[3/10]

8.6K 1.5K 274
                                    

Saat dia sakit ...

•••

(Name) memang anak kandung Sukuna. Namun, dia terlahir sebagai setengah kutukan. Kekuatan fisiknya tak sebagus Sukuna. Jauh lebih buruk malahan.

Entah ada angin apa, ia mendadak jatuh sakit. Tubuhnya begitu panas. (Name) terus menggigil sepanjang malam. Hal itu membuat Sukuna terganggu, kemudian akhirnya ia menoleh.

"Kau kenapa?"

"Uh ... sakit ... "

"Apanya yang sakit?"

"Kepala (Name) ... "

Sukuna terdiam sejenak.

Sakit kepala? Tubuhnya panas? Apa gara-gara ia berjalan di bawah sinar matahari terlalu lama? Atau berdiam diri di depan api sampai tertular panasnya?

Baik, abaikan. Sukuna mulai brpikir yang tidak-tidak. Dari yang tidak masuk akal jadi semakin tak masuk akal.

Tak tahu harus berbuat apa, Sukuna mengingat istrinya dulu selalu merawat dirinya sendiri. Hanya ingat beberapa hal, pria itu mulai mengambil handuk. Mencelupkamnya pada air dingin, memerasnya, kemudian menaruh di atas kening sang anak.

Futon digelar di kamar itu. Menjadi alas bagi (Name). Selimut dipakaikan, dinaikkan hingga seleher.

Sukuna menaikkan sebelah kaki, kemudian bertopang dagu. Memperhatikan anaknya yang perlahan bernapas teratur. Ia memandangi dalam diam, tanpa ekspresi pula.

Dalam hati bertanya, kenapa tak ia biarkan saja anak itu menderita? Mengapa pula ia mesti repot-repot mengurusnya? Berjalan ke sana kemari, mengisi air, mengompres, menggendongnya ke atas futon, dan lain sebagainya.

Menggeleng pelan, ia mendengus.

"Paling kalau dia mati aku akan merasa bosan."

Sukuna menarik sebelah sudut bibirnya.

"Kau kan mewarisi darahku. Jangan mati hanya karena hal sesepele ini, (Name)."

•••

(Name) rasakan kepalanya yang perlahan membaik. Tak sepusing tadi. Alas tidurnya terasa hangat. Sedangkan keningnya terasa dingin. Perlahan mata sayunya terbuka.

Hendak memanggil ayahnya-guna memastikan-namun pandangannya yang buram, suara yang tak kunjung keluar, juga kesadaran yang belum pulih, membuat kelopak matanya kembali tertutup. (Name) kembali diundang ke dalam mimpi.

Tangan besar terulur, menyentilnya dengan pelan seraya berujar dengan nada pelan. Terkesan kasar, namun sarat akan rasa kasih sayang.

"Tidurlah lagi."

Omake

"PERMISI AKANG TETEH?!"

"Berisik bocah. Berani sekali membanting pintu shojiku-"

"Diam kau, Kutukan! Aku mencari (Name). Mana dia?!"

"Tante Nobara?"

"Sayaaang~!"

"Tanteee~!"

"..."

"..."

"Cih, memangnya aku hanya pajangan di sini?"

... kuabaikan saja, gak tahu harus berbuat apa.

Note : dua kata pada awal kalimat di atas mengandung kebohongan.

𝐏𝐀𝐏𝐀! ryomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang