Kertas hitam penuh coretan terbang mengikuti arah angin. Ketika gerbong satu persatu terjun bebas tak beraturan membentur dinding curam dan menembus dimensi yang dalam, semuanya terasa begitu nyata. Matahari menghilang saat anak laki-laki meraih benda terdekatnya sebagai tumpuan. Kunang-kunang enggan menyalakan cahayanya. Bocah perempuan mengintip dari balik kaca, lalu menghilang dalam sesaat.
Mata polos anak laki-laki berbaju merah itu berkedip beberapa kali. Tidak mengerti apa yang ia alami saat ini. Tongkat kayu yang dibawanya mengayun ke depan mengikuti jejak sepatu dan sobekan kertas.
Disinilah aku, melihat kembali awal mula aku terjebak pada kondisi ini. Sorot cahaya mampu membuat pikiranku berputar. Buku-buku pun mulai terbuka lebar memperlihatkan gambar bunga matahari yang selama ini ku cari. Tangan ku mencoba untuk meraihnya namun jarum jam bergerak mundur dalam kebisuan. Berputar sangat cepat hingga rembulan dan mentari tidak dapat menyeimbangkan bagiannya.
Gerbong-gerbong melarikan diri dengan ganasnya. Banyak pohon menyapa, binatang mencela, dan angin ditabraknya. Namun tetap saya tidak berhenti ataupun memelankan roda. Satu tujuan yang didapatkan. Sebuah lingkaran seperti terowongan bercahaya.
Saat gerbong itu menembus cahaya, tiba-tiba mataku terbuka. Aku melihat sekitar dengan setengah kesadaran. Bau-bauan obat mulai tercium. Beberapa saat otakku mencerna. Ternyata selama ini aku mengalami koma.