sembilan

405 60 1
                                    

"Apa yang anda lakukan Yang Mulia!"

Tindakan tiba-tibanya membuat jantungku hampir copot. Pipiku terasa terbakar hebat. Aku mengedipkan mata berulang kali. Ia mencuri ciuman pertamaku!.

"Bukankah kau menginginkannya saat menutup mata"

Apa-apaan itu ia telah salah paham besar.

"Yang Mulia! Bagaimana bisa saya berpikiran begitu kepada anda. Sa-ya hanya berpikir anda mungkin akan menenggelamkan saya disini"

Zevan terlihat sedih. Mengapa ia sedih. Seharusnya akulah yang pantas bersedih disini. Padahal aku ingin memberikan ciuman pertama pada orang yang ku cintai. Bukannya dengan pria yang sepertinya membenciku. Dan lebih parahnya ia penyuka sesama jenis.

Mungkinkah ini tindakan untuk menutupi fakta tersebut. Itu juga bisa saja terjadi. Mentang-menatang seorang raja. Bisa-bisanya ia berbuat sesuka hati. Ini merupakan tindakan pelecehan tau.

Aku ingin sekali menamparnya. Tapi Zevan adalah seorang raja. Mungkin aku akan diberi imbalan penggalan kepala. Untung saja tidak ada yang melihat di sekitar sini. Bisa rusak reputasi ku sebagai tunangan Putra Mahkota.

"Apa aku terlihat begitu jahat di matamu"

Mana tidak terlihat jahat. Ia adalah Raja Kerajaan musuh sekaligus kakak dari Sabrina. Bahkan ia juga terlihat berbahaya di mataku.

Zevan berbalik menuju kudanya. Ia menaikkan tubuhnya di atas kuda.

"Tunggu Yang Mulia! Anda mau kemana. Bukankah anda ingin menghukum ku disini!"

Zevan tetap pergi dengan kuda yang melaju dengan cepat. Bahkan ia tak menoleh ke belakang sedikit pun. Apakah ia akan meninggalkanku sendirian di sini.

Bagaimana bisa seorang pria meninggalkan wanita sendiri di danau sepi dekat hutan. Dia memang sangat jahat. Apakah ini hukuman darinya. Baiklah aku akan menganggap ini sebagai hukumannya.

Hari sudah semakin gelap dan parahnya aku tidak tau jalan pulang. Bahkan saat kesini tadi kita melewati jalan yang memiliki ratusan belokan. Arghh bagaimana ini. Mau tidak mau aku harus berjalan dan berjuang sendiri untuk pulang.

Aku mulai berjalan menuju desa. Kini matahari telah menghilang sepenuhnya. Desa juga sudah sangat sepi. Aku tidak bisa bertanya arah kepada siapa pun. Nasibku sangat buruk hari ini.

Bagaimana jika aku bertemu dengan perampok lagi seperti waktu itu. Zevan juga tidak akan mungkin menolongku lagi. Karena ini adalah hukuman darinya. Aku takut sekali.

Belokan demi belokan telah ku lewati. Tetapi tidak ada satupun yang benar. Rasanya aku malah semakin menjauh dari arah pulang.

Bayangan hitam lewat dibelakang ku. Mungkinkah itu perampok. Aku sudah trauma dengan hal seperti ini. Aku harus segera pergi. Kakiku terus saja ku paksa melaju dengan kencang meskipun rasanya akan patah.

Aku terjatuh pada belokan. Kakiku terasa mati rasa karena terlalu lama berlari. Bayangan itu semakin mendekat. Tidak. Menjauh lah dairku. Tangannya ingin meraihku.

Aku memejamkan mata takut. Apakah aku akan mati hari ini.

"Allesya!"

Tiba-tiba ada suara yang memanggilku dari belakang. Aku membuka mata. Bayangan itu telah hilang. Mataku beralih ke arah belakangku. Ada rombongan orang berkuda yang dipimpin oleh seseorang yang terlihat mirip dengan ibuku.

"Kakak!"

Dia adalah kakakku Asker de Aston. Aku langsung berlari ke arahnya dan memeluknya. Aku takut sekali. Tak terasa air mataku luruh di pundak kakaku. Ia mengelus rambutku lembut.

Finding RomeoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang