12. Dia datang

39 16 37
                                    


4 hari telah berlalu sejak Rafa pertama kali menemui Mama dan saat itu juga Rafa sering menemani Aruna dirumah. Tanpa membantah atau curiga Mama mengizinkannya membuat Aruna senang.

Ketika Rafa bermain di dalam kamar, Aruna selalu memakai Tajuk Mahkota di atas kepalanya. Rafa sampai memujinya berulang kali memicu pipi Aruna memerah. Dirinya turut gembira ketika Mama sungguh menyukai temannya.

"Arun! Mama mendapat pesan lagi. Katanya dia teman kecilmu," pekik Mama dari lantai dasar.

Aruna mendengus. Kurang kerjaan banget ya penipu. Ia sedang asyiknya memakai Tajuk Mahkota tiba-tiba dihadapkan perihal penipu itu datang kembali. "Iya, Ma! Tunggu, aku turun ke bawah!" balas Aruna berteriak agar Mama mendengarnya.

Pelan-pelan Aruna menuruni ranjang lalu meraih tongkatnya. Benda yang diberikan oleh Rafa ia letakkan di atas kasur. Mulai melangkah, Aruna penasaran dengan orang yang mengirimkan chat kepada sang Mama.

"Ma, siapa sih dia?"

"Enggak tahu sayang. Kayaknya kali ini nomornya beda," sahut Nana masih memegang ponselnya.

"Benar? Nomornya beda?"

"Iya. Mama ingat nomor sebelumnya belakangnya lima, sekarang dua. Berarti lain," balas Nana sambil mengelus surai hitam milik Aruna.

"Dia bilang apa, Ma?" gara-gara dirinya tak bisa melihat, Aruna jadi kesal tidak bisa membaca pesan dari orang itu.

"Dia bilang, katanya nanti malam mau kesini," jawab Nana memandang layar gadgetnya.

"Lho? Sekarang udah sore. Sebentar lagi dong. Ma, hati-hati takutnya dia orang jahat," peringatnya kepada sang Mama. Ia masih teringat dengan orang pengirim pesan seperti itu yang katanya adalah teman masa kecilnya. Tahu-tahu hanya penipu.

"Iya, sayang. Coba aja dulu. Siapa tahu memang benar teman kecilmu," usul Nana tersenyum. "Rafa tadi pulang jam berapa sayang? Mama gak melihatnya saat pulang," tanya Nana masih membelai surai hitam milik Aruna.

"Tadi Rafa sebentar doang main dikamar Aruna. Dia ada urusan mangkanya buru-buru pulang," balas Aruna, yang sedang merasakan sentuhan diberikan Mama pada rambutnya.

"Non, mau cobain seblak ala-ala Bi Yanti?" tawarnya tiba-tiba.

"Boleh, sini aku akan mencobanya," sahut Aruna mengulurkan tangannya untuk mengambil mangkuk yang akan dikasih oleh pembantunya.

"Ini, Non." Yanti sangat berhati-hati meletakkannya di telapak tangan Nonanya.

Aruna langsung mencicipi. "Enak, kok," pujinya tersenyum. Masakan Bi Yanti semuanya memang selalu enak. Maka dari itu dia diterima jadi pembantu oleh Mama dan Papa.

"Wah, makasih, Non." Yanti lansung mengambil seblak yang berada ditangan Nonanya dengan hati-hati kemudian kembali ke dapur.

+*+*+*+*+*+*+*+

Aruna menunggu di sofa–--hampir satu jam. Ia menanti orang yang tengah ia tunggu-tunggu. "Dia lama banget sih. Sebentar lagi waktunya aku tidur," gumam Aruna sebal.

"Permisi... Assalamualaikum...."

Baru saja bergumam kesal, seseorang dari luar memberi salam tanpa mengetuk pintu. Aruna spontan bangkit. Berjalan pelan dengan tongkatnya. Lalu dipertengahan langkah, ia berhenti sejenak.

"Halo, Arun."

"Kamu siapa?"

"Aku Bima," sahutnya tak sabar ingin memeluk sahabat masa kecilnya yang sangat dirindunkan namun dirinya berupaya agar tidak berbuat seperti itu.

Tajuk Mahkota (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang