tujuh

467 69 6
                                    

Allesya pov

"A-yah"

Gawat kini ayah telah memergokiku dengan Raja Mamera. Apakah kali ini aku akan diusir dari rumah. Mengingat Mamera adalah musuh kerajaan Cercia yang otomatis juga akan menjadi musuh ayahku.

Aku segera mendorong tubuh Zevan agar menjauh. Ayah nampak sangat marah. Yah pantas saja seorang ayah akan marah jika melihat putrinya akan berciuman di depan matanya. Bahkan itu dengan orang asing yang merupakan musuh.

Ayah semakin mendekat kearah kami.
"Salam Yang Mulia Raja" Bukannya marah, ayah malah memberi hormat kepada Zevan.

"Lama tak bertemu Duke Aston"

"Apakah anda ada keperluan dengan putri saya Yang Mulia"

"Tidak. Aku kemari untuk menemui mu"

Apa sebenarnya yang terjadi. Mengapa Zevan datang menemui ayahku. Apa ayah akan merencanakan pemberontakan. Tapi itu tidak mungkinkan. Ayahku sangat setia kepada Cercia. Bahkan ayah juga setuju saat aku meminta bertunangan dengan putra mahkota Cercia.

~~~~~~~~~~~

Kini kami bertiga duduk di ruang tamu sambil menikmati teh. Aku menoleh ke arah ayahku yang nampak tidak senang dengan kehadiran Zevan. Namun ayah masih menunjukkan rasa hormat kepadanya.

Dilihat dari wajahnya tidak mungkin ayah akan bersekutu dengan Raja Mamera. Aku merasa sangat lega. Jika saja ayah menjadi sekutu Mamera maka usahaku untuk menghindari kematian akan sia-sia. Aku tetap saja akan mati dengan jalur lain.

"Apa yang ingin anda diskusikan kepada saya Yang Mulia"

Zevan melirik ke arahku. Mengisyaratkan bahwa aku harus pergi meninggalkan mereka. Aku langsung berdiri dan memberi salam kepada mereka.

Aku pergi meninggalkan ruangan. Yah mungkin saja mereka sedang berdiskusi tentang rencana perdamaian. Sangat bagus. Itu akan menjadi jalan terang untuk kisah cinta Aldrik dan Sabrina. Akhirnya aku bisa hidup damai tanpa kegelisahan.

Dan aku juga harus merelakan Aldrik. Memang itu yang sudah ditakdirkan. Lagi pula masih banyak pria diluar sana yang menawan seperti sir Arden.

Seorang pengawal perjalan menghampiriku
"Salam nona. Anda memiliki surat dari istana"

Aku menerima sepucuk surat yang terbungkus rapi dalam amplop berlambang kuda putih bersayap lambang Cercia.

Rupanya masalah baru telah datang. Kini aku harus menemui Malaikat Kematian lagi. Putra Mahkota mengundangku ke istana. Mungkin undangan ini merupakan perintah dari Ratu. Mana mungkin pria yang membenciku memberi undangan kepadaku.

Dari pada pusing memikirkannya lebih baik aku melanjutkan rencana ku yang sempat tertunda. Aku kembali menuju tempat pelatihan prajurit. Tidak lupa dengan penutup kepala untuk menyamarkan wajahku. Aku harus bergegas supaya tidak ada lagi yang memergoki.

Kini persiapanku lebih matang dari sebelumnya. Aku membawa palu supaya jalan keluar lebih lebar dan leluasa untukku. Tanganku mulai memukul tembok dengan palu. Suara keras timbul akibat benturan palu pada tembok. Semoga saja tidak ada yang datang sebelum aku menyelesaikannya.

Akhirnya lubang tembok bertambah menjadi lebih besar dari sebelumnya. Aku mulai mengeluarkan tubuhku dari dalam. Kini aku telah sampai pada pemandangan dunia luar yang sangat kurindukan. Lega rasanya setelah sekian lama terkurung didalam tembok besar ini. Tak perlu basa-basi aku langsung melangkahkan kakiku menuju pedesaan.

Suasana pedesaan sangat tentram dan damai. Wajah-wajah penduduk nampak bahagia menandakan keadaan kerajaan yang makmur. Aku kembali melangkah. Kini suasana berganti dengan pasar yang ramai sama seperti terakhir kali aku disini.

Finding RomeoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang