Enjoy
........................................................................Jiang Cheng mengetuk pintu rumah Keluarga Wei, padahal biasanya dirinya akan langsung masuk tanpa sopan santun.
"Loh? A-Cheng?" ujar Cangse Saren sedikit terkejut ketika membuka pintu. Jiang Cheng menampilkan seulas senyuman kepada wanita paruh baya itu. "Hai Bibi, aku ingin mengantarkan sesuatu." ujar Jiang Cheng sambil menunjukkan sebuah tapperwer edisi terbaru berwarna ungu. "Ah ayo masuk, biasanya juga kau langsung masuk tanpa permisi."Mendengar hal itu Jiang Cheng hanya tersenyum kikuk sambil menggerutu dalam hati karena malu.
"Ah Shimei? Kau ada kemari?" tanya Xue Yang yang baru menuruni tangga lantai dua. "Mau mengantarkan ini untuk si iblis kecil." Xue Yang mendekati tapperwer yang dibawa Jiang Cheng. "Biar aku yang memberikannya, anak itu sedang dalam masa dipingit."
"Yak kali dipinggit! Emang tuh anak perawan?"
"Perawan jejadian."
Xue Yang dan Jiang Cheng tertawa bersama sebelum akhirnya berhenti karena aura Hua Cheng yang menakutkan keluar dari kamar yang ada di bawah tangga.
Bulu kuduk Jiang Cheng meremang melihat kakak pertama Wei Wuxian yang terlihat kacau. "Maaf, Bang Hua begitu kacau gara-gara dua minggu lalu." Jiang Cheng mengangguk pelan mendengar penuturan Xue Yang.Sudah dua minggu Luo Binghe tidak berada di antara mereka dan sudah selama itu pula Xue Yang tinggal di rumahnya sendiri karena harus membantu Hua Cheng yang kadang suka kehilangan fokus saat bekerja.
"Aku turut berduka cita, btw jangan lupa untuk datang ke acara pertunangan Shijie." Jiang Cheng menyerahkan undangan ke pada Xue Yang. "Iya, tenang saja kami pasti datang, acaranya sebentar lagi?"
Jiang Cheng, "Hem, seminggu lagi."
Xue Yang mengangguk paham. "Ya, sudah aku akan pulang dulu."Xue Yang memberikan gestur tubuh mempersilakan pemuda Jiang itu untuk pergi.
***
Xue Yang membuka kunci kamar milik Wei Wuxian dan dapat terlihat lelaki manis itu tengah duduk di kursi belajarnya sambil mendengarkan musik diradio kecil di meja belajar.
"Ada apa?" tanya Wei Wuxian dingin ketika menyadari keberadaan Xue Yang di ambang pintu kamarnya.
"Ini," Xue Yang meletakkan tapperwar berwarna ungu itu di meja belajar Wei Wuxian. "Dari Shimei." Wei Wuxian hanya mengangguk kecil. "Terimakasih.""Kau masih marah?"
"Menurutmu? "
Xue Yang menghela nafas pelan mendengar pertanyaan Wei Wuxian yang sudah pasti jawabannya. "Yanli Jie sebentar lagi akan bertunangan, kuharap kau sadar dari kesalahanmu dan bisa datang ke acara itu." Xue Yang menutup pintu membiarkan Wei Wuxian yang masih terdiam di kursinya tanpa menjawab pertanyaannya tadi.
"Uwu! Akting yang bagus, Wei Wuxian!" gumam Wei Wuxian senang ketika Xue Yang sudah benar-benar tidak ada di dalam kamarnya. Ia membuka tapperwer dari Jiang Cheng dengan semangat, Wei Wuxian tahu pasti sahabat dan kekasihnya pasti akan menolong dirinya agar bisa keluar dari sini.
Di dalam wadah itu hanya ada sebuah roti berukuran sedang dengan sebuah pisau plastik. "Wah wah, apa mereka menyembunyikan pesan di dalam kue? Bukan gaya Shimei sekali."
Keluarga Jiang terkenal akan penjualan narkotika di dunia gelap dan Jiang Cheng sebagai penerus selalu bisa menyembunyikan barang haram itu dengan cerdik.
Wei Wuxian mencoba memotong kue tersebut, tetapi nihil, tidak ada apa-apa di dalam kue itu. "Hm, Shimei menyembunyikannya terlalu sulit." gumam Wei Wuxian sambil memakan potongan kue tersebut dan ia menyadari satu hal. Pisau kue itu sedikit aneh.Ia mencoba untuk mengusap setiap permukaan pisua plastik tersebut dan menemukan secuil selotip putih yang sedikit terbuka. Perlahan Wei Wuxian membuka selotip tersebut dan menampakkan sebuah tulisan.
'Cctv sudah dimatikan, lihat ke luar jendela.'
Dengan segera Wei Wuxian membuka jendela kamarnya dengan paksa. Lagi pula alaram dan cctv rumahnya pasti sudah dimanipulasi oleh Jiang Cheng dan yang lain makanya Wei Wuxian bisa melakukan hal sembrono sekarang.
Terlihat di luar pagar belakang sebuah mobil sedan hitam dengan sedikit garis kuning sebagai hiasanya. Itu pastilah Nie Huaisang, sahabat cerdiknya. "Oke, waktunya menikmati kebebasan!" ujar Wei Wuxian yang langsung melompat keluar dari jendela kamarnya.
Tidak sadarkah dirinya ada seseorang yang tersenyum simpul ketika melihat aksinya keluar dari kamarnya?
***
"Kau terlihat kacau sekali." ujar Xie Lian yang memandang Hua Cheng yang tengah berbaring di sofa panjangnya. "Gege, yang kulakukan itu benar, kan?" Xie Lian yang sedang meminum teh hangatnya hanya bisa menaikkan satu alisnya heran dengan pertanyaan calon suaminya itu. "Kenapa? Ayo ceritakan pada Gege mu ini."Hua Cheng menghela nafas dengan kasar. "Aku menghukum Wei Wuxian dan Gege, sepertinya aku masih belum bisa menerima kenyataan adikku Luo Binghe yang sudah tiada."
Xie Lian bergerak mendekati Hua Cheng kemudian mengusap surai Hua Cheng dengan lembut.
"Aku memaafkanmu soal hukuman itu dan itu adalah hal yang wajar ketika kita kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidup kita, apalagi sosok itu adalah keluarga sendiri."
"Gege benar, tapi apa Gege akan percaya jika aku beranggapan kalau adikku masih hidup?" Xie Lian hanya diam membiarkan Hua Cheng mengeluarkan apa yang ada dalam pikirannya saat ini.
"Orang tuaku dan yang lainnya selalu mengingatkan diriku jika Luo Binghe benar-benar sudah tiada, tapi sebagian diriku menolak hal tersebut, ada perasaan kalau dia masih hidup, walau buktinya sudah terlihat begitu nyata tentang ketiadaannya."
Xie Lian hanya bisa mengusap surai Hua Cheng agar lelaki itu sedikit tenang. Ada rasa tidak tega dalam hati Xie Lian melihat Hua Cheng yang terlihat begitu rapuh jika menyangkut soal keluarga.
"Jika kau memang beranggapan begitu maka yakinkan dirimu jika dirinya masih ada." Hua Cheng mengedipkan kedua matanya seperti anak kecil di hadapan Xie Lian. "Gege, tidak marah?" Xie Lian terkekeh mendengar pertanyaan hua cheng yang terlihat seperti bocah umur lima tahun. "Kenapa harus marah? Lagian tidak ada salahnya beranggapan seperti itu." Hua Cheng langsung menghempaskan tubuh besarnya untuk memeluk Xie Lian dengan erat. "Ayo menikah!" satu tepukan koran yang digulung mengenai kepala Hua Cheng yang tentu saja tidak sakit."Enak saja! Kata ingin menunggu Nona Yanli dulu ."
"Si merak kuning itu terlalu lama melamar Jiang Yanli membuatku gemas setengah mati, astaga!"
Xie Lian terkekeh geli mendengar celotehan Hua Cheng tentang pasangan itu. Ya, harus diakui apa yang dikatakan oleh Hua Cheng memang benar.
Jin Zixuan adalah orang yang cukup jual mahal atau bisa dibilang ia adalah orang yang cukup tsundere jika bersama orang yang ia sukai.
Padahal sudah terlihat dengan jelas jika lelaki bermarga Jin itu menyukai Jiang Yanli sejak awal masuk SMA.
Sedangkan untuk Jiang Yanli sendiri adalah wanita yang cukup lembut dan terlalu polos sehingga tidak mengetahui jika orang yang ia sukai juga menyukai dirinya.Rasanya Xie Lian ingin tertawa ketika mendengar curahan Wei Wuxian dan Jiang Cheng tentang ketidak setujuan mereka jika Jiang Yanli dipasangkan dengan Jin Zixuan. Dua saudara itu memang begitu posesif terhadap Jiang Yanli berbeda dengan Hua Cheng atau Luo Binghe yang sangat menyetujui hubungan Jiang Yanli dengan Tuan Muda Jin itu.
Bahkan dibeberapa kesempatan Hua Cheng dan Luo Binghe akan mendekatkan Jin Zixuan dengan Jiang Yanli dan berakhir kacau karena ulah posesif Jiang Cheng dan Wei Wuxian.
"Aku ingin cepat semua ini berakhir dengan indah, Gege." gumam Hua Cheng sebelum akhirnya mengecup bibir manis Xie Lian.
Tbc.
........................................................................
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother (Ramake)
RandomIni akun asli penulis. Karya tidak menjiplak Ada apa dengan keluarga ini? Apa yg di sembunyikan sehingga banyak masalah yg terjadi? Apa semua akan baik2 saja? Lanjutan dr brother yg lama. #Wangxian #Xicheng #Hualian #BighZun