Halo gais...
Happy Reading...
***
'Terkadang, hanya bersama orang yang kau cintailah segala resah akan terasa begitu mudah.'
***
Hari yang cukup melelahkan. Seulgi menyeka peluh di dahinya. Tubuhnya ia sandarkan pada tembok kokoh dibelakangnya. Nafasnya terengah. Namun, tak urung sebuah senyum terpatri diwajahnya.
Jimin. Kekasihnya itu masih saja berlatih meski waktu latihan telah usai. Selalu seperti itu. Jimin tak akan berhenti sebelum mengulang sebanyak dua kali. Ketika dirinya bertanya kenapa, Jimin hanya menjawab bahwa itu ia lakukan sebagai bentuk evaluasi dari latihannya.
"Seulgi Unnie!" Sebuah suara mengalihkan atensi Seulgi. Gadis itu menoleh dan menemukan Lisa tengah tersenyum ke arahnya. Seulgi ikut tersenyum kemudian menepuk pelan tempat di sampingnya.
"Ada apa?" tanya Seulgi begitu Lisa duduk di sampingnya.
"Kau membuat semuanya terlihat jelas, Unnie," ucap Lisa terkekeh. Tangannya masih setia menyeka peluh di dahinya.
Seulgi ikut terkekeh. Atensinya kembali terarah kepada Jimin. Dan hal itu tak lepas dari pengamatan Lisa.
"Kau akan tahu bagaimana perasaanku saat ini ketika kau akhirnya bisa satu projek dengan kekasihmu."
Lisa tersenyum, "Kau benar, Unnie. Sayangnya, sangat kecil kemungkinan untuk kita berada dalam satu projek."
Seulgi menoleh menatap Lisa. "Setidaknya hubungan kalian tidak pernah terendus media."
Lisa terkekeh. Hatinya membenarkan apa yang Seulgi katakan. "Omong-omong tentang media, aku yakin setelah penampilan kalian nanti, akan ada rumor kencan yang beredar."
Seulgi mengangguk. "Itu tak bisa dihindari. Kau tahu sendiri bagaimana jelinya media dan para fans di luaran sana."
"Kau tidak takut, Unnie?"
"Tidak. Justru yang paling aku takutkan adalah kehilangan Jimin. Aku tidak peduli cacian atau makian mereka. Karena, selagi Jimin berada di sisi ku, aku tidak masalah dengan semua itu."
"Kau terlihat seperti budak cinta sekali, Unnie. Budak cintanya Jimin." Canda Lisa.
"A ..."
"Itu karena dia mencintaiku, Lisa. Sangat mencintaiku," potong Jimin sebelum Seulgi menyelesaikan perkataannya. Sangat jelas, dari nada bicara yang digunakannya, Jimin tengah mencoba menggoda Seulgi. Menggoda gadisnya yang selalu terlihat menggemaskan.
Lisa yang melihat kelakuan dua sejoli di hadapannya. Memutar bola mata malas. "Tolong bersikap sewajarnya, aku masih ada di sini."
Seulgi dan Jimin terkekeh. "Harusnya kau meminta kekasihmu untuk menemanimu di sini," ucap Jimin.
"Dan membuat media menerbitkan pemberitaan kencan tentang kami? Tidak, terima kasih."
"Kalo begitu kenapa kau tidak menghubungi kekasihmu?"
"Kau mengusirku?"
"Syukurlah jika kau paham," balas Jimin semakin menggoda Lisa.
"Baiklah. Aku cukup paham. Aku pergi dulu. See u, Unnie," pamit Lisa kemudian beranjak pergi meninggalkan pasangan kekasih itu.
"Kau kelewatan, Jim," ucap Seulgi sambil mencubit perut Jimin yang membuat cowok itu mengaduh kesakitan.
Jimin terkekeh. "Tidak apa. Lisa pasti mengerti."
"Ta-"
"Stt! Lebih baik kita pulang sekarang. Aku sudah mengatakan pada manajermu bahwa kau pulang denganku."
"Tanpa bertanya padaku?"
"Tanpa bertanya pun, kau pasti akan pulang dengan ku, Seul," balas Jimin terkekeh.
Seulgi mendengus namun tak urung beranjak dari duduknya. Mengambil barang-barang miliknya dan kembali menghampiri Jimin.
"Aku rasa idol lain mengetahui kabar kencan kita," adu Seulgi. Karena sedari tadi, banyak idol yang mencuri pandang kearahnya kemudian beralih ke arah Jimin. Dan Seulgi cukup paham maksud dari pandangan mereka.
Jimin terkekeh. "Baguslah. Itu artinya mereka tak akan berani mendekati mu lagi. Kau milikku, Seul. Selama ini aku cukup sabar menghadapi mereka yang mencoba mendekatimu."
Seulgi lagi-lagi mendengus. Kekasihnya ini terkadang selalu lupa bercermin. Padahal disini, Jimin lah yang sering didekati para idol wanita - ya meskipun dirinya juga tetapi tidak sebanyak kekasihnya itu.
"Mau aku bawakan cermin?" sarkas Seulgi. Tapi hanya ditanggapi dengan tawa dari kekasihnya itu.
"Tidak usah, aku sudah tampan," ucapnya melantur membuat Seulgi gemas bukan main dengan kenarsisnya kekasihnya itu.
Namun, aksi ingin protesnya terhenti kala Jimin mulai merangkul pundaknya dan menyeretnya untuk segera keluar menuju mobil mereka di baseman.
"Jim lepaskan rangkulanmu."
Jimin menggeleng. "Tidak."
"Jim, please. Aku takut ada reporter yang berkeliaran disini."
Lagi-lagi Jimin menggeleng. "Tidak akan."
Seulgi menghela nafas. Baiklah! Ini cara terakhirnya. Jika Jimin masih saja tak ingin melepas rangkulannya, Seulgi harus mempersiapkan diri untuk kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika besok pagi foto mereka menjadi hotline di media.
"Sayang, lepas ya?"
Jimin mengulum senyum. "Apa?"
"Sayang,"
Dan up. Jimin menyerah. Wajahnya memerah mendengar panggilan sayang dari Seulgi yang selalu berhasil membuat jantungnya berdebar. Tanpa banyak kata, tanganya tak lagi merangkul pundak Seulgi melainkan menggenggam jari jemari Seulgi yang terasa pas ditangannya.
"Jim, kenapa menggenggam tanganku? Kau mau mati?"
Jimin terkekeh. "Kau hanya memintaku melepaskan rangkulannya. Bukan melarangku menggenggam tanganmu."
To be continued

KAMU SEDANG MEMBACA
What If We... - SEULMIN
FanfictionPark jimin tahu, hubungannya dengan Kang Seulgi memiliki resiko yang begitu besar. Selain mempertaruhkan karirnya, hubungannya dengan Kang seulgi juga mempertaruhkan hidup gadis itu. Tapi jimin tidak ingin menyerah. Tekadnya terlalu kuat. Mengakhir...