Perjalanan

7 1 0
                                    

Dewi, wanita cantik bertubuh mungil ini sudah dipindahkan ke rumah sakit oleh pihak kampus. Kondisinya masih belum sadarkan diri. Vonis dokter mengatakan Dewi mengalami koma. Infus, dan nasal kanul, terpasang lengkap di tubuhnya. Dewi terbaring diam, tanpa ada gerakan walau hanya seujung jari.

Adrian, Danu, Alex, Viola, dan Zahara menjenguk Dewi, mengitari ranjang tempat tubuh sahabatnya diletakkan. Tak ada suara dari mulut mereka, hanya alat elektrokardiogram menggema di ruangan tersebut.

Nitt...

Nitt...

Nitt...

Nitt...

Detak jantung Dewi masih ada, hembusan napasnya masih terasa, hanya saja Rohnya pergi entah kemana.

"Wi... bangun... aku merindukanmu...". Viola berbisik di telinga Dewi, walau tahu takkan ada jawaban darinya.

"Dri... tolong Dewi..."

Adrian diam seribu bahasa.

"Lex... tolong Dewi..."

Alex masih tak bergeming sedikitpun.

"Lelaki macam apa kalian! Hanya bisa diam tanpa berbuat apa-apa! Dasar bajingan!".

"Bajingan!"

"Bajingan!"

"Bajingan!"

Viola memukul dada bidang milik Adrian. Lagi, lagi, dan lagi. Tak ada perlawanan berarti darinya. Viola menangis sesegukan, air matanya membanjiri pipi. Danu dan Zahara tak berkutik melihat tingkah Viola.

"Dri... aku mohon... tolong Dewi...". Ucapnya dalam tangis.

"Aku... mohon... Dri..."

"Demi Dewi aku moh....". Viola tak sadarkan diri dalam pelukan Adrian.

*****

Setelah berunding dengan tingkat kematangan yang tepat, mereka berlima sepakat akan pergi. Menemui arwah Dewi, mengajaknya pulang, kembali ke Jakarta, dan selesai. Sekarang mereka harus pulang ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan peralatan yang harus dibawa, dua jam kemudian sudah harus berkumpul kembali di pelataran kampus.

"Perjalanan kita akan sangat jauh dan memakan waktu yang lama, bagaimana kita bisa sampai ke sana dengan cepat?". Tanya Alex sebelum membubarkan diri.

"Ayolah, Lex. Jangan berlagak bodoh".

*****

Danu menyetir mobil yang bukan miliknya, Adrian menemani sebagai navigator. Zahara, Viola sudah terlelap di kursi tegah. Alex? Bercengkrama dengan tas gunung para sahabatnya. Terkadang, berteman dengan anak orang kaya sangat bermanfaat. Tubuhnya diselimuti ketakutan. Belum jauh kendaraan mereka keluar dari kota Jakarta, ponsel Alex bergetar di saku celananya. Rasa takut itu kini menjadi kenyataan.

"Halo, Bang..."

"Kau bawa kemana mobilku, Lex?"

"Aku pinjam untuk acara kampus."

"Sedikit saja kau gores mobil itu, jangan harap kau bisa berjalan lagi!"

"Aku dipaksa Adrian."

"Jangan banyak alasan kau busuk!"

Tuuut...

Tuuut...

Tuuut...

"Tolong aku Tuhan..." Terucap di benaknya.

Alex menitikkan air mata. Bukan air mata kesedihan, tapi air mata ketakutan. Takut ancaman kakak laki-lakinya setelah pulang dari misi ini. Adrian, Danu hanya bisa tersenyum melihat keakraban kakak beradik tersebut.

Malam masih panjang. Bulan bertengger dalam langit gelap. Mesin mobil menderu memacu tenaganya. Atas nama kesetiakawanan mereka melakukan perjalanan yang sama, untuk tujuan yang sama, demi Dewi.

*****

"Dokter...!"

"Dokter...!"

Seorang perawat berlari menuju ruang di ujung koridor. Napasnya terengah-engah setelah sampai di tempat yang dimaksud.

"Dokter....! Ada gerakan dari pasien bernama Dewi Karlina!"

! Ada gerakan dari pasien bernama Dewi Karlina!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mereka Yang Kusebut Hantu 2 (Sekuel) (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang