“Oh jangan bercanda Andrew!” Pekikku sangat kaget dengan pernyataan Andrew yang mengatakan bahwa Harry, Niall, Liam dan Louis itu sebenarnya adalah alasan mengapa adiknya masih hidup. Kurasa kejadian kemarin pun, saat kami dikejar orang-orang bermasker itu. Yang pertama mengejar kami adalah gerombolan jahat yang hendak membawa gadis itu, sedangkan yang menyusul memakai motor adalah Harry, Niall, Liam dan Louis. Aku dapat merasakan ketenangan gadis itu saat melihat keberadaan mereka. Pantas saja, waktu itu dia bilang mereka adalah orang-orang baik. Ternyata yang mengejar kami waktu itu adalah mereka.
“Tapi adik lo tetep gak mau mereka berempat nangkep dia, kenapa?” Tanyaku semakin penasaran. Sekaligus senang juga karena misteri ini terungkap satu per satu. “Jelas. Dia gak mau gue langsung pukul dan marahin dia!” Jawabnya sedikit membuatku kesal. “Kenapa harus main pukul sih?” Tanyaku membuat Andrew kembali menatapku. “Maaf Zayn! Tapi lo tau, gue kurang bisa kontrol emosi. Dan adik gue punya sifat keras kayak gue. Mungkin itu sifat Ibu yang mengalir di darah kita.” Tuturnya. “Bagaimana dengan ayah?” Tanyaku membuatnya terdiam, bungkam. “Ayah?” Katanya gelagapan. “Andrew, gue tau semuanya.” Kataku sebelum Andrew menanyai macam-macam. Ia mengerenyit heran dengan pernyataanku. “Jadi lo tau kalau yang jual adik gue itu istri dari ayah kandungnya?” Tanya Andrew membuat aku yang sekarang justru teraneh. Maksudnya apa? Nyonya yang waktu itu kutemui di bar? Yang bicara bahwa ia tak mau lagi berurusan dengan gadisku? “Tunggu, itu gue gak tau.” Ujarku cepat sebelum ia mengalihkan topik. “Ya baguslah. Berarti sekarang lo tau semua. Puas?” Goda Andrew.
“Enggak. Gue belum tau semua dan gue belum ngerti. Maksud lo apa? Selingkuhan ibu lo..”
“Jangan pernah ungkit itu!” Andrew membentak membuatku terkerejap kaget. “Maksudnya, ayah kandung adik lo itu punya istri? Dan dia yang jual adik lo?” Tanyaku antusias. Andrew menghela napas dan, “Ya, tapi dia baru tahu kemarin ini mengenai adik gue adalah anak dari suaminya, gue tau, mereka . Semua brengsek. Lo gak kebayang kan kalau ada di posisi gue?” katanya sambil tertawa geli. Padahal kutahu rasanya tak selucu itu. “Tapi ibu belum tau kalau gue udah ketemu dan tau banyak mengenai lelaki bajingan itu. Gue gak mau ibu kembali lagi sama lelaki itu.” Tambahnya. Masalah ini sungguh berat, rumit dan memusingkan.
“Adik lo bilang kalau dia dikasih obat macem-macem oleh Kate. Itu bener?” Tanyaku padanya. Ia mengerenyit saat aku menyebutkan nama ibunya lalu menggeleng setelahnya. “Mungkin, tapi itu ramuan yang Kate buat untuknya.” Jawab Andrew membuatku kini tertawa. Ia ternyata menyebut ibunya dengan namanya juga. Dia hanya berpura-pura sopan di hadapanku dengan memanggilnya ibu. Aku memutar kedua bola mataku dan ikut tertawa bersamanya. “Tapi, gue rasa gue harus pindah dari rumah itu. Udah terlalu tua dan berbahaya. Lagipula kondisi rumah kurang lembab untuk kulitnya yang memang harus tetap lembab.” Utaranya sambil menggerak mata menimbang-nimbang keputusannya.
“Berbahaya gimana?” Tanyaku kembali penasaran. Ini kesempatanku bukan untuk menguak setiap misteri yang terkandung dalam kisah hidup gadis itu? “Ya komplotan itu. Mereka udah tahu dan hapal tempat tinggal kita ada di mana.” Jawabnya sambil mendesah penuh penat. “Gue bisa bantu lo buat lunasi semua utang adik lo Andrew! Biar mereka gak kejar-kejar kalian lagi.” Tawarku. Aku berani bertaruh bahwa kini Andrew merasa aku sedang menyuap dan menyogoknya, tapi aku takkan dulu sok tahu untuk memungkiri apa yang sebenarnya yang ia pikirkan. Ia menggeleng cepat. “Sebenarnya—bukan itu, Zayn! Lo tau informasi itu dari Kate, kan? Gue bohong sama dia.” Katanya membuatku kembali ingin meloncat dan turun dari gedung bertingkat. “Lalu apa?” Tanyaku. Ia menggerak bibirnya kesana-kemari berpikir ‘apa aku harus memberitahunya?’ pikirku. “Kalo lo gak mau gue tau..—“
“Enggak. Lo harus tau. Lo calon suaminya.” Ucap Andrew membuatku tidak jadi ingin loncat dari gedung bertingkat. Apa ia baru saja mengatakan betapa setujunya ia dengan keputusanku untuk menikahinya? “Adik gue udah bunuh kepala para pengedar narkoba itu, Dix namanya.” Oh ya, aku kembali ingin loncat sekarang. “Mereka bukan mau nagih utang adik gue yang enggak seberapa itu, percaya! Gue udah bayar semuanya. Mereka bilang kematian Dix harus dibalaskan.” Jawabnya secara magis membuatku gelagapan. “Kenapa dia bunuh Dix?” Tanyaku. “Oh dia terlalu polos kala itu. Dix menyewanya bermalam di tempat kumuhnya. Tapi gue rasa Dix juga bilang ke dia kalau Dix akan mempersilahkan anak buahnya untuk menyicipi adik gue. Dia panik dan gak mau semua itu terjadi. Ditambah lagi waktu itu adik gue memang masih baru menjadi pekerja seks komersial.” Jelasnya. “Dan caranya membunuh Dix?” Tanyaku. “Senapan.” Jawabnya dengan cepat namun aku bisa membayangkan bagaimana ia yang lugu bergetar ketakutan ketika akan dikeroyok oleh komplotan brutal dan ia hanya memiliki satu pilihan untuk membunuh bajingan di depannya itu dengan senapan. “Kenapa dia bisa lari dari tuduhan polisi?”
“Waktu itu dia langsung pergi. Dia ketemu sama gue di persimpangan jalan dan gue dapati dia lagi nangis ketakutan. Untung senapannya masih ia bawa. Gua amanin itu senapan dan maksa dia buat cerita. Akhirnya dia cerita dan gue buang jauh-jauh barang bukti itu. Jangan Tanya gimana caranya karena itu sangat memalukan. Ditambah kelompok mereka bukan orang yang dipercayai oleh polisi. Jika mereka melapor, bukankah mereka mencoba bunuh diri? Lagipula itu keuntungan untuk polisi. Satu orang mafia lenyap dari London. Dan itu berkat adik gue.” Jelasnya sambil tergelak tawa. Lucu memang, entah apa yang tengah menggerayami pikirannya. Tapi saat ini ia terlihat begitu peduli terhadap adiknya. Ia juga kini sudah tak bermalu-malu untuk mengungkapkan semua yang ia pikirkan.
Oh! Namanya. Kenapa aku baru ingat?
“Um. Andrew. Satu lagi! Gue bakal jadi suaminya tapi gue bahkan belum tau namanya sejauh ini.” Kataku membuatnya tergelak tawa. Cukup keras. “Maaf Zayn! Gue udah kebiasaan nyembunyiin identitasnya, jadi gue sulit dan agak kelu kalau harus sebutin namanya dengan jelas.” Katanya. Ya, ya, dan ya! Katakana saja siapa namanya.
“Zayn!” Andrew memberiku aba-aba untuk berlari. Sontak aku terkejut dan langsung menoleh ke belakang, ke arah di mana Andrew begitu terkejut akan kedatangan mereka. Saat kukembali ke arahnya, Andrew sudah menghilang dan penglihatanku tak menangkap sosoknya. Lantas saja aku langsung mengambil langkah seribu mengikuti apa yang kakak iparku lakukan. Aku keluar dari restoran melalui pintu lainnya. Kukira mereka adalah orang-orang yang baru saja Andrew ceritakan. Mereka terlihat sangat menyeramkan. Oh apa-apaan aku ini? Seharusnya kini aku fokus mencari Andrew! Sial! Kemana lelaki itu?
“Dia lelaki yang kulihat!” Teriak seseorang membuatku gemetaran tentu saja. Oh bagus, kini mereka mengejarku? Apa yang harus aku lakukan? Mereka mengenakan motor, dan aku? Haah.. kurasa tiada gunanya aku berusaha berlari. Toh, pada akhirnya aku pasti akan tertangkap juga.
Aku menghentikan aktifitasku seketika dan berbalik. Bisa kulihat dari sini seringaian brutal mereka saat mendapati aku tengah menunggu mereka. Tak dapat kupungkiri, kali ini ya.. aku memang ketakutan. Tapi aku harus apa? Yang bisa kulakukan kini hanya berpura-pura tenang dan seolah tak peduli dengan semuanya. Lagipula bukankah aku sudah berjanji akan melindungi gadis yang sialnya belum kuketahui namanya itu? Baiklah, aku siap menghadapi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Night Changes
FanfictionNight Changes Indah Muchtar Romance, religi, sad. 13+ Zayn Malik .. Ketika satu malam mengubah segalanya. Ketika malam menjadi tempat pelarian. Ketika malam memertemukan kedua insan yang berbeda. Ketika malam menyatukan air dan api. Ketika malam ber...