EPILOG spesial Aladdin POV

192 27 5
                                    

"Aladdin."

"Ya. Namamu adalah Aladdin." Suara itu menjawab.

Nada suara itu sangat merdu dan terasa lembut di dengar. Aku merasa sangat nyaman setiap kali suara itu memanggil namaku. Perasaan hangat menyelimuti dadaku. Sama seperti sentuhan yang menggelitik tubuh. Aku merasa aman dengan balutan cahaya yang menerangi diriku.

"Aladdin, kau tau?" Suara itu bertanya. Aku bisa mendengar kekehan kecil dari suara itu.

"Aku sangat ingin bertemu denganmu. Ingin menyentuhmu ketika kau lahir. Merasakan lembut dan aroma dirimu." Suara itu terdengar sedih.

Kenapa kau bersedih? Apa yang membuatmu sakit?

"Tapi aku tidak bisa. Tempatku berada sangat jauh darimu. Maafkan aku."

Setelahnya suara tangis terdengar. Lalu menghilang bersamaan dengan kegelapan.

Aku merasakan kehangatan cahaya yang menyelimuti tubuhku.

"Aladdin." Sekali lagi suara itu terdengar. Aku merasa nyaman setiap kali suara itu memanggil namaku.

"Ya. Namamu adalah Aladdin." Dengan kalimat yang sama setiap suara itu muncul.

"Aladdin, kau tau?"

"Aku sangat ingin bertemu denganmu. Ingin menyentuhmu ketika kau lahir. Merasakan lembut dan aroma dirimu." Setiap kali suara itu memulai cerita. Rasanya tidak pernah terdengar menyenangkan. Hal itu justru membuatku tidak nyaman.

"Tapi aku tidak bisa. Tempatku berada sangat jauh darimu. Maafkan aku." Lagi. Permintaan maaf tanpa dasar terus terulang ketika suara itu berbicara.

Aku tidak nyaman. Aku tidak mengerti. Padahal aku tidak pernah mengenali suara yang selalu terdengar bagaikan rekaman itu. Terus mengucapkan kalimat yang sama. Inotasi suara yang sama. Lembut dan berakhir tangisan.

Aku ingin bertanya "Siapa kamu?" namun gagal. Aku tidak bisa mengeluarkan suaraku sama sekali. Hanya bisa mendengar, mendengar dan mendengar.

'Ini membingungkan.'

Suara tangisan itu menghilang bersama dengan kehangatan cahaya. Aku merasa kedinginan.

Waktu terus berlalu entah kapan. Aku bisa menggerakan tangan dan kaki. Seolah baru tercipta. Aku bisa mengeluarkan suaraku. Tapi yang keluar...

"Bababa..." Ya kata tidak jelas entah apa artinya. Karena itu aku tidak lagi mengeluarkan suara.

Ketika aku rasa diriku sudah terbentuk sempurna. Aku tidak lagi mendengar suara rekaman itu. Bahkan merasakan kehangatan yang selalu datang bersama dengan suara rekaman itu.

Aku hanya mendengar berbagai suara asing yang sedang berbicara denganku. Kadang suara itu terdengar cempreng. Ada yang terdengar berat. Ada yang terdengar menyeramkan. Ada yang terdengar lembut namun mengintimidasi. Dari keseluruhan suara yang kudengar. Tidak ada senyaman suara perulangan yang selalu kudengar di pertumbuhanku yang belum sempurna.

Aku berusaha untuk tidak memedulikan suara yang selama ini kudengar. Walaupun hati kecilku merindukannya. Tidak akan membuat suara rekaman itu terdengar lagi. aku memutuskan untuk melakukan apa yang saat ini bisa kulakukan.

Aku mendengarkan dengan baik. Kata per kata yang mereka ucapkan. Kalimat per kalimat yang mereka rangkai. Membuatku bisa belajar autodidak tentang bahasa yang mereka gunakan.

Semua kalimat-kalimat yang mereka lontarkan adalah harapan. Harapan aku menjadi avatar Raja mereka yang telah hilang. Menanggung harapan besar yang bahkan aku belum kenali itu apa.

Magi : The Authority of Magic [magi fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang