Prolog

3.4K 281 128
                                    

Unconditionally
By in_stories

•••••

Hujan turun. Kilat yang menyambar disertai gemuruh, membelah langit malam yang pekat tanpa bintang dan rembulan. Namun, tidak membuat jalanan serta tempat tongkrongan sepi oleh para manusia dengan bermacam jenis kesibukan dan urusan.

Laily turun dari sepeda motor dan mengesahkan napas lega, merasa beruntung karena terselamatkan dari keroyokan air yang berjatuhan dari nabastala. Hanya tertimpa oleh rintik yang membuat pakaiannya sedikit lembap.

"Kamu nggak kuyup, 'kan, Mas?"

Lelaki yang ditanya menggeleng. "Bener kata kamu, Yang, harusnya pakek mobil aja." Ali melepas helm, lalu menanggalkan jaket kulit dari tubuhnya dalam posisi masih terduduk di atas Ninja yang menjadi tunggangannya sejak bangku 3 SMA.

Laily memberi jeweran kecil pada telinga sang suami. "Ngeyel, sih, dibilangin istri!" ujarnya dengan nada dibuat kesal.

Si lelaki justru terkekeh. "Kalo pakek motor ngerasa berjiwa muda, Yang. Biar sekalian nostalgia waktu kita belum punya mobil."

"Inget umur, Mas! Kamu udah 32." Laily mendengkus geli.

Lagi-lagi, lelaki itu memamerkan tawanya yang terdengar begitu renyah. "Tapi, aku masih keliatan muda, kok!" katanya dengan wajah percaya diri. "Rasanya baru umur 25." Ali beranjak dari jok motor.

 Laily berdecak. Diberikannya cubitan gemas pada pinggang sang suami yang berhasil ia rengkuh. "Menolak tua, gitu?" cibirnya.

"Aku nggak menolak tua. Emang, muka aku yang nggak mau tua," Ali berkelit. Lengannya kemudian merangkul pundak Laily, menginstruksikan untuk lekas memasuki mall.

"Sak karepmu, Mas. Sek penting koe seneng." Laily mengeluarkan logat Jawa-nya yang kental.

Ali tertawa. "Nduk?"

Wajah cantik Laily yang terbalut pasmina warna maroon terdengak atas panggilan lembut sang suami.

"Mung koe sek tak tresnani."

"Wes ngerti, Mas."

Ali kembali tertawa. Langkah kakinya kemudian mengikuti ke mana sang istri akan menuju tanpa mencerai rangkulan penuh kepemilikan. Keduanya berputar-putar di lantai satu terlebih dahulu. Mendatangi bazar buku yang tengah berlangsung dan membeli beberapa buku bacaan pilihan masing-masing sebelum berpindah menuju lantai dua.

"Mau nonton nggak, Mas?" Laily menawarkan kala pergerakan eskalator secara perlahan mengantarkan mereka ke lantai dua yang masih sama ramainya. Tas belanja yang selalu ia bawa sebagai sebuah tindakan mengurangi penggunaan plastik, tertenteng di tangan Ali.

"Kamu sendiri mau nonton nggak?" Ali membalik pertanyaan.

Wajah Laily tengadah. "Pingin jalan-jalan gini aja sama kamu, Mas." Lengannya semakin erat merengkuh pinggang Ali. "Habis belanja baju, makan, terus pulang, ya?"

Lantai dua sempurna mereka jejaki. Laily mengarahkan sepasang kaki keduanya pada sebuah toko pakaian dewasa yang sering mereka datangi.

"Tumben mau cepet-cepet pulang?" Kedua alis Ali terangkat. Dia melepas rangkulan ketika sang istri mulai bergerak untuk menjelajah pakaian pria.

"Sekarang tanggal berapa coba?" Laily mengambil sebuah kemeja putih dan dua kaus santai, lalu mengepaskannya pada badan suaminya yang tegap menjulang. "Masa lupa, sih?"

UnconditionallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang