Chapter 14

1.7K 158 39
                                    

Semua teman-teman Revan dan Devan kini sudah masuk ke dalam rumah. Raka dan Ardli juga ikut dengan mereka. Revan mengernyitkan dahinya saat Devan tetap berdiam diri. Karena khawatir, Revan langsung menghampiri sang adik.

Revan bernafas lega kala melihat sang adik sedang mempersiapkan minuman untuk para tamu. Ada kegembiraan yang terpancar dari wajahnya.

"Dev, padahal lo istirahat aja loh." Revan sedikit khawatir.

Devan menggeleng. "Gapapa kok, lagian gue udah mendingan."

"Beneran ya gapapa?" Tanya Revan lagi.

Devan menghembuskan nafasnya kemudian tertawa. "Iya Rev. Ini gue udah bugar. Lagian repot juga kalau sendiri yang suguhin tamu rombongan ini."

"Bener juga. Gempor gue entar." Angguk Revan.

"Maklum sih ya, faktor umur kan kalau lo mah Rev." Ucap Devan enteng.

Revan tidak terima. "Maksud lo gue tua Dev?"

"Bukan gue yang ngomong ya." Ejek Devan.

"Yak! Adek durkamvret kalau gue tua, lo juga tua dong!" Ucap Revan tak terima.

Devan tersenyum jahil. "Maaf-maaf aja ya Rev, pikiran gue dan sifat gue gak sekolot lo."

"Belum pernah di lem tembak ya tuh mulut lo Dev." Ancam Revan.

Devan hanya acuh. "Kabur ah. Sebelum macan sumatra ngamuk."

Revan hanya menggelengkan kepalanya, tetapi sesaat kemudian pemuda itu tersenyum.

Revan dan Devan kini sudah berkumpul bersama dengan yang lainnya. Beberapa teman baru mereka sedikit terlihat agak canggung satu sama lain. Maklum saja ini baru pertama kali bagi mereka bertemu seperti ini.

Mereka satu per satu meminum minuman yang telah disediakan oleh Revan dan Devan. Mereka mulai sadar jika dilihat dari seksama, kedua pemuda itu memanglah mirip. Namun ada aura berbeda dari masing-masing.

Melihat suasana yang terus saja canggung, Raka tidak berdiam diri. Pemuda itu mencoba mencairkan suasana.

"Lah kok diem-dieman terus kita, kayak ketemuan ma gebetan aja." Raka menyeletuk.

Ardli menambahkan. "Iya nih, ngobrol dong kan punya mulut.".

"Oh, emang lo punya Dli?" Tanya Devan sakartis.

Ardli menahan kesalnya. "Nih anak ya lagi sakit juga masih aja punya beribu cara buat ngusik gue."

"Boleh ikutan gak Dli? Gue juga lagi pengen ngusik lo." Raka tertawa.

Ardli memutar bola matanya malas. "Ngadu pisau yuk?!"

Lily hanya menghela nafasnya melihat kelakuan para teman-teman cowoknya itu. "Jadi gini Dev, karena kita denger lo sakit kita mutusin buat jenguk lo."

"Iya bener, ini kita juga ada bawa makanan sama buah-buahan." Tambah Sasha.

Fitra kini bertanya. "Lo udah mendingan Dev?"

"Udah lumayan kok, besok juga mungkin gue udah masuk kuliah." Jawab Devan.

Alfi juga ikut bicara. "Kalau masih belum sembuh mending jangan maksain Dev."

"Tuh denger kata temen-temen lo Dev." Revan serasa didukung.

Devan mendengus. "Kan gue bilang udah gapapa Rev. Jangan terlalu khawatir."

"Uwu.... Bisa gak sih jangan romantis depan gue Rev, Dev." Melankolis Raka.

Revan tersenyum sangat sadis. 'BUK' "Bacot. Raka."

Revan and Devan - Meaning of Life (Huang Renjun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang