Part 3

1.2K 130 10
                                    

" Jam tiga ? Sori, gue bisanya jam dua. Di Rennaisance. Oke ?.sip !"

" Jam dua ? Tapi saya.... Pak Victor ! "

Tidak ada jawaban selain bunyi tut tut tut yanh menandakan lawan bicaranya telah menutup telepon.

" CK !" Joohyun menutup gagamh telepon kantor dengan gusar. "Sialaaan!"

Teriakan itu mengundang beberapa orang memandangnya, termasuk Seulgi yang baru saja masuk ke ruangan. Sadar menjadi perhatian, Joohyun meringis dan meminta maaf karena mengganggu.

"Kenapa Joo?" Seulgi bertanya.

Lagi lagi Joogyun nyengir." Nggak apa apa" jawabnya.

"Besok siap kan wawancara Victor Adrian ?" Seulgi bertanya lagi sambil berjalan menuju ruangannya sendiri.ingat jangan telat. Dia agak sensi masalah waktu."

Cengiran diwajah Joohyun berubah menjadi wajah tertekan. Baru saja orang yang dibicarakan Seulgi itu memajukan jadwal wawancara mereka satu jam lebih cepat. Joohyun mendengus lagi . Iya, dia memang harus siap. Siap kehilangan waktu kuliahnya.

Semuanya berawal dari Yeri ,wartawan utama Quarterlife yang mendadak harus dirawat dirumah sakit karena demam berdarah.

Padaha ada wawancara penting yang harus ditangani Yeri. Dalam kondisi urgen ini, Seulgi memanggil Joohyun untuk menggantikan Yeri mewawancarai seorang seniman mudAa berbakat. Victor Adrian Wijaya.

Joohyun senang senang saja menerima tugas itu, sebelum akhirnya dia tau calon narasumbernya itu memajukan jadwal pertemuan mereka.

Artinya, Joohyun tidak akan bisa bimbingan, padahal dia harus segera menyetorkan bab III skripsinya.

SIALAN !

Itu bukan makian yang pertama kali keluar dari mulut Victor. Jika benar sebuah makian dihitung sebagai satu dosa, sudah pasti malaikat perlu menggunakan kalkulator untuk mengkalkulasi dosanya hari ini.

Entah untuk yang ke berapa kalinya pria itu kembali menatap jam tangannya. Kemudian KAMPRET ! menyusul keluar desisan dari bibirnya, mungkin malaikat harus mengelus dada.

Sudah emoat puluh menit duduk dikafe itu , membuang buang waktu dengan membaca koran sambil merokok dan meminum bir. Koran edisi hari ini yang dipenuhi berita korupsi.

Busuknya birokrasi, dan kriminalitas kacangan yang membosankan itu sudah habis dibacanya. Sementara orang yang dia tunggu belum juga tiba.

Victor tidak pernah mengerti soal pemahaman orang Indonesia tentang jam. Dalam kamusnya sendiri, kata ngaret adalah haram jadah. Dia tidak suka menunggu dan tidak suka membuat orang menunggunya.

Tampaknya gaya hidup Victor ini tidak menjadi gaya hidup sebagian besar orang, itu membuat nya kesal. Untuk apa dibuat jam , dari jam dindin, jam tangan hingga jam di telepon genggam jika waktu sama tidak berharganya seperti ini ?

Kekesalannya memuncak karena dia menyadari jikalau ada yang boleh terlambat disini, itu dia. Dia satu satunya yang boleh terlambat. Bukan orang yang sedang ditunggunya.

Baru saja dia berniat pulang, sesosok perempuan cantik dengan gaya formal baru saja memasuki kafe dengan tergesa gesa menarik perhatiannya.

Victor tidak jadi berdiri, ia menuang bir kedalam gelasnya dan menyalakan rokok. Dia belum tahu bagaimana rupa orang yang telah membuatnya menunggu selama empat puluh menit ini, namun sekali lihat, dia tahu orang itu telah tiba.

Joohyun menatap ngeri pada jam tangannya. Yang membuat dirinya lama sampai di kafe itu adalah karena taksi yang dia pesan lama sekali datang dan macetnya jalanan membuatnya terlambat empat puluh menit. Dia hanya bisa berharap semoga Victor masih menunggunya.

BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang