15. Halusinasi seakan kau hidup kembali

9 1 0
                                    

Baik Jean dan Lewis juga Rachel sadar bagaimana perut mereka sudah tak kuasa menahan lapar. Ketiganya ingat terakhir kali berbagi secuil roti di dalam gua dengan Brooklyn. Momentum kebersamaan terakhir sebelum Rachel memisahkan diri, Brooklyn mengejarnya, dan kemudian mereka kehilangan gadis manis itu dalam seketika.

Keheningan dan kesedihan terus menyelimuti ketiganya. Jean yang terus menerus menggenggam tangan Brooklyn yang sebelumnya tak pernah benar-benar ia lakukan. Biasanya Brooklyn yang memulai dengan menggenggam ujung pakaiannya, tersenyum malu-malu  lalu bertingkah menggemaskan. Gadis itu memang terkesan tidak menyukainya, Jean sendiri tahu pasti betapa si rambut cokelat yang selalu menggunakan bando berwarna kekuningan itu mengagumi sosok Lewis yang juga hanyalah orang biasa.

Jean adalah streamer game yang cukup dikenal di dunia online, tapi di dunia maya ia diledek karena selalu menyendiri dan lebih senang bermain video game daripada bersenang-senang dengan banyak orang. Di saat remaja seusia mereka menghabiskan liburan dengan pesta dari rumah ke rumah kenalannya, tiga sejoli---Jean, Brooklyn, dan Lewis justru menghabiskan akhir pekan di rumah keluarga Villeneuve. Ketiganya pasti akan memainkan game ataupun menonton serial film terbaru sambil menyesap cokelat panas dan brownies kukus buatan ibundanya Lewis.

Memang terkesan agak melebih-lebihkan, namun Lewis menjunjung tinggi kedua orangtuanya terlebih ibundanya. Dibandingkan memanggil beliau Mama atau Ibu, ia menggunakan ibunda agar terdengar klasik dan memanjakan telinga. Lewis sangatlah menyayangi beliau, menganggapnya bak Dewi kehidupan yang harus ia puja setiap detiknya, yang sayapnya rapuh dan mudah jatuh. Lewis sendiri tahu bagaimana perasaan Ibunda setelah kehilangan adiknya yang bahkan masih dalam perjalanannya sebagai janin.

Mengingat hal itu, sebagian kepala Lewis terasa sakit seperti terkikis. Ia memegang kepalanya dan berdiri, lalu menjauh dari ruangan dan meninggalkan Jean bersama Brooklyn. Ia juga melewati Rachel yang ada di kursi depan ruangan begitu saja. Dengan langkah tergesa-gesa ia menuju ke toilet yang ada di dekat tangga turun.

Ia terus memegang bagian kiri kepalanya yang rasa sakitnya seolah-olah terluka dan berlumuran darah. Ia pun membuka keran dan menyalakan air lalu mengangkat kacamatanya ke atas dan membasuh mukanya. Kemudian ia menatap kaca untuk membenarkan letak rambutnya yang terkena basah.

"Kau siapa?" Lewis berseru heran melihat bayangannya pada cermin yang tersenyum lebar.

"Lawrence." Mendengar nama itu, Lewis mundur beberapa langkah hingga menabrak pintu kloset di belakangnya dan terjatuh ke bawah sambil menatap tak percaya dengan refleksi pada cermin yang berdiri tegak sambil menatapnya dengan tatapan tajam dan senyum tertahan.

"Betapa lemahnya dirimu, kak!" Suara itu tertawa menggema lalu bayangannya seolah keluar dari kaca dan menghampiri Lewis yang terduduk di lantai yang mulai basah. "Kalau begitu, aku akan mengambil alih."

Dalam sejenak, Lewis sudah tak sadarkan diri setelah bayangan itu bergentayangan dan merasuk ke dalam dirinya.

Pintu yang ada di belakangnya bergerak-gerak ke belakang dan terbuka, kepala Lewis yang tersandar ke pintu pun terhempas ke lantai dengan sedikit keras. Orang yang membuka pintu toilet itu berteriak keras melihat adanya seorang pria yang pingsan di lantai.

"Apa-apaan ini?!" Gadis berambut cokelat diikat ponytail itu terperanjat kaget, ia pun segera berjongkok dan menaruh jarinya di dekat lubang hidung Lewis yang ternyata masih meniupkan karbondioksida.

"Syukurlah dia masih hidup, apa yang dia lakukan di toilet wanita? Mengagetkan saja." Dengan segenap tenaga, ia mencoba mendudukkan Lewis lalu berusaha mengangkat tubuhnya. Karena tak bisa, ia pun mengambil kedua tangan lelaki itu dan menyeretnya ke luar toilet hingga ia bertemu seorang gadis berambut hitam sepundak yang terdiam melihat keduanya.

"Brooklyn?"

