chapter 2 : Repentance

183 35 4
                                    

Ugo merasa bersalah yang sangat besar terhadap Solomon dan Aladdin. Jika boleh jujur Ugo sebenarnya merasa malu untuk berhadapan dengan ayah dan anak itu. Rasa bersalah akan kematian Sheba menghantuinya sejak kemunculan Solomon. Ugo lupa jika dia salah satu dari pelaku kematian Sheba.

'Bahkan aku dengan tidak malu memanfaatkan Aladdin demi membujuk para pemimpin spesies. Andai saat itu aku mendengarkan Marbas untuk membiarkan dia pergi bersama Sheba. Demi keegoisan tak mendasar aku melarangnya dan memaksanya untuk tetap berada disisiku, menggunakan alasan mengumpulkan pasukan jika ingin pergi ke barisan depan menyusul Sheba.'

"Maafkan aku telah membiarkan Sheba mati di tangan Arba." Ugo menundukan wajahnya, poni panjangnya menyembunyikan mata biru yang mulai berkaca-kaca.

Percuma Ugo menunduk dengan ukuran sepuluh kali lipat dari Solomon. Solomon tetap bisa melihat ekspresi sedih Ugo dari bawah. Solomon mendesah. Menyenderkan tongkat emas di tembok rak buku. Memegangi tangan besar sahabatnya.

"Ini bukan salahmu. Ini sudah menjadi takdir kita untuk kehilangannya." Solomon menghibur Ugo dan dirinya sendiri.

Jika ada orang yang harus disalahkan maka dirinya yang harus pantas mendapatkannya. Dirinya yang pengecut. Yang bersifat arogan. Yang melampiaskan semua tanggungjawab besar kepada Sheba.

Dia percaya bahwa Arba akan membantu Sheba dalam melakukan tanggungjawabnya sehingga dirinya memilih berada dalam diri Illah Alma Torran. 

Tapi... siapa yang menyangka bahwa Arba menodai kepercayaannya. Seorang fanatik pemuka agama yang memuja Illah. Menganggap Illah sebagai ayahnya yang udah melahirkannya. Sungguh konyol alasan Arba tidak bisa memaafkannya.

Tidak hanya Arba. Falan, Wahid dan Ithnan pun ikut adil dalam penghianatan. Termakan oleh omong kosong Arba dan jatuh dalam ketidaknormalan. Solomon tersenyum pahit mengingat dirinya sudah dikhianati oleh orang-orang yang sudah dianggap keluarga itu.

'Mungkin ini hukuman dari kesombonganku. Aku tidak peka akan perasaan mereka dan terlalu focus pada ambisi membunuh David. Jika saja aku memiliki cara lain.'

'Tidak. Jika aku punya pemikiran bahwa ada kemungkinan lain dari rencana yang akan David lakukan, mereka tidak akan mengkhianatiku.'

'Pada akhirnya aku juga termasuk pion untuk rencana David yang menginginkan menjadi dewa menggantikan Illah.'

"Pa-... Papa!!" suara imut anak kecil menyadarkan Solomon dari lamunannya. Seorang anak balita menepuk pipinya. Tangan kecil itu berusaha menghapus air mata yang mengalir membanjiri wajahnya.

Solomon tersenyum. Bayangan Sheba yang menepuk pipinya dan tersenyum lebar memanggil namanya.

Tidak tahan dengan keimutan Aladdin. Solomon mencium pipi chuby Aladdin dan menggosokan wajahnya pada pipi chuby itu. Menghirup aroma anak baru lima tahun yang sangat khas. Sangat wangi dan menenangkan.

Aladdin risih dengan tindakan Papanya. Tangan kecilnya mendorong wajah Solomon supaya menjauh dari muka imutnya.

Ugo memandangi Solomon dan Aladdin. Tatapan lembut dan penuh kerinduan terpancar pada matanya. Tidak lama kemudian raksasa biru itu merona. Tidak tahan dengan pemandangan yang super cute di depannya.

'Ya, setidaknya aku masih punya Aladdin. Harta terakhir yang ditinggalkan Sheba bersamaku.' Solomon berusaha positif dan membulatkan tekad demi kehidupan keduanya.

Sebenarnya agak rumit dengan konsep kehidupan kedua yang diberikan Illah. Solomon kesulitan mengingat penjelasan yang sepertinya pernah dijelaskan kepada Illah. 

Magi : The Authority of Magic [magi fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang