16

155 16 4
                                    

Ai menyangga wajahnya bosan dan juga sedih, bagaimana tidak bosan jika dia tidak diperbolehkan melakukan apapun dan hanya duduk?

Ai menatap uluran tangan Deo, "gue tau lo bosen, ayo gue ajak jalan-jalan," ucap Deo tersenyum.

Tidak dapat dipungkiri mood Ai kembali melonjak naik mendengar hal itu, dengan senyuman lebarnya dia meraih tangan Deo yang terulur.

Belum sampai lima langkah Geo langsung menghadangnya dengan matanya yang menginterogasi, "mau kemana? Ini lagi panas jangan keluar kemana-mana!" Perintahnya jutek.

Deo melirik Ai yang kembali murung dan dia tidak suka itu, "dia sama gue Ge,"

Geo tetap menggeleng kuat, "dia..." Geo menunjuk Ai diiringi tatapan tajamnya.

"Dia ga boleh keluar kemanapun Deo."

"Abang! Aku bosen!" Seru Ai akhirnya membuka suara.

"Aku ga mau dikurung! Aku ga mau cuma diem aja di sini! Aku ga mau diperlakukan sebagai anak kecil! Aku bukan balita lemah bang! Ayolah sikap kalian yang kayak gini buat aku ga betah," keluh Ai menatap satu persatu orang yang kini mengerubunginya.

Ai tentu punya rasa bosan jika sikap mereka terlalu over hingga dia tidak boleh melakukan apapun. Bahkan berjalan pun dia tidak diperbolehkan lama-lama.

Menarik nafasnya dalam Ai mengucapkan perkataan yang bisa buat mereka terkejut, "aku lebih mudah meninggal kalo kalian seperti ini."

"Kamu ngomong apa sih?!" Seru Geo tidak menyukai ucapannya.

"Makanya jangan larang aku buat beraktifitas seperti biasanya!" Balas Ai emosi juga.

Ai mengusap wajahnya pelan, "kalian buat aku sedih tau. Kalian nyuruh aku buat berhenti kuliah dan aku turuti itu, dan aku ga mengharapkan buat dikurung kayak gini. Aku ga lumpuh! Penyakitku ga menular jadi ga masalah kalo aku keluar rumah, ayolah!"

Semua orang kini terdiam menatap Ai yang sudah mengutarakan pendapatnya, "udah?" Tanya Geo tanpa beban.

Seketika Ai ingin menangis sekencang-kencangnya, dengan kesal dia meninggalkan semua orang dan mengunci dirinya di dalam kamarnya sendiri.

"Dek, dek dengerin abang" Gio menutup matanya ketika pintu itu hanya berjarak beberapa centimeter saja dari hidungnya. Dia tidak sempat menahan adik perempuannya itu.

Gio menatap Geo malas, "gue udah bilang kan jangan terlalu berlebihan,"

"Gue ga bisa kehilangan dia. Gue ga akan terima kalo dia pergi." Ujar Geo pelan.

El menghela nafasnya mengusap lengan putra pertamanya ini, "nak, Ai ga suka kalo sikap kamu berlebihan seperti ini. Kasih pengertian Geo, kamu pasti pernah ngerasain juga kan?"

Geo mengepalkan tangannya erat, "aku  ga mau bunda, aku ga mau kalo harus mengabaikan kondisinya."

"Ga, kata siapa kamu mengabaikannya? Dengar sayang, kita masih bisa memperhatikan dia dari kejauhan dan bisa memastikan kondisinya dengan baik. Jangan seperti ini, bunda mengerti kekhawatiranmu tapi bunda tidak bisa memaksa Aisyah buat tidak bergerak sama sekali. Dari pagi dia selalu dilarang kamu melakukan apapun dan karena itu Aisyah sedih dan bosan." Jelas El memberikan pengertian ke putra pertamanya ini.

Rizal menepuk bahu Geo, "ikut ayah!" Perintah Rizal menarik lengan Geo sedikit kasar.

"Ayah," panggil El mengikuti suaminya.

Gio melihat kepergian mereka akhirnya menghela nafas frustasi lalu mengacak rambutnya kesal. Dia juga khawatir akan kondisi Ai tapi dia juga tidak bisa memaksa Ai untuk tidak pergi kemanapun, Ai punya kehidupannya sendiri dan punya kesibukannya sendiri. Dia tidak mungkin melarang semua hal karena itu akan berdampak seperti ini, adiknya merasa kecewa dan juga sedih.

AITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang