14

6.9K 2K 180
                                    

"Bicara saja, aku akan mendengarkan."

"Apa kamu punya waktu banyak dalam sebulan ke depan?"

"Tidak, karena setelah selesai liburan seperti ini, aku harus hadir di persidangan. Juga pasti ada banyak rapat internal untuk membicarakan perkembangan beberapa kasus yang sedang kupegang."

Caraka menghembuskan nafas kasar. Pria itu sadar kalau ini adalah bagian dari resiko mendekati seorang wanita karier.

"Apa sih yang sebenarnya ingin kamu bicarakan? Langsung aja, nggak usah sungkan." jawab Btari akhirnya.

"Melihat kondisi bapak, apakah bisa kita mempercepat pernikahan?"

Kali ini Btari menatap tajam. Bukan karena tidak suka tapi terkejut.

"Kurasa kita sudah sepakat kemarin, aku minta tiga bulan untuk penjajakan."

Pria di depannya terlihat menatap ke arah lain.

"Lagi pula, menikah itu harus karena kita, bukan atas desakan orang lain. Karena yang menjalani kita sendiri. Aku harus memahami kamu dan juga sebaliknya. Bagaimana kita menjalani pernikahan kalau bukan dari kesadaran sendiri. Kamu bisa kasih aku alasan yang lebih masuk akal selain keinginan orang tua kamu?"

"Saat ini, aku memang tidak sedang memikirkan diri sendiri, keinginan orang tuaku adalah yang utama. Sebagai anak, aku ingin agar ayah tenang."

"Beri aku waktu untuk berpikir. Satu pertanyaanku, kalau sudah menikah dan kita merasa tidak cocok. Apa yang akan kamu lakukan. Apakah bercerai menjadi pilihan?"

Mendengar itu wajah Caraka memerah menahan marah. Ia benar-benar tak suka dengan pertanyaan Btari.

"Setelah menikah itu ada aku dan kamu. Semua keputusan berdasarkan pemikiran kita bersama. Jangan terlalu berpikir yang negatif. Aku tahu dalam dunia pekerjaan kamu, mungkin tiap hari mendengar kata perceraian, perebutan hak asuh anak atau pembagian harta gana gini. Tapi tidak setiap pernikahan akan berakhir seperti itu. Banyak yang malah langgeng sampai tua. Perceraian bukan akhir dari setiap masalah rumah tangga.

Tentang masalah yang akan datang, nggak usah terlalu kamu pikirkan. Ngapain buang energi? Aku cuma butuh jawaban kamu. Tapi tetap akan memberikan waktu untuk berpikir."

"Aku akan berbicara dengan ibu dulu. Nanti aku kabari." Jawab gadis itu akhirnya.

***

Btari tak percaya saat menatap wajah ibu begitu sumringah ketika ia menyampaikan keinginan Caraka.

"Itu bagus, Yi. Berarti Caraka serius sama kamu. Mau cari yang bagaimana lagi, sih?"

"Ibu setuju?"

"Ya jelas. Dia itu anak Pak Haji Sulaiman. Sudah punya usaha, mapan, anaknya sopan. Orang tuanya nggak memandang status kita. Dimana bica cari yang seperti itu lagi? Hidup ini sederhana, ndhuk. Jangan berpikir terlalu ruwet. Jalani saja, yang penting langkah kamu pasti."

"Tapi kami baru saling mengenal, bu. Akan butuh waktu untuk mengenal pribadi seseorang. Bukan hanya tampilan wajah dan kekayaan. Belum lagi latar eblakang keluarganya. Selama ini kan kita cuma kenal kulitnya?"

"Terserah kamu sih sebenarnya. Tapi menurut mata hati ibu, dia orang baik."

"Tapi kenapa aku merasa kalau dia akan menghambat karierku, ya?"

"Darimana kamu tahu itu?"

"Dari pola pikir keluarganya. Karena mau tidak mau apa yang selama ini menjadi aturan di rumahnya pasti mempengaruhi tindakannya."

"Kan kamu sudah bicara sebelumnya? Ibu akui, pasti sulit dalam posisi kamu. Misal, pekerjaan sedang banyak-banyaknya. Disaat yang sama ada acara keluarga yang tidak bisa kamu tingggalkan. Tapi percayalah, semua aka nada jalan keluarnya."

SEBAIT KISAH TENTANG KITA/ Open POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang