Ki Darmo

7 1 0
                                    

Atas petunjuk dari istri mendiang Pak Darmawan, kini Alex, Zahara, Adrian, Viola, dan Danu sudah sampai di rumah yang hampir keseluruhannya adalah bambu. Dinding yang terbuat dari anyaman bambu, tonggak bambu yang lebih besar dijadikan tiang utama, diikat menggunakan ijuk antara satu bambu dengan yang lain, ditambah daun kelapa kering sebagai atapnya. Bangunan kecil yang sudah reyot tersebut lebih mirip gubuk jika dilihat. Letak gubuk itu pun jauh dari pemukiman warga.

Sekarang mereka duduk bersila di hadapan lelaki renta. Tampak mulutnya sudah tenggelam di antara janggut putih tebal yang menyatu dengan kumis. Menggunakan baju lurik dan kain sarung sebagai pakaian, juga kepala yang ditutup dengan balutan kain batik. Suasana magis terasa lebih pekat ketika mereka melihat boneka santet yang tubuhnya sudah ditusuk banyak paku, semerbak bau kemenyan juga terasa di penciuman mereka.

"Jadi kalian ke sini bukan untuk kekayaan?"

"Bukan, Mbah"

"Panggil saya Ki, Ki Darmo"

"Baik, Mbah. Eh, maksud saya, Ki". Alex menjawab gugup.

"Kalian datang juga bukan untuk memikat pasangan?"

"Bukan, Ki".

"Pangkat atau jabatan tinggi?"

"Bukan juga, Ki".

"Lalu apa yang membuat kalian datang?"

"Kami ingin membantu teman".

"Apa maksudmu?" Ki Darmo bingung.

"Setelah menemukan buku ini kami mengalami kejadian mistis. Terlebih lagi salah satu teman kami, arwahnya tidak kembali lagi ke tubuhnya. Seperti dibawa pergi". Adrian menyodorkan buku yang dimaksud. Sejenak, Ki Darmo membuka beberapa lembar memahami isi buku tersebut.

"Pada saat kejadian itu apakah kalian ada disana?"

"Kami melihatnya langsung, Mbah Darmo. Maaf, maksud saya, Ki Darmo".

"Sekali lagi kau panggil aku Mbah, kukirim teluh masuk ke perutmu!". Tunjuk Ki Darmo pada Alex.

"Maaf, Ki". Alex tak ingin menjawab lebih.

Ki Darmo mengambil sejumput bubuk pasir lalu menuangkan pada bara api yang ada di hadapannya, buku yang ia genggam diputar-putar mengelilingi asap kemenyan, membuka, dan menaruhnya. Ki Darmo mengambil sebilah keris di sampingnya, telapak tanganya disayat hingga darah segar menetes pada buku tersebut, lalu komat kamit membaca mantra.

"Aaaaarrrggh....!"

Tubuh Zahara menegang, kepala mendongak keatas, mulutnya menganga lebar, matanya berubah putih tanpa hitam ditengahnya.

"Kulonuwun..."* Sapa Ki Darmo.

"Monggo"** Jawab Zahara. Bukan. Kali ini bukan Zahara yang menjawab. Suaranya lebih anggun dan lembut.

"Niki sinten?"***

"Kulo, Nilam Sri Wedhari"

"Kulo Ki Darmo, mewakili anak-anak muda ini. Mereka ingin bertanya mengenai buku yang mereka bawa. Maaf jika kami lancang". Kedua telapak tangan Ki Darto menyatu dan menempelkan di keningnya. Layaknya memberikan salam.

"Buku itu memiliki aura jahat. Sangat kuat. Selalu minta darah".

"Roh teman kami tidak kembali semenjak mengenal buku tersebut, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Danu.

"Pasrahkan saja. Dia sudah mati".

"Jangan sembarangan bicara kau hantu jelek!"

Sontak Zahara menoleh. Tubuh Viola terpental seketika. Pemilik tubuh Zahara tersinggung dibuatnya.

"Kulo nyuwun pangapunten menawi wonten kalepatan"**** Potong Ki Darmo.

"Buku yang kalian bawa sudah ada semenjak kami belum ada, seseorang telah menciptakannya. Jika kalian belum terlambat, kalian bisa menemukan arwahnya di sana. Tetapi jika kalian memang ingin menjemputnya, nyawa kalian menjadi taruhan".

"Lalu kemana kami harus pergi?". Ucap Adrian yang sedang memegangi kepala Viola di pangkuannya.

*****

*Permisi
**Silahkan
***Ini siapa
****Kami mohon maaf apabila ada kesalahan

*Permisi**Silahkan***Ini siapa****Kami mohon maaf apabila ada kesalahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mereka Yang Kusebut Hantu 2 (Sekuel) (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang