"Udah sarapan belum? Nih, tadi gue beli roti kebanyakan. Dimakan, ya!"
Tara baru saja meletakkan ranselnya ke atas meja ketika Giselle dengan ransel yang masih menempel di punggungnya menghampiri mejanya dan meletakkan bungkusan kresek putih ke atas ransel hitamnya. "Gue udah sarapan," tolaknya.
"Ya udah. Simpan aja buat nanti. Siapa tau lo lapar lagi," Giselle berbalik menuju mejanya sendiri sebelum Tara sempat membalas.
Tara menghela nafas, mau tak mau harus menerima. Ia mengucapkan terima kasih yang hanya dibalas acungan jempol oleh Giselle. Tara meraih bungkusan kresek itu dan memasukannya ke dalam laci, ia akan menyimpan roti itu untuk nanti seperti kata Giselle tadi. Tara membuka ransel, mengeluarkan buku tulis serta pulpen lalu duduk bersiap mengerjakan tugasnya yang belum ia sempat selesaikan kemarin.
Kelas masih belum terlalu ramai, jadi Tara bisa santai mengerjakan tugasnya. Cowok berwajah lucu itu masih fokus mengerjakan tugas saat kelas tiba-tiba berubah menjadi ramai. Ia mendongak, melihat sekilas penyebab kelas ramai lantas kembali menunduk menatap buku. Rupanya Aji yang banyak omong sudah datang.
Ia sempat melihat Aji yang menjadi penyebab ramainya kelas berbincang dengan Giselle dan Karina di meja depan dengan suara keras. Aji duduk di atas meja Giselle lengkap dengan ranselnya, matanya melebar penuh antusias dan mulutnya komat kamit entah sedang bergosip apa.
Tara mendongak ketika sebuah kaleng susu bergambar beruang diletakkan di atas bukunya. Ia menaikkan sebelah alis, memandang Nina sang pelaku yang berdiri di samping mejanya. Gadis itu masih memakai ransel, sama seperti Giselle yang tadi menghampirinya.
"Buat lo. Tadi gue beli kebanyakan," kata Nina sembari menunjuk minuman kaleng itu.
Tara menatap sejenak kaleng susu itu sebelum kemudian meraih dan memasukannya ke dalam laci, menyimpannya bersama dengan roti yang tadi diberikan oleh Giselle. "Makasih,"
Nina mengangguk, tapi tak beranjak pergi. Matanya menatap penasaran buku milik Tara. "Ngerjain tugasnya siapa?"
"Tugasnya Bu Dyah, nggak sempat ngerjain soalnya."
"Mau nyontek punya gue?" Nina sudah membawa ranselnya ke depan dan bersiap membuka ransel ketika Tara menggelengkan kepala dan menjawab,
"Nggak usah. Bentar lagi selesai kok,"
"Oh, oke kalau gitu." Nina menyampirkan ranselnya ke bahu. "Susunya jangan lupa diminum, oke?" melihat Tara yang mengangguk, Nina tersenyum puas. "Good," cewek itu kemudian berbalik menuju mejanya sendiri.
Selepas kepergian Nina, helaan nafas berat keluar dari mulut Tara. Cowok itu meletakkan pulpen lalu menutup bukunya. Semangatnya untuk mengerjakan tugas menguap begitu saja.
Ia melirik kursi di samping kanannya yang kosong. Tiba-tiba saja dia rindu pada Bima. Teman satu bangkunya itu sudah tidak masuk selama dua hari. Katanya sih sakit, tapi masih bisa mengomel panjang di grup, protes karena tidak ada yang datang untuk menjenguknya.
Biasanya Bima akan menjadi yang paling lantang memprotes ketika teman-temannya memberi Tara cemilan di pagi hari seperti hari ini. "Kok cuma Tara? Buat gue mana? Pilih kasih banget!"
Dan teman-temannya tidak punya pilihan selain memberi Bima juga, karena Bima tidak akan berhenti protes sebelum ia juga diberi yang sama seperti Tara.
"Gue sama Tara nih udah sepaket. Kalau dia dapet, gue juga dapet, begitu pula sebaliknya. Jadi mending lo semua bertingkah adil sebelum gue tantrum kayak anak kecil yang mainannya direbut temennya," omongan nyeleneh Bima kala itu dibalas decihan sinis teman-temannya, tetapi walau begitu mereka tetap memberi Bima sesuai dengan keinginan cowok itu.