KISAH SEBELUMNYA
"Hei, boleh tahu siapa teman yang memasak bekalmu? Aku ingin tahu. Apa dia ikut Klub Masak juga?"
Cinia menarik napas mendengar pertanyaan itu. "Aran. Ketua Klub Masak tahun kemarin. Kenal?"
Wajah Bana menjadi sekaku karang.
"Oh, Aran." Bahkan Cinia bisa merasakan nada ketus di sana. "Jadi kamu Cinia yang itu?"
"Kenapa memangnya?"
Namun, Bana hanya mengangkat bahunya. "Enggak apa-apa. Oh iya, kalau lo suka, besok gue bisa bawakan satu roti buat lo. Anggap aja sebagai perkenalan kita."
"Enggak usah. Makasih."
Bana mendelik. "Semua cewek di sekolah ini rebutan pesen roti dari gue sampe dijatah cuma dua per orang dan lima puluh roti per hari. Kok lo malah menyia-nyiakan kesempatan emas ini?"
Cinia memikirkan kalimat apa yang sopan untuk menolak cowok itu. Namun, dia tak suka berbasa-basi. "Aku nggak suka utang budi."
"Utang budi?"
"Roti itu."
Tawa Bana tak bisa dihentikan untuk beberapa waktu kemudian. "Lo aneh, masa' orang ngasih roti lo bilang utang budi."
Cinia meneleng sembari mengangkat alisnya. "Terus apa yang kamu harap setelah aku menerima roti itu? Aku menjadi pelangganmu? Jangan harap. Uangku nggak berlebih untuk itu. Atau mungkin kamu berharap aku mempromosikan produkmu? Maaf, aku juga nggak punya waktu."
"WOW! WOW!" Bana bertepuk tangan dengan keras hingga beberapa cewek menoleh pada mereka. "Pikiran lo sungguh super maju ke depan. Revolusioner!"
"Visioner maksudmu?"
"Nah, iya itu!" Bana nyengir sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"So, apa tebakanku salah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Magicamore Arancini (Edited Version)
Novela JuvenilAran ingin mengembalikan kebahagiaan dan selera makan Cinia menggunakan resep masakan sihir rahasia dari mendiang neneknya. Masalahnya, Cinia seseorang yang sulit makan, juga pengidap anosmia karena kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya hingga depre...