22

112 12 0
                                    

Tatapan mata kosong itu terlihat sangat menyedihkan, dia tidak melakukan apapun kecuali otaknya yang terus menebak apa yang terjadi dengan Deo?

Ai sudah sangat berusaha untuk mencari tau hal itu tapi tidak kunjung menemukannya, enam bulan ini dia sudah berusaha menutup kesedihan yang sangat dalam dari lubuk hatinya.

"Ai!"

Ai langsung mengubah mimik wajahnya menjadi tersenyum, "lo terlambat masuk kelas!"

Ai melototkan matanya lalu langsung berlari memasuki kelas yang dimaksud teman barunya itu, Ai menarik tangan temannya agar ikut berlari.

"Kenapa lo ga hubungin gue?!"

"Sengaja biar lo telat masuk kelas,"

Ai menghentikan laju larinya dan menatap lelaki jakung ini, sengaja katanya?

Ai menatapnya tidak percaya, "apa maksud lo dengan sengaja?" Tanya nya diselingi nada sarkastik.

Dengan tenang lelaki itu mengangguk, "ya, sengaja biar lo di hukum"

"Astaga!"

"Hei tenang,"

"Tenang pala lo! Gue yang kena hukum kampret!"

"Pak Hercules ga dateng hari ini bodoh"

Ai langsung terdiam masih menatap lelaki ini, "beliau cuma kasih tugas aja, makanya orang belum selesai ngomong itu jangan langsung di tarik lari" ujar Felix menyentil keningnya pelan.

"Ya ga tau, lagian lo ngomong setengah-setengah!" Sungut Ai lagi tidak terima disalahkan olehnya, dia kan terlanjur panik tadi makanya langsung lari.

Felix lagi-lagi menghela nafasnya sabar, butuh kesabaran yang besar menghadapi Ai saat ini. Apa lagi Felix baru saja mengenalnya sekitar tiga bulan yang lalu.

Ah ya, kenapa Ai melanjutkan kuliahnya? Itu permintaan kedua abangnya terutama Geo, yang saat itu memaksa Ai untuk berhenti kuliah dan akhirnya dia sendiri yang kembali memaksa agar Ai kembali melanjutkan pendidikannya.

Ai tau alasan kenapa Geo memaksanya lagi untuk lanjut, Ai sangat tau itu dan beruntungnya dia masih bisa melanjutkan semester yang tertunda tanpa harus diulang dari awal.

Ai menghela nafasnya lega, "kapan tugasnya dikumpulin?"

"Hmm mungkin besok,"

"Mungkin? Felix! Lo sebagai ketua kelas ga ada tanggungjawab nya ya! Seharusnya lo pastiin kapan tugas ini dikumpulin..." Ai menjeda omelannya ketika Felix tertawa kencang.

"Lo ketawa?"

"Sorry, gue seneng ngeliat lo ngomel"

Ai lagi-lagi menganga tidak percaya, "lo! Ngerjain gue?!"

"Tenang cantik, gue ini ketua kelas yng paling bertanggungjawab. Tugas ini dikumpulin di kelas berikutnya, tau kan kapan?"

Ai mengangguk, "Dan gue pasti bantu lo nyelesaiin tugas ini."

"Kenapa?" Tanya Ai langsung.

"Gue pasti bisa nyelesaiin tugas ini sendirian." Ujar Ai percaya diri.

Felix kembali tertawa dan kali ini tawa mengejek, "lo ketawa lagi?! Ga percaya gue bisa nyelesaiin ini sendirian?!"

"Percaya kok percaya, ya udah kalo lo ga bisa nyelesaiin hubungi gue aja oke? Gue ada buat lo 24 jam."

Ai berdecih, "urus aja tuh si Marlina, dia kan pacar lo."

Wajah Felix langsung datar mendengarnya, "Lo tau perasaan gue Ai." Jawabnya dingin.

Ai mengalihkan pandangannya, Felix menghela nafasnya lagi meraih tangan mungil Ai untuk digenggam, "lo tau perasaan gue seperti apa Ai, gue akan selalu nunggu lo. Lo butuh waktu berapa lama sih? Satu tahun? Lima tahun? Atau selamanya? Gue akan tetap ada di sisi lo. Jadi gue mohon, jangan bawa-bawa nama orang lain dihubungan kita ini."

Felix terus menatap wajah Ai yang tidak sama sekali menghadap ke arahnya melainkan ke arah lain, Felix tau jawaban seperti apa yang akan dikeluarkan Ai jika dia kembali mengungkit hal ini.

"Gue lagi nunggu seseorang,"

Felix mengangguk pelan, benar dugaannya. Selalu jawaban seperti ini, tapi dia tidak akan menyerah begitu saja. Jatuh cinta adalah hal paling mustahil bagi dirinya sendiri namun semenjak kehadiran Ai saat kontes itu membuat dirinya merasa hidup.

Felix mengusap sisi wajah Ai agar gadis itu menatapnya, ibu jarinya mengusap wajah Ai pelan penuh perasaan. Tatapan matanya menunjukan bahwa dia tidak akan menyerah dan dia sudah sangat jatuh sejak kali pertama bertemu.

"Ai.."

"Felix. Lo tau jawaban gue dan gue akan selalu jawab dengan kata tidak. Seharusnya lo udah nyerah sejak saat itu, gue ga mau gue jadi beban di hidup lo."

Felix menggeleng kuat, "lo sama sekali bukan beban malah sebaliknya, lo yang berhasil buat gue hidup Ai. Lo yang bisa buat gue ketawa lepas, lo yang bisa ngalihin perhatian gue disaat gue dapet masalah besar atau kecil. Gue ga akan nyerah gitu aja Ai, ga akan."

"Lo nunggu Deo kan? Dan gue akan nunggu lo."

"Fe..."

"Dengar Ai, jatuh cinta bukanlah hal yang mudah buat gue tapi lo berhasil buat itu mudah Ai. Dan lo pikir lo bisa lepas dari gue?" Felix menggeleng pelan dan memberikan senyumannya.

"Ga akan Ai! Sampai kapanpun gue ga akan bisa lepasin lo dari hidup gue. Kalau gue belum ketemu Deo, gue ga akan ngelepas lo. Gue akan tunggu lo sampai lo bisa ngelupain kehadiran Deo yang pernah ada di hidup lo."

"Mustahil,"

Felix kembali menggeleng, "Ga ada kata mustahil Ai, gue yakin lo pasti bakalan ngelupain Deo"

Ai kini terdiam mendengarnya, melupakan Deo? Sepertinya itu sangat tidak mungkin, bahkan sekarang dia masih memikirkannya dan menebak apakah Deo akan marah jika dia sedekat ini dengan lelaki lain?

Ai langsung menjauhkan tubuhnya ketika sekelebat bayangan wajah Deo yang menatapnya tajam dari kejauhan, Felix lagi-lagi menatap ke arahnya dengan bingung.

Ai mengusap tengkuknya bingung mau melakukan apa, "hm.. gu... Gue mau balik, bye!"

"Tunggu!" Felix mencekal tangannya namun sekali lagi Ai tepis cepat.

"Ai,"

"Jangan panggil gue dengan sebutan itu."

"Kenapa?"

Ai tidak menjawab, Felix semakin menatap dalam Ai yang tidak mengatakan apapun.

"Gue antar."

"Ga! Ga usah."

"Mau dengerin gue?" Tanya Felix mengancam.

Ai menghela nafasnya, "Gue udah dijemput abang gue Fe"

"Mana?"

Ai kembali menghela nafasnya menunjuk kehadiran kedua abangnya yang sudah menjadi pusat perhatian mahasiswa, "sebelum mereka diincar kucing liar gue harus cepat-cepat bawa mereka pulang. Oke lah bye!"

Felix tidak lagi menahannya dan dia berbalik pergi setelah melihat Ai sudah sampai di depan abangnya.

"Udah aku bilang kan bang, salah satu dari kalian aja yang jemput"

"Kenapa? Malu sama kita?"

"Iya!" Sungut Ai lalu masuk mobil sembari menggerutu.

Gio terkekeh pelan dan menyusul Ai masuk, mata Geo melirik ke tempat tadi Ai berdiri dan dia tidak menemukan Felix lagi. Bibirnya melengkung kan senyuman misterius, kehadiran Felix sedikit membantunya.

"Abang ayo!" Seru Ai lagi.

###

Halo guys wkwk

Lama ya up nya, sorry guys..

Menurut kalian Ai bakalan tetep satu hati sama Deo atau berbeda haluan bersama Felix?

Penasaran ga sih?

AITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang