9

7.5K 2.1K 418
                                    

Caraka baru selesai mandi saat turun ke lantai satu. Hari ini pria itu harus lebih cepat ke toko karena penjualan sedang ramai. Tinggal dua minggu lagi lebaran. Baru saja hendak mengambil kunci mobil di dekat televisi. Terdengar suara samar ibunya dan Nadia. Akhirnya ia memilih mendengarkan sebentar.

Ternyata tentang keinginan mbaknya untuk bercerai. Ia menghembus nafas kasar. Kasihan melihat mbaknya dan kedua keponakan. Paham bahwa sangat sulit menjalani ini. Karena tidak pernah mendengar keduanya bertengkar. Ia segera menuju kamar orang tuanya untuk pamit pada sang ayah. Baru kemudian mencari ibu di halaman samping.

"Bu, aku pamit."

"Hati-hati. Oh ya, kamu ada kenalan pengacara?"

"Untuk apa?" Tanynya pura-pura tidak tahu.

"Mbakmu sudah memutuskan untuk berpisah. Setidaknya kita harus tahu bagaimana cara untuk mempertahankan keponakanmu. Ibu tidak yakin kalau mereka diasuh oleh ayahnya."

"Ibu setuju?"

"Sebenarnya tidak. Tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah membohongi mbakmu selama itu. Keluarganya juga diam saja."

"Nanti aku tanya teman, Bu. Aku pamit dulu."

Selesai mencium tangan ibunya, Caraka berlalu dengan banyak pertanyaan dikepala. Beruntung toko sedang banyak pembeli. Saat toko mulai sepi, akhirnya Caraka memutuskan menghubungi Btari.

"Aku mau minta saran kamu tentang masalah mbakku, boleh?"

"Silahkan."

"Tadi pagi Mbak Najwa bilang kalau dia memilih mengakhiri pernikahannya. Dan barusan ibu menghubungi, kalau keluarga suaminya sore ini akan berkunjung ke rumah. Apa yang harus kami lakukan."

"Sudah di pikir baik-baik? Apa dia akan siap secara mental, sosial dan ekonomi?"

"Itu adalah pilihannya. Meski aku tahu sangat berat. Entah kapan dia bisa benar-benar sembuh."

"Ya, dalam kasus perselingkuhan yang dilakukan suami. Yang menjadi korban adalah pihak istri. Beruntung sih mbak kamu masih punya keluarga yang benar-benar menyayanginya. Jadi tidak merasa sendirian."

"Aku merasa, kadang dia masih marah pada suaminya."

"Itu pasti. Butuh waktu lama untuk sembuh. Tapi kurasa mbak kamu harus merubah cara berpikir sih. Tapi proses itu juga butuh waktu."

"Maksudnya?"

"Fokus saja sama anak-anak dia. Kalau memang suaminya bejat ngapain dipersoalkan? Seharusnya malah bersyukur karena cepat ketahuan. Kalau lama? Kadang kesalahan orang adalah fokus menghujat si pria. Yang dibilang tidak bertanggung jawablah, tentang karmalah. Padahal pria seperti itu lebih baik diabaikan saja. Toh kita tahu kalau hidup bukan hanya tentang sesuatu yang buruk atau indah saja. Urusan dia mau selingkuh sama siapa. Tapi, adalah hak perempuan seperti mbak kamu untuk mendapatkan perlindungan sehingga bisa hidup bahagia dan lepas dari pria seperti itu."

"Kamu ngomong begini berapi-api sekali."

"Karena banyak perempuan yang menghabiskan waktu untuk menyesali dan menangisi banyak hal yang tidak perlu. Dan banyak orang disekitarnya berbicara tentang hal kosong yang malah memperumit keadaan. Merasa marah saat mantan atau calon mantan pasangan mem-posting kedekatan dengan perempuan lain kemudian memberitahukan kepada si istri.

Seharusnya itu tidak perlu, sepanjang perempuan tersebut memiliki akar agama yang kuat. Terutama memiliki keluarga yang mendukung, itu sudah cukup untuk melanjutkan hidup. Biarkan saja pria masa lalu itu dengan kesenangannya. Mungkin saat ini perempuan kedua tersebut sangat sempurna dimatanya. Tapi satu hal, tidak ada manusia yang sempurna. Suatu saat dia juga akan menemukan ketidaksempurnaan pada pasangan barunya."

SEBAIT KISAH TENTANG KITA/ Open POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang