BAB SEMBILAN CHEQUE

2 1 0
                                    

Setelah ibu mertuanya menyampaikan mimpinya bertemu dengan Devin, Pru tak tenang, pikirannya terus mengganggu hatinya. Hari-hari Pru berjalan dengan cepat, Pru mereka-reka apa yang terjadi akibat pertemuan dengan Devian dan mimpi ibu mertuanya tentang kedatangan Devin dan pesannya? Haruskah dia percaya? Kenapa Devin tak datang dalam mimpinya? Menyampaikan sendiri pesannya pada dirinya langsung? Semenjak kematian Devin tak pernah sekali pun Pru bermimpi Devin, entah mengapa. Mungkin Devin tak hadir dalam mimpi Pru takut membebaninya? Atau memang Devin berusaha untuk melupakan dirinya? Tak tahulah, apakah mimpi dalam islam harus dipercaya? Bukankah nabi Ibrahim mendapat wahyu lewat mimpi juga?

Pru menimbang-nimbang sendiri tentang rasanya. Pru merasa sedang menunggu sesuatu ketika masuk kembali ke kantor, Pru seperti mengharapkan sesuatu terjadi lagi, Pru menanti Devian datang. Entah untuk urusan apa. Hatinya selalu saja menggoda.

"Bu..ini ada surat dari tamu buat ibu..." Kata Zaenal sambil menyerahkan sebuah kertas yang tertutup dengan amplop kecil

Pru membalik-balikan amplop itu, tak ada nama pengirimnya juga tak ada untuk ditujukan pada siapa, hanya menurut Zaenal-office boy untuk Ibu Pru saja. Pru tak berpikir aneh-aneh, dibukanya amplop kecil itu dan ditarik secarik kertas putih lalu dibaca dengan penuh rasa penasaran.

'Assalamualaikum..saya boleh menunggu di toko kue yg kemarin nanti sore?'

Devian...

Pru langsung menutup kertas itu, hatinya benar-benar mau copot, Pru harus bagaimana menerima tawaran ini? Pantaskah dia menemui lelaki dengan statusnya dan pakaian berkerudung begini? Apa kata orang nanti? Bagaimana nanti kalau ketemu dengan tetangganya, temannya atau orang yang dia kenal? Pru takut, takut sekali, meski ajakan dari Devian itu belum jelas hendak membicarakan apa.

Pru memerlukan Risda temannya, telepon Aisyah tidak mungkin.

"Kamu temuin aja..gak apa-apa kok..paling cuma mau minta nomor telepon Pru..." Kata Risda dengan entengnya.

"Ris, aku janda apa pantas nemuin lelaki? Apa kata orang-orang dan kata agama nanti?"

"Aduh..Pru, kamu perduli amat sih sama orang? Emang orang lain perduli gitu sama kamu? Terus, emang seluruh dunia ini tahu kamu janda? Ehh maaf, Pru.."

"Kalau sama agama gimana?"

Risda diam sejenak, memang sih tak pantas menemui lelaki yang bukan muhrimnya, tapi di zaman begini bagaimana harus tidak bertemu dengan lelaki?

"Memnag gak boleh sih Pru, harus ada saksi, memastikan bahwa antara keduanya tidak terjadi apa-apa.."

"Memangnya aku mau ngapain?"

"Bukan soal itu, tapi jangan sampai mengundang fitnah, Pru!"

Pru menatap Risda "Kamu harus nemenin aku nanti sore!"

Risda mengangkat jempolnya.

Pintu toko kue itu dibuka oleh penjaganya, kemudian penjaga mengucapkan salam. Risda tiba-tiba saja menarik lengan Pru.

"Ntar dulu Pru..! Kamu mau ketemu Devian karena kamu penasaran? Atau kamu memang suka?"

"Aku juga tidak tahu mau ngapaian, mungkin penasaran aja Ris..Ahh..sudahlah, nanti saja kita bahas itu, sekarang aku cuma ingin tahu mau ngapain dia..."

Dari jauh Devian sudah senyum-senyum, melambaikan tangannya. Pru dan Risda berjalan beringian, mata Pru jelalatan kemana-mana memastikan bahwa tak ada orang yang dia kenal di tempat kue favorit ini. Kedua, Pru memastikan bahwa hanya Devian seorang diri.

"Selamat sore, silahkan duduk...!"

Risda masih berdiri, sementara Pru langsung duduk dengan tangan berkeringat tak tenang. Hati Pru benar-benar dibuat tak karuan, lelaki di hadapannya mampu membuat guncangan untuk kesekian kali.

KUANTAR KAU KE PINTU SURGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang