Victor memang beberapa kali menerima proyek untuk melukis atas permintaan suatu perusahaan atau hotel. Namun untuk proyek semacam ini Victor tidak bekerja sendiri. Dia hanya perlu memberikan konsep lukisan dan seorang artisan dibawah asuhannya yang akan mengerjakan lukisan tersebut.
Itulah yang membedakan karyanya sebagai proyek dan karya pribadinya. Lukisan yang masuk ke galeri galeri itu tentu saja lukisan yang dikonsepkan dan dikerjakan oleh tangannya sendiri. Sedangkan lukisan yang menghiasi beberapa kantor besar dan lobi hotel berbintang, itu karya artisan dalam pengarahannya.
" Itu.... " Joohyun semakin bingung. " Itu kayak lo melukis demi uang, Pak Victor? "
Kali ini Victor yang mengerutkan dahi, ikut bingung dengan pertanyaan Joohyun. " Lah, bukannya hidup emang butuh uang? "
" Tapi..... Tapi lo nggak pernah pakai uang lo, kan? " Victor mengerutkan dahi. " Maksudnya"
" Lo nggak pernah pakai mobil lo dan pilih desek desekan diangkot atau jalan kaki. Tapi lo juga mau disebut realistis, yang melukis buat dapet duit. Idealisme apaan? Realistis apaan? Lo itu setengah setengah! Serba nanggung! Lo tuh kayak orang bingung mau idealis atau ikut arus.. "
Victor terdiam. Tidak menyangka seorang anak kecil yang mungkin belum lulus S1, yang bahkan tidak tahu apa apa tentang seni lukis, yang bahkan sama sekali tidak mengenalnya yang bahkan tidak tahu dia sedang berbicara apa, mengatainya setengah setengah. Nanggung pula.
Sementara itu Joohyun menunggu jawaban Victor dengan satu alis terangkat. Puas berhasil mengatakan apa yang ada dalam pikirannya. Puas dia berhasil membuat pelukis itu, untuk sejenak hanya memandangnya terpana, tidak bisa segera memberikan jawaban.
" Bukannya kemarin gue uda pernah jawab ya, kenapa gue nggak pernah pakai mobil? " Victor bertanya perlahan lahan. " Gue males nayar joki three in one. "
" Nggak lo, secara diam diam mengutuk gaya hidup mewah. Kayak seniman seniman lainnya. Tapi lo malah membangun sarang mewah kayak rumah ini. "
" Gitu ya? " Victor mengangkat alis. " Lagi pula, apa hubungannya antara apa yang gue lakukan dengan uang gue dan idealisme dalam bekerja? "
Joohyun mengedikkan bahu, tidak menjawab, alih alih dengan matanya yang melebar terus menatap Victor. Dia meminta penjelasan.
Victor cukup menyukai cara Joohyun menyampaikan isi kepalanya. Seksi. Walau sok tahu. Pikiran itu membuat Victor tertawa kecil. Sementara Joohyun masih menunggu jawaban.
" Bener lo. Sebenernya gue nggak suka mobil."
" Terus kenapa lo beli? Dua lagi?! "
" Nggak suka bukan berarti nggak butuh, kan? " tandas Victor cepat. " Ada kalanya gue butuh mobil, walau gue nggak suka. "
" Kalau ada mobil, ngapain lo masih ngangkot ngangkot juga? "
" Karena bawa mobil sendiri duitnya lebih besar" jawab Victor " Serius gue. Nambah nambahin macet juga kan? "
Joohyun merasa jawaban Victor sama seiali tidak memuaskan. Seniman itu terkesan enggan menjawab pertanyaannya dengan sungguh sungguh.
" Gue masih merasa lo ini seorang idealis nanggung. "
Victor tertawa lebar. " Iya, idealisme gue emang idealisme tai kucing. Kalau itu yang ingin lo dengar. "
Victor menyeruput kopinya lalu diam. Di dalam benaknya muncul lagi pertanyaan pertanyaan yang kerap muncul tiap kali label seniman menjadi sumber keheranan orang.
Victor tidak menegerti kenapa semua orang menganggap seniman haruslah idealis ampun ampunan. Victor tak paham hubungan logis antara seniman dan keharusan hidup terlunta lunta dijalanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken
FanfictionSebuah awal yang tak pernah kuduga sebelumnya, membawaku kedalam cinta yang juga tak pernah kurasakan sebelumnya 18+ Vrene area, harap membaca deskripsi terlebih dahulu