Di lorong yang dingin dan gelap hanya bermandikan cahaya dari jendela kaca yang remang-remang menyinari sekitar membuat Rachel merasa ia tengah berhalusinasi. Baru saja ia melewati ruangan dimana Brooklyn terbaring lemas dan Jean tertidur di sebelahnya sambil menggenggam tangan perempuan malang yang sudah tak bernyawa itu. Rachel memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar rumah sakit, siapa tahu menjumpai dapur dan menemukan makanan untuk mengganjal perutnya dan yang lain jika banyak yang ia temukan. Namun yang ia dapatkan malah seorang perempuan yang helaian rambutnya mengingatkannya akan Brooklyn yang raganya terbaring tanpa nyawa.

"Brooklyn?" Sebuah nama yang dalam beberapa jam ini cukup menghantui pikirannya terucap begitu saja melihat sosok di hadapannya yang berjalan dengan postur tubuh agak bungkuk dengan tangan menarik sesuatu di lantai. Sosok di hadapannya tersentak kaget hingga menjatuhkan apa yang sebelumnya ia pegang, namun bunyi yang dihasilkan tidak cukup nyaring hingga Rachel tak yakin apa yang jatuh.

"Ah, manusia?" Rachel yang menganga di depan sana terperanjat kaget karena mendengar suara yang berbeda, kemudian ia berdeham pelan untuk mengatasi kekagetannya.

"Manusia?" Gadis itu heran dengan bagaimana sosok di depannya menyebutnya seolah-olah ia sendiri bukanlah manusia. Rachel menunjuk dirinya sendiri dengan jarinya sambil memasang wajah yang kebingungan.

"Ah, maksudku, kau bukan makhluk yang ada di luar itu kan? Dari bagaimana kau berbicara sepertinya bukan, syukurlah." Gadis dengan rambut coklat diikat ponytail itu pun meraih tangan yang sempat ia jatuhnya ke lantai sebelumnya. Kemudian ia kembali menyeretnya hingga kini tubuhnya bersebelahan dengan Rachel yang hanya memerhatikan bagaimana ia menarik sosok yang ada di lantai. "Kau tidak akan paham bagaimana menyeramkannya harus melawan mereka."

"Lewis?" Gadis yang menarik tangan Lewis yang lemas pingsan itu terdiam dan menatap Rachel dengan tatapan heran.

"Brooklyn, Lewis, siapa yang sebenarnya kau sebut-sebut? Ah, apa kau mengenal lelaki ini?" Gadis tersebut menunjuk Lewis dengan jarinya. Rachel mengangguk dan berjongkok lalu menaruh jarinya di depan lubang hidung Lewis, betapa bersyukurnya ia merasakan hembusan karbondioksida yang menerpa jarinya.

"Aku juga melakukan yang serupa tadi, tenang saja dia pingsan bukan karena aku kok." Gadis dengan kuncir kuda itu menjelaskan sambil tersenyum canggung, gestur yang sangatlah mengingatkan Rachel pada Brooklyn.

Segelintir memori berputar di kepalanya bak kaset yang rusak, membawanya kembali ke saat-saat dimana Brooklyn pertama kali diperkenalkan ke keluarga Moody, gadis itu tersenyum dengan begitu canggung dan terpaksa begitu menerima banyak tatapan tajam dari keluarga besarnya yang baru. Bagaimana tidak mendapatkan perlakuan begitu, Brooklyn adalah anak haram yang tidak pernah diketahui sebelum akhirnya Wellman Moody menemukan dimana Miranda Cart selaku ibu kandung Brooklyn menyembunyikan segala kebenaran.

Wellman dan Miranda tidak pernah menikah, hubungan mereka berakhir karena tak direstui dan ternyata menyisakan sebenih buah hati yakni Brooklyn karena kecerobohan kedua pihak. Wellman sudah menikah dan memiliki seorang putra yang baru berusia 6 bulan, kemudian ia menemukan kembali cinta pertamanya yang bekerja di toko yang tak jauh dari kantornya. Keduanya kembali berhubungan, Miranda tak tahu kalau Wellman telah memiliki istri dan anak jadi ia kira mereka akan baik-baik saja. Kabar baiknya Miranda hamil, namun ia justru menganggapnya sebuah alasan untuk melarikan diri dari Wellman setelah mengetahui bahwa lelaki yang ia cintai telah beristri dan memiliki putra. Istri Wellman mendatanginya dan mengajaknya untuk menjauhi suaminya, dengan berat hati Miranda terima kemudian ia pergi sambil bersembunyi dan membesarkan putrinya. Hingga setelah 6 tahun baru ia menemukan keberadaan Miranda dan Brooklyn saat wanita yang ia cintai itu hampir saja kehilangan nyawa di tangannya sendiri.

Mengingat semua itu, Rachel tersenyum miris. Tidak ada satu orang pun yang lebih tahu tentang cerita ini dibanding Miranda itu sendiri yang menceritakannya pada Rachel. Ia ingat bagaimana kata-kata terakhir wanita yang menyelamatkan kehidupannya untuk terus menjaga Brooklyn.

Tepat dua tahun yang lalu, begitu Miranda mengalami kecelakaan untuk menjauhkan Rachel dari kereta api benar-benar mengubah kehidupan Rachel sendiri.

IntertwinedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang