar ia bersikap profesional."

Jisoo tak bisa berkata lagi, bersikap profesional atau melindungi saudara,  jika ditanya pada Jisoo sekarang dua pilihan itu antara profesional dan keluarga, Jisoo memilih melindungi saudaranya tak peduli saudara salah sekalipun.

Namun Jisoo tak pernah berada diposisi pengacara Park. Dan ia tak bisa menyama-ratakan semua pemikiran manusia, karena setiap manusia punya kadar Ego yang berbeda. Dan punya pemikiran yang berbeda.

"Namun aku butuh pelampiasan atas kematian ayahku, dan pengacara Park adalah orang yang tepat untuk ku salahkan."

Lisa menarik nafas panjang dan menghembuskan secara kasar. Ia menoleh melihat Jisoo yang tengah menatapnya.

"Setelah kau mengatakan 'bahwa kau tak bisa membunuh orang yang tak bersalah' aku akhirnya memikirkan kata-katamu sepanjang malam, dan berakhir pemikiran ku kepada ayahmu yang dihukum mati karena pelampiasan amarah pengacara Park hingga menjadikan ayahmu kambing hitamnya. Dan aku berkaca, ternyata istilah 'buah tak jauh jatuh dari pohonnya' terjadi padaku, aku tak jauh berbeda dengan pengacara Park, kami masih menjadi penjahat tak berhati menjadikan orang lain sebagai penyebab kematian orang yang kami cintai. Kami sama-sama butuh pelampiasan orang yang disalahkan meski nyata nya orang itu tak bersalah."

What if....?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang