8. He's waiting, hides behind his cigarette.

393 26 3
                                    

Aku melangkah keluar hendak mengambil iPhone-ku selagi gadis itu membaca sebuah buku yang memang menarik perhatiannya. Saat aku melangkah ke arah mobilku, aku melihat seorang lelaki sedang merokok di depan mobilku. Ia berdiri membelakangiku namun aku tahu persis siapa lelaki itu. Tentu saja, siapa lagi lelaki dengan model rambut berantakan namun terlihat keren selain Andrew temanku? Aku menghampirinya dengan semangat.

“Bro!” Aku memanggilnya membuatnya seketika menoleh ke arahku. Ia menatapku dengan tatapan kesal. Aku menghampirinya.

“Lo kemana aja? Anak-anak kumpul, mereka pada nanyain!” Katanya dengan kesal. “Aduh. Sorry bro! Gue banyak urusan banget akhir-akhir ini!” Elakku. “Sibuk nge-date?” Godanya. Aku mengangguk. “Cewek mana?” Tanyanya penasaran. “Kalau gue kasih tau, lo gak akan larang gue kan?” Tanyaku. Ia mengerenyit heran. “Emang lo bakal berenti kalau gue larang?” Godanya. “Ya, enggak sih!” Kataku lalu terkekeh. Aku meminta sigaret yang ia hisap, ya. Yang ia hisap, tidak yang baru membuatnya kesal. Ia mendorong kepalaku membuat kami tertawa bersama. Andrew menyalakan sigaret barunya. “Lo masih inget cewek yang kita temui waktu itu?” Tanyaku, namun Andrew terlihat heran. “Cewek yang mana?” Tanyanya. Aku yakin ia ingat gadis mana yang kumaksud. Ia terlihat begitu menyembunyikan pikirannya. Tapi aku jawab saja.

“Gadis waktu itu. Yang kita temui di persimpangan jalan. Gadis yang dijambak oleh ibunya dan..”

“Ya, terus?”

“Ya gadis itu. Demi apapun gue gak bisa jauh dari dia meskipun itu satu hari. Sayangnya, dia gak pernah keluar siang hari. Dan sampai saat ini gue gak tau alasannya kenapa. Bahkan tau namanya aja gue gak tau! Dia kayak nyembunyiin kehidupannya gitu.” Jelasku membuat Andrew tertegun. Nampak menyembunyikan sesuatu. “Oh.” Jawabnya sederhana membuatku semakin curiga. “Sebenernya lo kenal cewek itu kan?” Tanyaku membuatnya bergidik jijik. “Ih. Males banget!” Jawabnya. Tunggu. Dia tak tahu siapa gadis itu, tapi bagaimana dia bisa terlihat begitu membenci gadis ini jika dia sama sekali tidak mengenalnya? Baik Andrew, mungkin sekarang kau bisa menyembunyikannya dariku. Tapi tidak nanti!

“Tuan!” Teriak gadis itu membuat Andrew langsung tersedak memakan asap sigaretnya kurasa. Dia menepuk-nepuk pundakku dan, “Gue balik bro!” katanya terburu-buru. “Loh kenapa?” Tanyaku. Namun ia melangkah begitu saja membuatku semakin curiga.

“Andrew!!!” Teriak gadis itu membuatku terbelalak kaget. Bagaimana bisa gadis ini mengenali Andrew? Andrew acuh dan pura-pura tak mendengar teriakan gadis ini padahal jaraknya belum terlalu jauh.

“Andrew!!!” Teriakku menghampirinya. Lalu dengan sangat terpaksa Andrew menoleh ke arah kami. “Andrew!” Gadis itu memeluk Andrew membuat hatiku seketika hancur berkeping-keping. Apa mereka sepasang kekasih? Tapi mengapa Andrew tidak mau mengakuinya padaku dan malah terlihat begitu membenci gadis ini? “Apa-apaan ini?” Teriak Andrew seketika menghempaskan pelukan gadis ini. Gadis ini tertunduk dan, “Aku merindukanmu Andrew!” ucapnya lirih. “Bukankah kita sudah bahas ini?” Kata Andrew sambil menunjuk wajah gadis ini. Aku menangkis tangannya. “Jangan kurang ajar!” Kataku seketika membuat Andrew membuang muka. “Gue mau ngobrol sama lo setelah ini!” Kata Andrew padaku sambil melangkah pergi.

“Aku ingin pulang, Tuan!” Ucap sang gadis padaku dengan suara yang teramat lirih membuatku iba. “Baik!” Aku setuju dan meraih tangannya hingga ia mendongak menatapku. Ya Tuhan, dia menangis. Aku menggandengnya masuk ke mobil. Menanyai kondisinya saat ini bukan waktu yang tepat kurasa.

“Mau kemana kita?” Tanyaku pada gadis ini yang terus tertunduk meratapi lukanya. “Aku ingin pulang saja, Tuan!” Ucapnya dengan pelan hampir tak terdengar. Aku mengangguk dan menyalakan mobilku lalu menjalankannya.

Selama di perjalanan, kami tidak bercakap. Karena aku tahu gadis ini sedang tidak mau diganggu. Aku diam saja. Mau memasang lagu pun aku takut mengganggu gadis ini. Biarlah.

Tapi. Tenggorokanku begitu kering dan aku menginginkan satu minuman yang hangat. Aku menoleh ke gadis ini membuatnya ikut menoleh. Mungkin sekarang ia sudah bisa diajak bicara.

“Aku haus. Boleh berhenti sebentar membeli beberapa kaleng root beer?” Tanyaku membuatnya mengerenyit heran. “Kenapa harus beer?” Ia balas bertanya membuatku kembali membalasnya dengan tatapan aneh. “Kenapa? Ya aku haus saja. Lalu kedinginan.” Kataku. Ia mulai menganggap serius konversasi ini. “Tapi bukankah Tuhanmu melarang segala macam minuman keras?” Tanyanya membuatku bungkam seketika. Bagaimana gadis ini tahu? Apa karena buku yang tadi ia baca? “Tuan, aku benar kan?” Tanyanya membuatku malu. Dia bukan muslim, tapi kenapa justru aku yang lupa dengan segala hukum di dalamnya? “Maksudku aku ingin sekaleng soft drink. Kau mau kubelikan?” Tanyaku. Ia tersenyum dan mengangguk. Aku mengendarai mobilku dan memberhentikannya di sebuah mini-market.

Setelah membeli beberap kaleng, aku kembali ke mobil dan mengantar gadis ini pulang ke rumahnya.

**

“Terimakasih, Tuan!” Katanya dengan ramah memasukkan wajahnya ke jendela mobil. “Tidak apa-apa. Sampai jumpa malam besok.” Kataku yang masih duduk di kursi kemudi. “Memangnya Anda hendak membeliku lagi? Tidakkah kau bosan? Maksudku, tidak ada pelanggan yang datang padaku hingga lebih dari tiga kali!” Katanya dengan polos membuatku seketika tertawa. “Tidak, aku tidak bosan!” Kataku menghentikan tawaku dan menyisakan tanda tanya di wajah gadis ini. “Ayo! Masuk sana! Cuaca semakin dingin!” Suruhku. Ia menengok ke rumahnya lalu kembali ke arahku. “Baik, Tuan. Hati-hati! Oh iya, besok aku ingin yang lebih menantang. Bagaimana dengan mengunjungi rumahmu dan membeli beberapa kondom?” Katanya sangat polos. Bagaimana bisa kau pikir beer saja sudah diharamkan apalagi melakukan seks? “Baik. Besok aku akan membawamu ke rumahku.” Kataku membuatnya tersenyum.

“Selamat malam!” Ucapnya. “Malam.” Balasku. Aku mengawasinya sampai ia masuk ke dalam rumahnya. Ia masuk dan melambaikan tangannya ke arahku. Aku membalasnya. Dan..

Sial!

Kenapa lagi dengan mobil sialan ini? Kenapa mesinnya tiba-tiba mati? Ah! Terpaksa aku harus memeriksanya keluar.

Aku membuka pintu mobil dan bergegas melangkah ke belakang untuk memeriksa mesin. Saat kubuka, mesinnya berasap hitam dan aku tak mengerti apa yang salah dengan semua ini. Tiba-tiba..

Suara jeritan seorang gadis menyita perhatianku. Lantas saja aku langsung membanting pembuka mesin dan berlari menghampiri sumber suara. Entah mengapa hatiku mengatakan jika gadis ini sedang dalam bahaya. Apakah ibunya yang mulai melakukan macam-macam? Ya Allah, lindungi kami!

Night ChangesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang