Chapter 4 : Distinction

2.9K 618 36
                                    


SUNOO POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SUNOO POV

Semua hal tentang pemuda bernama Park Sunghoon ini membuatku kesal. Aku tidak peduli menurut media A dia tampan bak pangeran, atau menurut media B dia icon atlet muda abad 21 yang langka. Hanya satu yang aku tahu, Sunghoon membuatku jadi terjun ke dunia yang sebenarnya sudah susah payah aku tinggalkan.

Tumpukan kertas dari Bang Heeseung sudah semuanya aku baca. Sunghoon ini kuakui sangat berbakat karena menjadi atlet selancar dunia di usia yang semuda itu tidak mudah, dia juga cuma setahun lebih tua dariku. Beda enam bulan saja malah.

Karena tak tahan dengan seluruh kejadian hari ini, aku tak sengaja melampiaskan emosiku dengan membanting tumpukan artikel tentang Sunghoon dengan suara 'brakk!' yang cukup kencang. Aku termenung sebentar meratapi hariku yang super random ini, sampai sadar aku sedang diperhatikan orang-orang di sekitarku.

Ya Tuhan! Aku kan lagi di kantor orang bukan di kampus!

Karena malu aku langsung menunduk minta maaf pada mereka. Hari ini udah berapa kali ya aku bikin malu diri sendiri?

"Sunoo, is everything okay? Hmm kita istirahat dulu yuk, terus makan." Kak Jake yang dari tadi sibuk membaca, akhirnya sadar dengan suara bantingan kertas tadi.

"Maaf kak, gue jadi kebawa emosi. This Sunghoon stuff is... I can't take it. Entah kenapa setiap liat muka dia bawaan gue emosi banget."

"Itu pelampiasan aja kali." kata Kak Jake. "Lo hari ini ngerelain Haute Weekly, dan tiba-tiba dunia lo berubah jadi anak magang di sini, terus tahu-tahu besok harus temuin atlet satu ini di sebrang pulau. Lo jadi susah mengekspresikan kumpulan emosi lo."

"Maaf kak. Tapi ini juga karena gue lapar sih."

"Ayo kita makan ramen!" ajak kak Jake penuh semangat. "Mau delivery aja atau makan di tempatnya langsung?"

"Keluar aja yuk kak, gue pengen jalan nih, gerakin kaki."

"Boleh! Gue ambil jaket dulu sama ngajak Bang Hee."

Aku sadar jam kerja sebagai jurnalis bukan seperti jam kerja kantor pada umumnya. Kamu masuk jam 9 pagi bukan berarti bisa pulang jam 5 sore. Zaman sekarang masuk kerja itu yang penting kerjaan bisa beres, yang mana tidak akan pernah pulang jam 5.

Bang Heeseung tidak jadi ikut karena masih harus menyunting beberapa tulisan dari wartawan lain. Tapi dia mau pesanannya dibungkus saja. Aku dan Kak Jake akhirnya keluar berdua saja dari kantor. Kami berjalan melewati angin malam yang sejuk, bersamaan dengan beberapa buruh muda yang baru pulang dari kantornya masing-masing.

"Kita mau ke mana?" tanyaku.

"The Diner." jawab Kak Jake. "Tempat makan paling murah sekomplek perkantoran ini hahaha. Mereka nyediain banyak macam menu. Tapi di sana memang buat kumpul para buruh muda juga sih. Kita mana sanggup makan di Pacific Place sono."

In Blue ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang