Kau baru saja membuka pintu apartement ketika mendapati kakak perempuanmu sudah mengarahkan ujung pistol itu ke kepalanya sendiri.
"Kakak!"
Wanita itu mengalihkan pandangannya ke arahmu namun tak gentar untuk terus menodongkan senjata api tersebut ke kepalanya. Sambil menangis, ia memberikanmu senyuman terbaiknya.
"(Y/n), jalanilah hidupmu dengan baik. Jangan sepertiku. Aku sudah rusak. Aku tak memiliki tujuan hidup lagi."
"Apa yang kakak bicarakan?! Turunkan pistolnya kak!"
Kau sangat panik saat jarinya mulai menekan pelatuk senjata api tersebut. Membuatmu ketakutan setengah mati.
"Hanya satu yang ku inginkan, itupun jika kau tidak keberatan. Carilah Kwon Soonyoung. Temui dia, katakan bahwa aku tulus meminta maaf padanya." Ucap kakakmu.
"Kak... hiks... kumohon jangan seperti ini. A-aku membutuhkanmu, kak. Kakak tidak sayang padaku?"
Wanita yang hanya berbeda tiga tahun denganmu itu lantas menganggukkan kepalanya pelan.
"Justru karena aku sayang padamu, aku tak ingin kau malu memiliki kakak sepertiku. Jalanilah hidupmu dengan baik, (y/n). Aku menyayangimu. Selamat tinggal."
"TIDAK! KAKAKKKK!"
DOR!
.
.
.
.
.
.
"Kau bermimpi lagi?"
Kau yang masih terengah-tengah melihat seorang teman wanitamu datang membawa sebuket bunga dan sekantung buah jeruk. Dan saat itu pula kau sadar bahwa kau tengah tak baik-baik saja. Ada selang yang menghubungkan infus dengan tangan kananmu. Ditambah lagi suasana ruangan itu yang terasa asing.
"Aku dimana?" Tanyamu
"Kau di rumah sakit, (y/n). Kau pingsan saat pemakaman kakakmu kemarin. Kata dokter kau kurang istirahat dan dehidrasi parah maka dari itu ayahmu membawamu ke rumah sakit."
Pikiranmu masih berkelana pada kenangan terakhir bersama kakak perempuanmu itu. Kau ingin semua kenangan buruk itu hanya berupa mimpi yang akan berakhir ketika kau terbangun, tetapi ternyata semua kejadian mengejutkan yang beberapa hari ini kau alami adalah kejadian yang nyata.
"(Y/n), aku turut berduka atas meninggalnya kakakmu."
Sebuah usapan hangat di punggung membuatmu yang mati-matian menahan tangis, kini melemah dan berakhir meneteskan air mata untuk yang kesekian kalinya.
"Hiks... kenapa... kenapa Hye.. hiks... kakakku bukan orang yang lemah... dia sangat tegar selama ini, lalu kenapa dia memilih jalan seperti itu?!"
Hyerim lantas menarikmu dalam pelukannya. Ia usap punggungmu dengan pelan selama kau membasahi pakaiannya dengan air matamu. Pelukan dan usapannya berhasil membuat tangisanmu berangsur-angsur mereda.
"Tenangkan dirimu, (y/n). Kakakmu pasti memiliki alasan untuk tidak menceritakan masalahnya padamu. Ia hanya tak ingin kau terbebani olehnya."
"Tapi kematiannya benar-benar menjadi hantaman terbesar untukku, Hye..."
"Aku tau, (y/n). Berat untuk melepaskannya pergi, tapi ia sudah memilih jalan seperti ini. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah mendoakannya. Mengikhlaskan kepergiannya agar ia tenang."
Kau menatap Hyerim dengan pandangan kosongmu.
"Ia tidak akan tenang, sebelum aku bisa membalaskan dendamnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wrong Choice [M] ✔
Fiksi PenggemarMasih begitu membekas di pikiran bagaimana saudarimu memilih untuk mengakhiri hidupnya, tepat di hadapanmu. Saat itu juga, kau bertekad untuk membalaskan dendamnya pada seseorang yang tak pernah kau duga. "Apa benar orang ini yang membuat kakakku b...