Joohyun terbangun dengan bau bauan aneh yang menusuk hidungnya. Seperti wangi karbol yang bercampur dengan obat obatan. Seluruh yang tertangkap matanya adalah warna putih. Tembok putih, kain putih, bahkan bajunya pun putih. Joohyun mengangkat tangannya, bermaksud mengucek mata, namun dia membatalkan niatnya ketika menemukan selang infus menancap di pergelangan tangannya.
Kemudian, tangan itu terjatuh diatas perutnya dan matanya menemukan Victor sedang tertidur disamping ranjang, dengan kepala menunduk dan tangan yang menggenggam erat tangan kanannya. Joohyun berusaha menarik tangannya dari genggaman tangan Victor. Namun pergerakan itu berhasil membangunkan Victor dari tidurnya.
"Gimana?" tanya Victor yang langsung bangkit dan menyentuh dahinya dengan punggung tangan." Apa yang lo rasain? Udah nggak panas sih."
"Gue kenapa?" Joohyun bertanya.
"Tifus."
Joohyun berdecak. "Gue berbakat ngerepotin orang ya?"
Victor hanya tertawa kecil . " Mungkin kalau lo mau menghubungi gue dari kemarin, lo nggak akan terlalu merepotkan." kata Victor sambil mengusap rambut Joohyun sekilas.
" Makan ya?"
Cekatan, Victor mengambil nampan yang ada dimeja samping tempat tidurnya. Lalu setelah menaikkan posisi ranjang Joohyun, laki laki itu dengan telaten menyuapinya makan bubur. Dia bahkan tetap memaksa makan, ketika Joohyun mengeluh tidak suka bubur.
PP
" Uda ah!""Nanggung. Dua sendok lagi."
Joohyun terpaksa menelan dua sendok penuh bubur yang rasanya hambar . Seakan itu belum cukup, Victor memaksanya menegak segelas susu yang rasanya nyaris seperti air putih. Setelah acara makan malam yang agak terlambat itu selesai, Victor duduk dikursi samping ranjangnya sambil mengunyah apel jatah dari rumah sakit untuk Joohyun. Joohyun mengamati setiap detail kecil yang dilakukam laki-laki itu.
"Apa?" tanya Victor.
Joohyun meringis. "Lo nggak pulang?"
Victor menatap jam tangannya lalu menunjukkannya kepada Joohyun. "Jam tiga pagi. Tega lo nyuruh gue pulang jam segini?"
"Maksudnya, ya kenapa nggak pulang dari tadi?"
Victor tertawa terpaksa lalu tiba-tiba berhenti dan menatap Joohyun tajam."Pertanyaan bodoh. Mana tega gue ninggalin lo sendiri disini?"
Joohyun tersenyum tipis. Hatinya hangat. "Kenapa lo peduli sama gue? Bukannya gue menyebalkan?" tanyanya, tersenyum menggoda.
Victor mengangkat alisnya, pura-pura berpikir. "Mungkin karena lo sendirian dan lo muntah-muntah parah, dan ....." Victor terdiam sebentar ."....lo pingsan pas gue bawa kesini, nggak ingtlat? Nah, karena itulah sisi kemanusiaan gue terusik."
Joohyun langsung manyun mendengar alasan Victor. " Padahal gue berharap jawaban romantis." keluhnya." Lo hibur gue kek, gimana gitu, romantisan dikit."
" Romantis itu hiburan?"
" Terkadang."
Victor tertawa lebar dan kembali mengacak rambutnya . Mendadak Joohyun merasa seratus kali lipat lebih baik. Obrolan santai jam tiga pagi itu terus berlanjut. Mulai dari hal-hal yang tidak penting sampai ke topik-topik yang menyenangkan bagi keduanya yaitu musik, Joohyun jadi merasa kesakitannya yang tadi luar biasa kini menghilang. Tubuhnya terasa sehat dan seperti sedang baik-baik saja.
Joohyun menatap pria yang duduk di kursi sebelah ranjangnya. Victor sibuk dengan ponselnya, membalasi chat entah dari siapa.
"Kalau dulu gue nggak membuat lo kesal, Pak Victor, nggak membuat lo malas diwawancara, gimana ?" Joohyun bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken
FanfictionSebuah awal yang tak pernah kuduga sebelumnya, membawaku kedalam cinta yang juga tak pernah kurasakan sebelumnya 18+ Vrene area, harap membaca deskripsi terlebih dahulu