Pertemuan

17 2 0
                                    

Hujan sepertinya tidak mengurangi intensitas dirinya. Angin semakin bertiup menemani tetes air dari langit. Kolaborasi mereka pertanda bahwa hujan akan berlangsung lama. Dewi bersama Viola masih bergumul dengan tugasnya, terlihat dari buku-buku yang mereka baca halaman demi halaman. Viola terlihat jenuh, sedangkan Dewi masih terjaga konsentrasinya.

"Pusing aku, Wi..." Memijat ringan kepalanya.

"Tugas macam apa ini? Era serba modern seperti ini masih harus menulusuri sejarah peninggalan kerajaan? Internet juga tidak membantu sedikitpun. Apa perlu kita berangkat ke Pusat Arsip Nasional hanya untuk tugas? Andai saja Doraemon memang benar-benar ada ya, Wi...?" Keluh Viola pada sahabatnya.

"Wi... Dewi... Kamu dengar aku? Astagaaa..." Viola dibuat keheranan setelah melihat Dewi.

"Dewi Karlina, sejak kapan kamu menggunakan earphone sambil membaca?" Ucap Viola setelah melepaskan alat tersebut dari telinga sahabatnya.

"Eh, apa Vi? Kamu bilang apa?" Tanya Dewi layaknya tanpa dosa.

"Sudahlah Wi, lupakan saja". Ketus Viola.

"Jika kamu sudah jengah tinggalkan saja, biar aku di sini. Pulanglah. Sudah hampir malam". Viola melihat jam dinding menunjukkan pukul 17:12.

Kedua sahabat ini sangat berbeda karakter, Viola adalah gadis tomboy. Perilakunya terbentuk karena dia adalah anak tengah dari tiga bersaudara, dan hanya dia perempuan. Sejak kecil Viola bermain dengan laki-laki, menurutnya berteman dengan perempuan terlalu banyak tangis dan air mata. Berkelahi dengan laki-laki juga pernah ia lakukan selagi duduk di bangku SMA, walaupun pada akhirnya babak belur. Sedangkan Dewi gadis feminim, hanya berteman dengan buku, terlihat dari kacamata bulat besar hampir menutupi wajahnya. Sangat bertolak belakang dengan Viola.

Pertemuan mereka diawali ketika Dewi seringkali mendapat rundungan akibat rambut kepang dua yang menjadi andalannya. Saat itu Viola hadir, akhirnya mereka bersahabat hingga sekarang. Meskipun begitu mereka masih wanita normal dalam urusan cinta.

"Kita belum makan sedari siang, Wi. Tinggalkan saja, kita lanjutkan besok". Ajak Viola.

"Aku menunggu Kak Sarah, bukunya ada padaku. Kamu saja pergi". Jawab Dewi menolak ringan.

"Buku apa yang kau pinjam?"

"Bukan pinjam, bukunya tidak sengaja terbawa di tasku".

"Kidung, buku apa ini?". Viola mengambil tanpa izin.

"Entahlah, aku juga kurang mengerti. Jangan dibuka, mungkin itu buku pribadi. Tidak sopan". Viola meletakkan kembali buku itu di atas meja.

"Ayo kita bereskan yang ada di meja, lalu kita makan malam dan pulang. Aku tahu tempat makan enak sekitar kampus. Nanti aku traktir". Sepertinya Dewi paham apa yang diinginkan Viola.

"Tidak perlu Wi, kamu tinggal di kost. Biar aku saja yang bayar. Aku tahu kamu butuh uang ekstra untuk hidup di kota. Sedangkan aku, masih menumpang dengan orang tua. Maaf, jangan tersinggung". Sambil merapihkan buku-buku dan beranjak pergi bersama.

"Tidak apa, sesekali aku yang traktir. Kebetulan aku dapat kiriman lebih bulan ini". Balas Dewi.

Viola mengiyakan ucapan Dewi, perbedaan latar belakang keluarga dan faktor ekonomi membuat mereka semakin lebih dekat. Dewi harus meninggalkan desa setelah dirinya mendapat surat undangan pendaftaran di kampus bergengsi yang ia tempati sekarang. Bukan hanya itu, Dewi harus meyakinkan paman dan bibinya agar dapat merelakan dirinya merantau ke kota. Karena sejatinya, Dewi sudah yatim piatu sejak kecil. Seringkali Viola mengajak tinggal di rumahnya, tetapi Dewi selalu menolak. Kebetulan kedua orang tua Viola setuju jika mereka ikut mengasuh Dewi layaknya keluarga sendiri.

Brukk...!

Dewi bertabrakan dengan seorang wanita di persimpangan lorong, seketika buku yang mereka bawa jatuh berhamburan.

"Maaf, saya tidak lihat". Dewi mengawali.

"Tidak, saya yang harus minta maaf".

Keduanya merapihkan buku milik masing-masing.

"Kau buta? Atau kamu pikir kami ini hantu?!" Bentak Viola berdiri bertolak pinggang.

Brakk..!

"Hei, Nona cantik. Siapa yang kau sebut buta? Hah?!". Dengan cepat Zahara menyambut kerah Viola, mendorongnya, dan menyudutkannya ke dinding.

"Wow, rupanya ada Wonder Woman di sini. Apa yang kau inginkan? Berkelahi?!" Jawab Viola menatap tajam kedua bola mata Zahara.

"Jika itu yang kau mau, aku bisa melakukannya sehari semalam". Tegas Zahara.

"Sudahlah Vi, aku yang menabraknya. Aku yang salah". Jawab Dewi lirih.

"Kamu dengar apa yang dia bilang wahai bodyguard?" Genggaman di kerah Viola tak melemah sedikitpun.

"Hei... Hei... Ada apa ini?" Adrian datang langsung melepaskan cengkraman tangan Zahara. Alex hanya terdiam terpaku.

"Bilang pada kekasihmu ini, agar lebih menjaga sopan santun". Zahara menunjuk wajah Adrian penuh kesal.

"Wow... Wow... Wow... Apakah aku melewatkan sesuatu di sini?". Setibanya Danu menghampiri Zahara.

"Ah tidak, mungkin hanya salah paham. Sudahlah kawan". Alex mencoba menenangkan Danu.

"Hei, apa kau sedang mencoba mengganggu kekasihku pria tampan?". Danu mendekati Adrian hingga wajahnya saling bertemu. Eyes to eyes.

"Sepertinya tuan muda kita satu ini banyak bicara". Kali ini ketegangan beralih antara Danu dan Adrian.

"Kalian sudahlah, ini hanya kecelakaan biasa. Lagipula aku yang salah, dan aku sudah meminta maaf padanya". Dewi mengucapkan dengan mata berkaca-kaca.

"Ada apa ini? Sepertinya akan ada pertumpahan darah di sini". Mike datang menggunakan kaos oblong. Dengan bola basket di antara pinggul dan telapak tangannya. Mike adalah ketua umum BEM* yang sangat disegani anggotanya. Bagaimana tidak, tingginya melewati dua meter. Berwajah asia, bertubuh eropa. Mike aktif dalam organisasi judo, teater, juga basket. Tak heran dengan postur tubuhnya saja bisa membuat orang lain bergidik ngeri.

"Ah, Kak Mike. Tidak ada apa-apa di sini, hanya kesalahpahaman biasa". Alex merayu agar suasana tidak semakin tegang.

"Viola, Dewi, ayo kita pergi". Adrian berpaling bersama Alex dan kedua wanita tersebut mengikuti.

Tanpa mereka sadari, pertemuan yang baru saja terjadi adalah awal dari teror yang nanti akan mereka hadapi bersama.

*****

*Badan Eksekutif Mahasiswa

*Badan Eksekutif Mahasiswa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mereka Yang Kusebut Hantu 2 (Sekuel) (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang