Operasi pengangkatan tumor otak yang Yumi derita berjalan lancar. Tapi berita buruknya sekarang ia dinyatakan koma dalam waktu yang tidak bisa dipastikan.
Sungchan memilih menjaga Yumi, sedangkan Jaehyun tetap di ruangannya sembari menunggu Suzy, psikolog yang dipanggil oleh Doyoung.
"Permisi."
"Silakan masuk," ujar Doyoung. Perempuan dengan stelan formalnya itu duduk di sofa ruangan Jaehyun.
"Aku akan keluar, berceritalah Je! Suzy nunna tidak akan menerkam," ucap Doyoung lalu pergi dari ruangan Jaehyun.
"Jung Jaehyun?" Jaehyun mengangguk kaku.
"Santai saja, kenalkan, aku Bae Suzy. Panggil saja Suzy nunna." Ia mengulurkan tangannya. Jaehyun menerima jabatan tangan itu sebentar. Ia masih malu-malu, mungkin.
"Usiamu 25 tahun?" Jaehyun kembali mengangguk. "Boleh aku tau sesuatu darimu?" Jaehyun menaikkan alisnya.
"Doyoung bilang kau tidak bisa menangis," ucap Suzy. Jaehyun bungkam.
"Sejak kapan Jeje?" goda Suzy. Jaehyun memainkan tangannya. "Sejak kepergian orang tuaku. Tepatnya lima tahun lalu," ujarnya. Suzy mencatat semuanya di buku kecil miliknya.
Jaehyun mulai bercerita tentang awal mula kepergian orang tuanya lalu aset yang disita, penyakit Yumi, penyakitnya dan masalah pekerjaan.
"Baiklah, Jeje. Apa kau pernah mengalami serangan panik? Tremor?" Jaehyun mengangguk sedikit ragu.
"Emosimu tidak pernah stabil saat hari itu. Kau bahkan tidak paham dengan dirimu sendiri. Kau bisa marah dan sedih secara tiba-tiba, namun tidak dapat menangis." Suzy bangkit lalu mendekati Jaehyun. Ia duduk di samping Jaehyun yang menjuntaikan kakinya di ranjang.
Suzy mengambil dua buah benda dari balik kantong jas nya. "Tenanglah, coba mainkan ini. Rileks, santai sejenak. Lupakan permasalahan ini sebentar saja. Percayalah kau kakak yang baik, kau yang terbaik, Jaehyun-ah." Suzy memberikan sebuah mainan.
Jaehyun menatap mainan itu bingung, ia kemudian menekan mainan itu. Ia terkejut saat melihat mainan itu mengeluarkan sejenis cairan dari mulutnya. Jaehyun tersenyum sebentar. Ia tau cairan itu adalah slime.
Jaehyun kemudian mengambil mainan satunya yang di berikan oleh Suzy. Itu fidget spinner. Jaehyun mencoba memainkannya. Sesekali ia mencoba gaya yang cukup sulit, hal itu membuat Suzy tertawa.
"Bagaimana? Menyenangkan?" Jaehyun mengangguk tegas. "Yasudah itu untukmu, kalau ingin mainan yang lain hubungi aku." Suzu mengeluarkan 2 tabung kecil berwarna biru dan kuning. Lalu menyerahkannya kepada Jaehyun.
"Yang biru titipan dari Doyoung ia bilang itu obatmu. Yang kuning itu jangan diminum sembarangan! Minumlah saat kau merasa sedih ataupun gelisah parah," ujar Suzy kemudian ia pamit dan pergi keluar.
Jaehyun meletakkan dua tabung kecil itu di atas mejanya lalu kembali memainkan fidget spinner itu. Tak lama Doyoung masuk lalu duduk di samping Jaehyun.
"Wah asik bener nih!" Jaehyun melirik Doyoung sebentar lalu kembali fokus dengan fidget spinner.
"Ya Tuhan! Salah apa human tampan ini dicuekin," ucap Doyoung lalu merebahkan dirinya di atas ranjang Jaehyun.
"Bagaimana Yumi?"
"Masih belum ada perkembangan, tapi kondisinya stabil." Jaehyun mengangguk saja menanggapi ucapan Doyoung.
"Kau harus selalu menghiburnya, agar emosinya bisa stabil kembali. Dia perlu dukungan dan semangat dari orang sekitaran. Jangan biarkan ia menyalakan dirinya sendiri, itu sangat berbahaya bagi mentalnya."
Perkataan Suzy tadi membuat Doyoung tahu, Jaehyun benar-benar tertekan selama 5 tahun ini. Jaehyun tidak pernah baik-baik saja seperti apa yang ia ucapkan.
"Je? Ingin menemui Yumi?" tanya Doyoung.
"Aku masih takut. Boleh temani aku ke taman rumah sakit?" Jaehyun menatap Doyoung yang berbaring di sampingnya.
"Ayo!" ajak Doyoung. Jaehyun langsung bangkit lalu mengikuti Doyoung yang merangkulnya.
Mereka berdua duduk disalah satu bangku yang ada di sana. Doyoung pergi sebentar untuk membeli minuman. Ia membelikan Jaehyun susu cokelat.
"Aku bukan bayi. Bisakah kau memberikan soda untukku?" ujar Jaehyun kesal.
"Minum susu itu atau ku angkat semua organmu!" Ancaman dari Doyoung membuat Jaehyun bungkam.
Ia meminum susunya perlahan sambil memperhatikan anak kecil dengan selang oksigen di hidungnya.
"Dia Aeri, Kim Aeri. Usianya tujuh tahun. Ia mengidap kanker paru-paru stadium tiga. Tapi ia semangat untuk sembuh," ucap Doyoung. Jaehyun masih memperhatikan anak itu lekat.
"Je, jujurlah pada kedua adikmu," lanjut Doyoung.
"Akan ada waktu yang tepat nanti," sahut Jaehyun. Ia kembali meminum susunya.
"Aeri-ya!" Doyoung memanggil gadis itu membuat ia melirik ke arah Doyoung. Suster yang bersama anak itu lalu membawa Aeri menuju tempat Doyoung dan Jaehyun duduk.
"Hai!" Aeri menyapa Jaehyun dan Doyoung.
"Hai! Aeri sudah makan? Obatnya sudah di minum?" tanya Doyoung. Sedangkan Jaehyun tetap fokus dengan susu dan roti yang di belikan Doyoung.
"Sudah!" Aeri tersenyum lebar. "Lihat dia," ujar Doyoung sambil menunjuk Jaehyun. "Dia tidak mau meminum obatnya," lanjut Doyoung.
"Yak! Itu bohong!" ujar Jaehyun tak terima. Doyoung hanya terkekeh.
"Oppa sakit?" tanyanya polos. Jaehyun mengangguk kaku.
"Tapi oppa tidak memakai selang ini, oppa bohong?" Aeri memiringkan kepalanya lucu.
"Oppa kuat. Maka dari itu Aeri harus kuat juga agar selangnya bisa dilepas dan Aeri bisa bernafas lega." Jaehyun mencubit pelan pipi gadis itu sambil tersenyum.
Jaehyun sangat manis.
Hanya itu kalimat yang terbesit dipikiran Doyoung.
"Kau juga harus kuat, Je. Setidaknya untuk kedua adikmu. Berjuang dan bertahanlah," batin Doyoung.
Tbc. Jangan lupa voment! Ga ngefeel ya? Biasalah :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Dandelion
FanfictionSilahkan baca dulu 2 part. Jika suka boleh menetap :) "Yumi bilang aku itu bagaikan bunga Dandelion. Pemberani dan kuat walaupun diterpa angin. Tapi sayangnya aku juga rapuh seperti Dandelion." - Jung Jaehyun "Oppa tau? Kehilangan orang yang aku say...