Anna meletakkan telapak tangan kanan di kaca jendela. Tatapan mata cokelatnya tertuju ke halaman, di mana Ellen—ibu mertuanya—melangkah dengan elegan di sisi Jasmine. Sebuah mobil berwarna silver melaju lambat, kemudian berhenti tepat di hadapan kedua wanita bertubuh tinggi dan ramping itu.
Sopir turun dari belakang kemudi, bergegas membuka pintu untuk sang nyonya. Sebelum masuk, Ellen dan Jasmine melambaikan tangan pada Axelle. Bahkan ketika mereka sudah duduk di dalam mobil pun, Jasmine terlihat menyembulkan kepala dari jendela dan tersenyum manis pada Axelle.
Anna mengerjap, membiarkan bulir-bulir bening mengalir deras dari matanya. Lagi. Dadanya terasa sesak. Kedua tangannya mengepal, wujud dari sebuah kemarahan dan kekecewaan. Tidak, ia tidak marah pada Axelle, bukan juga pada Ellen, apalagi Jasmine.
Tapi, Anna marah dan kecewa pada dirinya sendiri. Kecewa karena sampai detik ini, ia tidak bisa menjadi istri yang sempurna untuk Axelle. Tidak bisa menjadi menantu yang baik untuk Ellen. Di mata Ellen, Anna ibarat sebutir debu di atas lautan, tidak bernilai.
Mobil yang ditumpangi Ellen melaju meninggalkan pelataran. Dan Anna masih mematung di tempat semula. Menatap kosong pada bunga-bunga yang mulai bermekaran di taman. Kupu-kupu beterbangan dari kelopak yang satu ke kelopak yang lain. Menyesap madu.
"Anna, rupanya kau di sini, aku mencarimu ke mana-mana. Mom sudah pulang beberapa menit yang lalu." Axelle berucap dari arah belakang.
"Aku tahu," ucap Anna dengan suara serak. Wanita itu sama sekali tidak menoleh pada suaminya.
"Kau ingin makan apa? Biar aku buatkan."
"Aku tidak lapar."
Axelle melangkah mendekat, kemudian menyentuh bahu istrinya. "Kau kenapa? Tidak enak badan, hem?"
Hening sesaat. Axelle melingkarkan kedua lengan kekarnya di pinggang Anna, memeluk wanita itu dari belakang. Bersama-sama menikmati bunga-bunga yang mekar di taman.
Anna menahan napas, kemudian berucap lirih, "Aku mengizinkanmu menikah dengan wanita lain."
Refleks, Axelle melepaskan rengkuhan tangannya, dengan cepat memutar tubuh Anna. Sorot mata birunya menampakkan sebuah amarah. "Kau bicara apa? Aku tidak pernah memiliki keinginan untuk menduakanmu."
Anna mendongak, bulir-bulir air mata mengalir semakin deras di pipinya. "Mom menginginkan cucu!" Nada suara Anna meninggi. " Dan kau anak tunggal Mom! Hanya kau satu-satunya harapannya!"
Axelle mengacak rambut frustrasi, tidak menyangka jika kalimat itu bisa meluncur dari mulut Anna. "Jangan pernah dengarkan Mom. Sejak awal menikah, kita sudah membahas itu."
"Kau tidak mengerti, Axelle! Aku lelah karena tidak bisa menjadi wanita sempurna untukmu!"
"Bagiku kau sempurna, Anna!"
Anna terdiam sejenak, menetralkan napas yang memburu. Ia mendongak, menatap wajah memerah Axelle. "Aku hanya akan memberikan dua pilihan padamu. Memaduku ... atau menceraikanku."
Kedua tangan Axelle mengepal, mata birunya bersinar redup. Kecewa pada pilihan yang diberikan Anna. "Kau tahu aku tidak bisa memilih kedua pilihan itu, Anna. Aku hanya mencintaimu. Kita bisa mencari jalan lain." Suara Axelle melirih. Mengelus kepala Anna sebentar, kemudian melangkah meninggalkan wanita itu.
"Kau hanya memiliki dua pilihan, Axelle!" Anna berteriak histeris, tetapi Axelle tidak menoleh lagi. Tubuh tinggi tegap lelaki itu menghilang di balik pintu.
Anna merasa lemas, perlahan tubuhnya luruh. Terduduk di lantai sembari memeluk kedua kaki. Lagi. Ia menyalahkan diri sendiri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweiss untuk Anna
RomanceAnna, wanita karir yang begitu mendambakan kehadiran seorang anak di usia pernikahannya yang ke-5 dengan Axelle, pada akhirnya harus merelakan suaminya menikah dengan wanita lain untuk memenuhi keinginan ibu mertuanya. *** Di usia pernikahan Anna d...
Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi