“nggak tau, dia bawa-bawa pacar sama nikah gitu.” ucap nara.
“pasti theo.”
“lo—
“GAUSA BERANTEM. tapi dia nggak sebut nama theo kan?.” tanya deara.
“nggak. coba lo tanya theo soal hubungan mereka.” usul nara.
“saran gue ... mulai sekarang lo kurang-kurangin deh bucin ke theo-nya. nggak tau kenapa, kayaknya lo bakalan putus sama dia.” ucap asra.
“ra! lo nggak usah nyumpahin deh!.”
“liat aja ntar.”
“jangan-jangan, hubungan deara sama theo renggang itu gara-gara lo.” tuduh nara.
“nggak usah sok tau.”
“lo juga sok tau soal hubungan deara.”
“gue bilang gitu karena gue tau kejadian yang sebenarnya. lo nggak ada hak buat nuduh gue sok tau.” jelas asra.
“lo tau apa ra?.” tanya deara. asra hanya mengedikkan bahunya dan meninggalkan rooftop.
“tu anak bener-bener nggak bisa ditebak.”
“raa! woy! mau balik bareng nggak?.” seolah tidak ada yang memanggilnya. deara terus berjalan menunduk diatas trotoar.
“WOY!.”
plak!
kebiasaan deara, ketika terkejut ia menampar atau memukul orang. zeon pun sudah biasa diperlakukan seperti itu.
“nggak usah ngagetin kenapa sih? panggil gue kan bisa.”
“ngegas mulu kalo sama gue. giliran theo lo manis banget, apa bagusnya dia sih dimata lo?.” tanya zeon sambil memegang pipinya yang terasa panas akibat tangan deara.
deara pun terdiam.
jika ada pertanyaan seperti itu, ia pun tak tahu bagaimana cara menjawabnya.
“ngapain kepo?.”
“gue nunggu lo putus.” setelah mengatakan itu, zeon terdiam. kemudian ia tertawa sambil menggaruk tengkuknya.
“jahat banget nggak sih?.”
“audeh, lo mau bareng nggak?.”
“ra?.”
“deara.”
“woy!.”
“... apaan?.” deara mengangkat kepalanya.
“mau bareng nggak?.”
yaa zeon dan deara itu sepasang sahabat sejak kecil. zeon selalu menjadi yang tersakiti karena deara yangbterlalu bar-bar.
“mampir nggak?.” tanya zeon saat herhenti didepan tukang soto.
“lo yang bayar.” deara tersenyum lebar.
“iye. lo makan yang banyak yaa.”
lalu mereka duduk di atas trotoar setelah memesan dua porsi soto. “alah alah, jang zeon kabogohna meuni geulis euy. jeung akang ujang nya?.”