Oliver 2...

2.2K 239 43
                                    

2 tahun lalu. Aku masih sangat ingin saat pertama kali menawarkan tumpangan pada Alexis hari itu. Dia gadis yang asik, ramah, dan tidak membosankan.

Sampai keesokan harinya, dia kembali meminta izin untuk berangkat ke kampus bersamaku lagi dengan alasan mobilnya masih ada di bengkel.

Tentu saja dengan senang hati aku mengizinkannya. Apa lagi letak kampus Alexis yang tidak terlalu jauh dan tidak ada salahnya juga membantu gadis itu.

Brak

Suara pintu mobil tertutup. "Makasih mas, udah ngizinin Alexis buat nebeng lagi." Kata gadis itu seraya memasang sabuk pengaman.

"Iya, sama-sama." Aku tersenyum ramah padanya. Lalu melirik ke arah tangan Alexis yang sepertinya sedikit kesulitan memasang sabuk pengaman itu.

Dengan gerakan sepintas aku mencondongkan tubuhku mendekat padanya. "Gak bakal bisa kepasang kalau talinya ke lilit kaya gini, Xis." Kataku membenarkan tali tersebut.

"M-mas." Cicitnya pelan, membuatku langsung menoleh kearahnya.

Deg

Aku terkejut dan tersadar jika jarak wajah kita terlalu dekat. Mungkin jika aku bergerak sedikit saja hidung kami akan saling bersentuhan satu sama lain.

Dengan cepat aku langsung menjauh darinya seraya berdehem, menetralkan suasana yang sedikit canggung. "Maaf!" Aku membuang tatapan ke luar jendela merasa malu.

Dasar Oliver bodoh!!!

Aku merutuki diriku sendiri, merasa bersalah. Untung saja tidak terjadi apa-apa. Karena sedikit lagi saja wajah kami akan saling menempel.

Benar-benar memalukan!

"I-ya gapapa mas!" Kata Alexis gugup, dengan kedua pipi yang memerah seperti tomat. Dan sialnya hal itu malah membuat wajahku terasa memanas.

"Kamu gak ada barang yang ketinggalan kan?" Tanya ku. Alexis langsung menggeleng sebagai jawaban.

"Kalo gitu kita berangkat."

Aku langsung menancap gas mobilku, dengan kecepatan sedikit kencang tidak seperti biasanya. Aku masih mengingat bagaimana canggungnya suana hari itu.

Intinya benar-benar canggung. Kami berdua sama-sama terdiam di sepanjang perjalanan seperti orang bodoh yang tidak saling mengenal.

Aku kira setelah hari itu Alexis akan menjauh dan tidak mau lagi menebang pada ku. Tapi ternyata tidak, bahkan hampir setiap hari dia selalu menebeng ke kampus bersamaku dengan alasan yang berbeda setiap harinya.

Dan sebulan berlalu, aku mulai menangkap sinyal aneh dari diri Alexis pada ku. Dan puncaknya hari itu saat dia datang ke cafe untuk menemui ku.

"Mas Oliver!"

Aku langsung menoleh ke arah suara itu. "Alexis?" Terkejut karena ke hadirnya.

"Kamu di sini?"

"Mau pesen sesuatu?" Dia menggeleng dengan raut wajah yang tidak bisa di tebak, seakan menyimpan beban yang berat.

"Mas lagi sibuk gak?" Katanya melirik ke penjuru cafe seakan membaca situasi.

Aku menggeleng. "Enggak."

"Kenapa emangnya?" Kataku heran. Seketika raut wajah Alexis berubah senang.

"Aku mau bicara sama mas, tapi gak di sini." Kata gadis itu langsung menarikku ke luar cafe. Aku tidak bertanya sama sekali dan tidak merasa keberatan.

Mungkin Alexis ingin mengatakan sesuatu yang sangat serius. Atau mungkin dia sedang ada masalah jadi ingin bercerita.

Dia membawaku masuk kedalam mobil berwarna putih. Entah mobil milik siapa itu. Pasti bukan mobil milik, Alexis karena yang aku tahu mobilnya masih berada di bengkel, seperti yang gadis itu katakan.

Kami duduk di kursi penumpang yang ada ditengah. "Alexis sebenarnya ada apa?" Tanyaku membuka suara karena sepertinya gadis itu masih enggan untuk berbicara.

Aku mengernyitkan keningku, Alexis sedikit aneh dia terlihat sangat gugup.

"Ale-

Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku. Aku di buat terkejut, saat tiba-tiba saja Alexis mendaratkan bibirnya tepat di atas bibirku.

Dengan bodohnya aku malah terdiam saat bibir mungil itu mulai bergerak, bukannya mendorong gadis itu agar menjauh, membuat kepalaku terasa pening. Aku bukan pria suci yang belum pernah berciuman.

Bahkan bisa di bilang sering, tapi tidak juga. Karena aku hanya pernah berciuman dengan pacar-pacar ku dulu. Alexis melumat bibir ku dengan perlahan, seakan mendapatkan izin karena aku tetap terdiam tidak menolaknya sama sekali.

Otakku masih berfikir. Ciuman yang diciptakan gadis itu benar-benar menggoda dan aku pria normal, tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan ini begitu saja.

Tanganku terangkat tapi buka untuk mendorong tubuh Alexis menjauh melainkan menarik tengkuk gadis itu. Aku mulai membalas ciumannya dengan perlahan.

Rasanya tubuhku berdesir.
Entah sudah berapa lama aku tidak pernah merasakan sensasi yang seperti ini. Kami berciuman cukup lama saling melumat, tidak menuntut.

Tapi kemudian akal sehatku datang. Dengan cepat aku langsung mendorong Alexis secara sepontan, membuat ciuman itu terhenti. Lalu menjauhkan tubuhku dari Alexis.

Bodoh! Bisa-bisanya gue terbawa suasana, sampe bales ciuman itu. Dasar bibir murahan! Rutuku, menyumpah serapahi kebodohan yang aku buat.

Alexis menggenggam tanganku secara tiba-tiba, membuatku sedikit tersentak. "Mas maaf kalau aku lancang cium kamu kaya tadi."

"Aku cuma mau bilang satu hal, kalau aku suk-

"Jangan di lanjutkan!" Potongku tegas melepas genggaman tangan Alexis. "Saya tahu apa yang akan kamu katakan." Aku melirik gadis itu yang memasang raut bingung.

"Maaf Alexis, saya tidak bisa menerima itu."

"Gak bisa nerima apa?" Gadis itu tampak terlihat bingung. "Mas aja belum selesai denger apa yang mau aku omongin." Katanya tak suka. Karena sangat jelas dari intonasi suaranya.

"Kamu mau bilang kalau kamu suka saya kan?" Aku menatap Alexis lekat. "Benar?" Sambungku seraya mengangkat kedua alis secara bersamaan.

Dia terdiam tidak bisa berkutik entah karena gugup atau malu. Aku berdehem menetralkan suasana di dalam mobil ini yang mulai terasa panas.

"Maaf dengan berat hati saya menolak kamu. Karena saya lagi tidak mau berada di sebuah hubungan yang terikat. Dan yang pasti saya sangat menghargai perasaan kamu. Tapi maaf saya tidak bisa membalas itu."

Tangan ku bersiap untuk membuka pintu mobil tali langsung di tahan oleh Alexis. "T-tunggu."

"Lalu kenapa mas bales ciuman aku kalo mas gak suka sama aku." Aku menyunggingkan senyum tipis.

"Siapa bilang saya gak suka kamu?" Tanyaku. Membuat tubuh Alexis sedikit menegang.

"Maksud mas?"

"Saya suka kamu!"

"Tapi sebagia seorang adik yang asik jika di aja berbicara dan membuat pikiran saya sedikit fresh." Kataku menjelaskan.

"Dan masalah ciuman itu. Itu hanya sebuah naluri seorang pria yang tidak bisa di cegah Alexis. Saya pria normal yang tidak bisa menahan hal intim seperti itu." Aku menghela nafas kasar lalu mengusap wajah ku.

Alexis masih terdiam di tempat tapi genggaman tangannya yang tadi menahan ku semakin melonggar. "Lupakan saja kejadian tadi, anggap tidak pernah terjadi apa-apa di antara kita!" Dan setelah aku mengatakan itu, genggaman tangan Alexis benar-benar terlepas. Dia menatapku dengan sendu. Dengan kedua mata yang sedikit berkaca-kaca seakan menahan tangis.

Alexis membuang pandangannya ke arah lain. "Maaf Alexis saya harus pergi. Dan tolong lupakan kejadian ini oke. Karena ini hanya sebuah kesalahan. Kita tidak seharusnya berciuman seperti tadi."

Setelah mengatakan itu aku membuka pintu mobil. Keluar dari sana meninggalkan Alexis yang terdiam di dalam mobil. Bahkan gadis itu sama sekali tidak mengeluarkan suaranya saat aku berbicara.

Sebernya aku juga merasa bersalah dengan sikapku yang tidak tegas. Malah membalas ciuman gadis itu dan terbawa suasana.

Sial! Gue seakan pria yang kurang ciuman dan belaian!!!

🌻🌻🌻

ALEXISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang