Hembusan angin menerpa setiap suasana. Seolah menulikan inderanya setelah membawa sepenggal rasa sepi. Kita adalah pendaki waktu yang setiap ikatannya terhubung oleh masa lalu. Lelah ku rasa. Namun dunia ini sepertinya masih ingin mengendalikan tubuh ku. Saat ku buka kembali tumpukan kertas lamaku, aku mengingatnya. Tentang permainan menggapai sebuah Bintang diatas angkasa dengan sepenggal angan-angan. Harapan yang tak pernah hilang meskipun mustahil untuk dipegang.
Sekarang dan nanti hanya tersisa petak umpat untuk menyembunyikan penyebab dari mengalirnya liquid bening. Masih sama. Aku masih terdiam sementara awan terus bergerak. Terjerat jaring kesepian tiada sudut jalan keluar. Lorong abu-abu kini semakin gelap, tidak ada yang berani melewatinya.
Tetapi diujung sana ada satu cahaya yang sangat dinanti.
Menerawang masa depan yang buruk dan menganggap waktu telah berakhir hanyalah secuil dari sebuah keputusasaan belaka. Berjalan sendiri dalam ketakutan terhadap mereka yang ada dibalik kesuksesan.
Dunia semakin tidak beraturan. Jalan kesempatan dipenuhi oleh labirin. Berputar dan terus berputar melewati angka enam hingga sampai ke angka delapan. Sedikit lagi. Pikiran ku mengatakan berhenti tapi setidaknya kaki ku terus mencari jalan. Tongkat ku menancap kuat. Gunung yang amat tinggi dan dingin telah menantang tubuh lemah ku. Seperti ada yang menyihirku. Satu langkah. Angka dua belas telah terlihat.