9. Heart is beating loud, but she doesn't want it to stop.

361 24 2
                                    

"Aku mohon, maafkan aku!" Teriak gadis itu saat aku sampai tepat di depan rumahnya. Aku menguping apa yang sedang terjadi di sana sebelum sok tahu langsung mengambil tindakan. "Udah gue bilang! Gue gak mau temen-temen gue tau kalau gue punya adik penyakitan kayak lo!" Teriak seorang lelaki di dalam sana membentak gadisku. Gadis luguku.

Belum. Aku belum bertindak.

"Tapi, aku merindukanmu Andrew! Aku tak bisa menahannya!" Rintih gadis itu, tapi.. Andrew? Lelaki yang sedang memaki gadisku itu Andrew? "Jauhi Zayn!" Teriaknya membentak gadis lemah ini. "Apapun akan kulakukan Andrew, asal kau menyayangiku!" Jawabnya tersedu-sedu. "Adikku sayang, denger! Gue bakal sayang sama lo kalau lo berenti jadi orang yang paling bikin malu di muka bumi ini!" Kembali Andrew membentaknya. "Aku juga tak menginginkannya!" Ucap gadis itu dengan seduan tangis yang ia tahan. Sampai..

"Andrew!!!"

Aku memutuskan untuk mendobrak masuk ke rumahnya dan aku menyaksikan Andrew yang sedang mengangkat telapak tangannya hendak menampar gadis ini. Aku melihat ke sisi lain dan kulihat ibunya tengah menyaksikan perkelahian kedua anaknya dengan tenang. Manusia macam apa dia? Andrew langsung menurunkan tangannya lalu membuang muka saat aku masuk. Aku menghampiri Andrew dengan langkah kasar dan langsung memeluk gadis ini. "Kau oke?" Tanyaku khawatir, namun gadis ini menghempaskan pelukanku lalu menghapus air matanya. "Jangan pernah lagi kau injakkan kakimu ke rumah ini, Tuan!" Katanya lalu meninggalkanku pergi ke kamarnya.

Aku menoleh ke arah Andrew yang masih tak mau menatapku. "Kenapa lo buang muka keparat?" Tanyaku dengan engahan napas menahan emosi. "Lo gak ngerti apa yang sebenarnya terjadi!" Katanya mengundang banyak kemurkaan pada diriku. Aku langsung mengambil kedua kerah kaos polo-nya dan menariknya. "Berani banget lo mau mukul adik lo sendiri!" Teriakku tepat di hadapan wajahnya. Tapi Andrew tak juga menatapku. "Kenapa lo sembunyiin identitas dia? Kenapa lo gak ada waktu dia sakit? Kenapa lo biarin dia keluar setiap malem dengan pakean minim?" Tanyaku bertubi-tubi.

Belum Andrew jawab pertanyaanku, ibunya terkekeh menyaksikan pertikaian antara aku dan Andrew sambil menghisap serutunya. "Hentikan itu anak-anakku!" Katanya dengan suara berat. "Kalian semua gila!" Rutukku sambil menunjuk mereka berdua. Aku melangkah masuk tanpa permisi hendak menghampiri gadis itu. Aku tahu ia pasti begitu terpukul memunyai keluarga seperti ini.

Tok..

Tok..

"Hey, boleh aku masuk?" Kataku dari balik pintu yang belum terbuka. "Jangan, Tuan! Andrew melarangku!" Katanya masih tersedu-sedu. Sepertinya ia juga sedang diam di balik pintu kamarnya karena suaranya terdengar sangat dekat. "Tidak! Tenag saja! Tadi aku sudah bilang pada Andrew, jangan melarangku untuk menemuimu!" Kataku mencoba membujuknya. "Benarkah?"

"Ya, sekarang buka pintunya!" Pintaku. "Lalu Andrew jawab apa?" Tanyanya membuatku harus menyusun kalimat serapi mungkin agar ia mau membiarkanku masuk. "Andrew? Tentu saja ia membiarkanku. Aku ini temannya! Buktinya ia tak menghalangiku untuk menghampirimu kan?" Kataku membuatnya bungkam. "Hey? Boleh aku masuk?" Tanyaku sekali lagi. Terdengar suara gaduh saat ia berdiri. "Tunggu. Aku datang!" Katanya. Aku menunggunya cukup lama hingga akhirnya ia membuka pintu.

Kreek..

"Maaf kamarku berantakan!" Katanya sambil membereskan piyamanya yang tertutup. "Kau terlihat lebih cantik memakai pakaian tertutup seperti ini!" Kataku membelai rambutnya. Ia tertunduk. "Jangan memujiku, Tuan!" Ucapnya dengan sangat lugu membuatku semakin terjatuh dalam kenyamanan bersamanya. Aku mendongak mencari sesuatu yang menempel di kamar ini.

"Apa yang kau cari, Tuan?" Tanyanya. "Tombol lampu! Mana? Kenapa gelap seperti ini?" Tanyaku. "Aku tak menggunakan lampu, Tuan!" Katanya membuatku teraneh. Kupikir kemarin itu hanya karena ibunya pelit dan tak mau memersilahkanku masuk. Ternyata benar? "Kenapa tak ada lampu?" Tanyaku. Namun gadis ini diam tertunduk.

"Sebenarnya mau apa kau ke sini, Tuan?" Tanyanya. "Aku hanya ingin memastikanmu baik-baik saja."

"Aku baik-baik saja. Lalu apa?" Katanya membuatku terdiam. Aku sungguh ingin berlama-lama diam di sini. "Uh. Aku masih ingin di sini." Kataku gelagapan. "Kenapa?" Tanyanya. "Aku ingin menemanimu malam ini." Kataku sambil mendekatkan tubuhku kedekatnya. Tapi ia mundur tak ingin merasakan kehangatanku. "Akan kubayar!" Kataku menghentikan langkahnya. "Tapi, aku tak pernah meniduri lelaki dengan perasaan Tuan!" Katanya membuatku merasa diberi sinyal oleh gadis ini. "Memakai perasaan?" Tanyaku. Ia mengangguk.

Aku mendekatinya hingga tubuhnya terpojok ke tembok. Aku menyudutkannya hingga dapat kurasakan detak jantungnya yang berdetak kencang. "Apa yang salah dengan detak jantungmu?" Tanyaku membuatnya tertunduk. "Aku tak tahu, Tuan! Tapi aku merasa nyaman." Jawabnya lirih. "Apa kau ingin menghentikannya?" Tanyaku. Ia menggelengkan kepalanya. "Jangan, Tuan!" Katanya menaruh kedua tangannya di dadaku.

"Kapan kau akan meniduriku?" Tanyanya. "Meniduri? Aku hanya ingin menemanimu dan memastikan tak ada seorang pun yang menyentuhmu selain aku. Meski itu ibumu atau Andrew sekali pun." Kataku membuat wajahnya tersirat kekecewaan.

Bukannya aku tak mau menidurimu gadis lugu! Aku hanya tak bisa membayangkan sudah berapa lelaki yang menyicipimu.

"Kau tidak menyukaiku?" Tanyanya dengan manja. "Tidak, bukan itu. Jika aku tak menyukaimu, untuk apa aku melakukan banyak hal untuk dapat denganmu selama ini?" Jawabku meyakinkannya. Ia mengangguk dan tersenyum mengingat apa saja yang memang sudah kulakukan untuknya. "Lalu kenapa kau tak mau meniduriku?" Tanyanya. "Aku hanya.." Aku melirik jam digital-ku dan menunjukkannya pada gadis ini. "Lihat? Sudah sangat larut. Lebih baik kau tidur! Aku akan di sini menemanimu hingga mentari menyambut." Kataku membuatnya melotot.

"Tidak, Tuan! Kau tidak boeh ada di sini saat siang hari!" Cegahnya dengan wajah ketakutan. "Kenapa?" Tanyaku. Ia mendorong tubuhku yang berdekatan dengannya dengan kasar. "Aku tidak mau tahu kau tidak boleh ada di sini jika mentari sedang menerangi bumi. Jika sekali saja aku temui kau ada di sini pada waktu itu, aku takkan mau menemuimu lagi! Bahkan untuk selamanya!" Katanya. Jujur saja, aku semakin dibuat pusing oleh perjalan hidup gadis ini. Kenapa ia begitu misterius dan menyita banyak perhatianku?

"Aku takkan menyakitimu! Kau tahu itu! Kenapa kau menyembunyikan rahasia kehidupanmu padaku?" Mohonku membuatnya tertunduk tak ingin menatapku. "Aku mohon, Tuan. Jangan bahas ini!" Ia kembali merintih. "Aku hanya ingin melindungimu apa itu salah?" Tanyaku. Ia lagi-lagi menggelengkan kepalanya. "Pulang, Tuan! Aku serius mengenai obrolan kita barusan. Aku takkan mau menemuimu lagi jika kau ada di sini ketika mentari sedang menyinari bumi Inggris!" Katanya. Aku mundur dengan perlahan. "Sampai kapan pun kamu berusaha menghindar dariku, aku akan terus mengejarmu!" Ucapan terakhirku sebelum aku benar-benar pergi.

Aku keluar dan mendapati Andrew yang sedang tertunduk enggan menatapku. Tanpa berpamitan pada Andrew dan ibunya, aku pulang. Mobilku yang rusak kutinggal di depan rumah gadis ini dan segera menelepon ahlinya untuk membenarkan mobilku. Aku memutuskan untuk pulang naik taksi.

Night ChangesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang