Ketika semua mimpi terus berjalan seperti mimpi, dan dimana saat merajut asa menjadi hanyut dalam kemelut.
Lahir disebuah ruang, besar dan tumbuh didalam ruang, belajar banyak hal diruang, bermimpi setinggi langit, namun langit ku hanya sebatas plafon yang menua seiring waktu. Lagi dan lagi. Sempit. Semua yang terjadi hanya didalam sebuah ruangan dan setiap kenangan harus berakhir terbuang. Sayang. Ketika jati diri harus tertekan oleh belati.
Well, beginilah awal seseorang yang hanya hidup dalam sebuah ruang. Tanpa kenal apapun dan siapapun. Selalu takut untuk maju, ketika langkah selalu dipatahkan dengan sederet kata yang keluar dari lisan yang berakhir menyakitkan.
Tuan Ruang, kau menjadi saksi bisu atas sedih, senang, kecewa, bahagia, menyesal, suka, duka, luka hingga saat rasa itu telah mati dan kau pula yang menjadi saksi. Aku mencoba lari darimu, namun pada akhirnya aku kembali. Dengan berat hati dan terpaksa.
Sampai suatu hari, dimana aku berada dititik lemah, dan tak tentu arah. Kosong. Itu hal yang pasti, yang kuingat terjadi. Dimana akhirnya semua orang menyudutkan bahwa aku orang yang kurang beriman, tidak bersyukur, dan tidak dekat dengan Tuhan. Tapi, apa pernah mereka melihatku tegak berdiri menunaikan ibadah yang kebaikan pahalanya lebih besar dari dunia dan seisinya, sedang mereka tertidur dengan lelap.
Mungkin perjalananku kalut, tapi sungguh aku percaya, suatu saat aku bisa berada disana, melihat dunia "di luar dinding" yang sesungguhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Dinding
RandomKisah hidup Ava, yang "tertutup" oleh dinding. Sampai suatu hari, dia berada dititik lemah, dan tak tentu arah. Kosong. Dimana akhirnya semua orang makin menyudutkan bahwa dirinya yang bersalah. "Mungkin perjalananku kalut, tapi sungguh aku percaya...