T I G A

1.8K 201 12
                                    



Kalau ditanya siapa jagoan di 12 IPS 2, bukan nama Ares si anak futsal yang ototnya suka bikin salfok atau Sergio si berandalan yang hobinya keluar masuk BK yang disebut, melainkan nama Karenina Isvara lah yang disebut.

Perempuan bertubuh mungil dengan poni khasnya yang tidak pernah lepas dari dahi itu sering disebut-sehut sebagai premannya kelas 12 IPS 2. Semua cowok di kelas tidak ada yang tidak pernah menjadi babu Nina. Uang kas kelas lancar juga berkat cewek itu yang menjabat sebagai bendahara.

Kalau anak kelas sudah mulai rusuh dan ketua kelas kewalahan tidak bisa menangani, Nina yang akan turun tangan menjambaki rambut anak-anak yang susah diatur. Fandi—sang ketua kelas sampai berulang kali menawari Nina menjadi ketua kelas yang langsung ditolak mentah-mentah oleh cewek itu.

Nina itu pemberani. Ia tak takut pada siapapun selain orang tua dan gurunya. Selama dirinya tidak salah, ia akan maju terus membela diri.

Waktu sekolah dasar dulu, Nina bahkan membuat tiga anak komplek sebelah menangis setelah dengan sok jagoannya mereka memalak Nina yang merupakan pendatang ketika perjalanan pulang sekolah. Tiga bocah lelaki itu terkenal sering menganggu anak-anak di komplek Nina sampai menangis, mereka memanfaatkan tubuh besar mereka untuk menakut-nakuti anak-anak. Dan hari itu bukannya membuat Nina gemetar ketakutan, malah mereka yang menangis kencang.

Nina memukul kuat salah satu wajah bocah laki-laki yang merupakan pemimpin dan menendang selangkangan bocah yang lainnya, lalu memelototi bocah satunya lagi yang sudah menangis setelah melihat kedua temannya tumbang. Ketiga bocah itu bahkan lari terbirit-birit setelah mengucapkan ancaman kosong yang dibalas dengusan sebal oleh Nina.

Kejadian itu dilihat langsung oleh Aji, Aksa dan Ares yang berjalan bersama sepulang sekolah. Kagum dengan aksi heroik Nina, mereka mengikuti gadis cilik itu dan sepakat menjadikannya sebagai ketua mereka.

"Ji, lo belum bayar kas kemarin!" di sela-sela jam pergantian pelajaran kelima, Nina berdiri di samping meja Aji dengan buku besar di tangannya untuk menagih uang kas. Ia sama sekali tak peduli pada Aji yang tengah sibuk menyalin tugas milik Tama dengan kecepatan penuh.

"Nanti aja lah, Nin. Nggak lihat gue lagi ngapain?"

"Lihat, tapi gue nggak peduli." Nina mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja Aji dengan tidak sabar. "Ayo, buruan mana uangnya!"

"Ck!" Aji menghentikan kegiatannya lalu merogoh saku celana mengeluarkan selembar uang dua ribu dan memberinya pada Nina yang langsung menerima dan mencatat namanya di buku besar cewek itu. "Dua ribu doang nagihnya udah kayak debt collector lo!"

Nina mendelik. "He, jangan salah! Dua ribu tuh bisa jadi sepuluh ribu. Terus kalau nggak ada dua ribu, lima puluh—"

"Iya-iya, bawel!" Aji memutus cepat omelan Nina. "Udah, sana lo! Bentar lagi Bu Ida datang, nih!" ia mendorong pelan Nina agar segera pergi dari area mejanya.

"Salah sendiri nggak ngerjain dari kemarin! Mampus kan lo kalang kabut!"

Aji yang kembali melanjutkan kegiatannya langsung menoleh dengan raut sinis. "Duh, siapa ya yang lusa kemarin kalang kabut di koridor gara-gara belum ngerjain tugasnya Bu Retno?" ia mengingatkan cewek itu akan kejadian tempo hari dimana Nina kalang kabut ketika sadar belum mengerjakan tugas Bu Retno yang mengajar di jam pertama.

"Berisik lo!" Nina menabok lengan Aji dengan buku besar sebelum melenggang pergi.

"Apa, sih, Nin? PMS ya lo!" hardik Aji sembari mengelus lengannya.


--



Tidak ada yang lebih menyebalkan selain mendapati tamu bulanan datang dan baru menyadari bahwa persediaan pembalut di rumahmu habis.

CoalesceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang