Rania membaringkan tubuhnya yang terasa begitu lelah di samping Tiara. Matanya nanar menatap langit-langit kamar. Ingatannya kembali kepada kejadian tiga bulan lalu.(Flash Back)
Rania menatap tiket pesawat dan bill hotel di tangannya dengan gemetar. Dengan pandangan mata yang mulai terasa kabur, tubuh perempuan itu luruh ke lantai. Dadanya terasa dihantam ribuan godam. Sakit sekali. Jadi selama seminggu ini Yuda ternyata pergi ke Bali? Ada tiga bill hotel berbeda atas nama Yuda dan satu lagi atas nama Anggi.
“Anggi.” Bibir Rania bergetar menyebut nama tersebut. Rania tidak terlalu mengenalnya, tetapi Rania tahu, jika perempuan itu adalah anak bos Yuda. Ada hubungan apa suaminya dengan perempuan cantik itu? Rania tergugu. Hatinya mengatakan telah terjadi sesuatu antara suaminya dengan perempuan bernama Anggi itu.
“Rania! Apa yang kamu lakukan?” Yuda yang baru keluar dari kamar mandi merebut lembaran kertas yang ada di tangan Rania.
“Apa ini, Mas? Kemana kamu sebenarnya? Dan dengan siapa kamu pergi?” Rania bertanya dengan suara beregtar.“Aku ke Bali dengan Anggi.” Yuda menjawab santai seraya melemparkan tiket dan bill hotel itu ke atas meja.
“Maksud kamu apa, Mas? Bukankah kamu pamit ke Bandung untuk urusan kerja?” Rania mencoba bangkit dengan susah payah.“Baiklah, karena kamu sudah tahu, aku akan jujur padamu. Aku dan Anggi bulan madu ke Bali.” Yuda berkata tanpa beban seraya mengambil kemeja dari dalam lemari. Rania terhuyung. ‘Bulan madu?’
“Apa yang telah kamu lakukan, Mas?” Rani menggapai tempat tidur dan duduk dengan tubuh yang terasa melayang.“Aku telah menikah dengan Anggi, Rania. Kamu pikir, aku mendapatkan jabatan, mendapatkan biaya pengobatan papa dengan jumlah yang begitu besar itu dari mana? Aku bisa beli mobil, bisa melunasi rumah ini, kamu pikir semua itu gaji aku? Kamu tahu kan berapa gaji aku sebulan?”
“Mengapa kamu tidak jujur dari awal, Mas? Kamu pikir aku butuh mobil itu? Kamu pikir, aku bangga dengan jabatanmu? Jika harus dengan menjual dirimu, Mas, lebih baik kita tidak punya apa-apa.”
“Jaga kata-katamu, Rania. Jangan kurang ajar. Berani-beraninya kamu mengatai aku menjual diri.” Yuda berbalik dan menatap Rania dengan mata berkilat.
“Lalu apa namanya jika tidak menjual diri? Kamu mendapatkan semua itu dengan imbalan harus menikahi perempuan itu, kan?”
“Plak!” Tangan Yuda menampar pipi Rania dengan penuh amarah.“Mas?” Rania memegang pipinya yang terasa panas dengan hati tidak percaya. Tujuh tahun mereka menikah, baru kali ini Yuda melayangkan tangan padanya. Air mata Rania semakin deras membasahi pipi. Bukan karena pipinya yang terasa sakit, tetapi karena hatinya yang terluka. Ia seperti tidak lagi mengenal laki-laki yang berdiri di hadapannya ini.
“Apa yang telah kamu nikmati satu tahun terakhir ini, semua itu tidak lain karena kebaikan hati papa Anggi.” Yuda berkata dengan dingin.
“Aku tidak membutuhkan apa-apa.” Rania berteriak dengan rasa putus asa.“Jangan munafik kamu, Rania. Kamu menerima Bi Sumi untuk jadi ART, kamu kemana-mana aku antar dengan mobil, kamu beli baju Tiara, kamu bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, kamu menikmati semua itu dengan perasaan bahagia bukan?”
“Mas, andai aku tahu jika semua itu bukan dari gajimu, aku tidak akan menerimanya.” Rania terisak seraya menggelengkan kepalanya berulang kali.
Semua serasa mimpi. Yuda yang baik, yang penuh perhatian, tiba-tiba dalam hitungan detik menjadi laki-laki yang begitu jahat dan tidak punya hati.“Lalu sekarang mau kamu apa?” Yuda melipat lengan kemejanya sampai ke siku. Rania mengangkat wajahnya dan menatap Yuda dalam-dalam. Tetapi, Rania tidak menemukan sedikit saja penyesalan di mata suaminya itu.
“Katakan satu saja kesalahanku, Mas.” Rania mencoba menguatkan hatinya yang telah hancur berserakan.“Kamu tidak punya salah apa-apa. Aku hanya butuh jabatan, butuh uang untuk memberikan kehidupan yang layak pada kalian.” Suara Yuda mulai terdengar sedikit lunak. Rania meneguk ludahnya dengan kerongkongan yang terasa sakit. ‘Kehidupan yang layak?’
“Apa selama ini aku pernah meminta lebih dari yang kamu berikan, Mas? Apa selama ini aku pernah menuntut di luar batas kemampuanmu?”
“Mungkin tidak. Tetapi, jujur aku bosan jadi bawahan terus selama bertahun-tahun. Aku bosan tidak ada kemajuan dalam karirku. Lalu Pak Gandi menawarkan sebuah peluang. Aku pikir, kenapa tidak? Toh, aku tidak akan menyia-nyiakan dan menelantarkan kalian. Malah sebaliknya, aku bisa memberikan kehidupan yang lebih layak kepada kamu dan Tiara.” Yuda berkata dengan enteng.
“Kamu benar-benar tidak punya perasaan, Mas.” Rania bangkit dan menunjuk wajah Yuda dengan amarah dan luka yang memenuhi rongga dada. Rania menghapus air matanya dengan kasar. Lalu tanpa menoleh lagi pada Yuda, perempuan itu berjalan ke luar dari kamar.
****Meski teramat sakit, namun Rania mencoba tetap bertahan. Rania mencoba menerima takdirnya. Ia terima pengkhianatan Yuda dengan lapang dada. Semua ia lakukan demi Tiara. Apalagi, ia sudah tidak punya siapa-siapa. Orang tua sudah tiada, dan saudara satu-satunya pun tinggal di Negeri Jiran, Malaysia. Luna, sahabat baiknya, yang mengajaknya merantau ke ibu kota ini pun telah meninggalkannya. Luna harus mengikuti suaminya yang pindah ke Kalimantan.
Kini hanya Tiara yang dimilikinya. Rania kembali terisak. Entah sudah berapa banyak air mata yang kekeluarkannya. Ia hanya bisa menangis dan meratapi nasibnya. Ia tidak memiliki pekerjaan. Dulu sebelum menikah, Rania sempat bekerja sebagai guru bimbingan belajar. Meski latar belakangnya adalah Desain Interior, tetapi setelah berbulan-bulan mencari pekerjaan yang sesuai dengan ilmu yang dimilikinya, ia tidak juga berhasil mendapatkannya. Akhirnya Rania menerima tawaran mengajar di bimbel milik temannya Luna. Rania yang jago matematika dari bangku sekolah dulu, dipercaya mengajar bidang studi matematika untuk tingkat SD dan SMP.
Sebulan setelah menikah, Yuda meminta Rania untuk berhenti mengajar. Dan Rania dengan patuh mengikuti kemauan suaminya itu. Bagi Rania, mematuhi perintah suami selagi itu tidak bertentangan dengan syariat agama, merupakan hal yang paling utama.
Meski ia bukanlah seorang wanita sholeha, tetapi ia cukup paham dengan ilmu agama. Dan kini semuanya sia-sia. Semuanya hancur tidak bersisa. Rania kembali terisak. Mengapa rasanya begitu perih. Melepas orang yang masih sangat dicintainya. Apakah ia benar-benar telah dibodohkan oleh cinta?
Entah sudah pukul berapa, Rania baru tertidur. Setelah rasa kantuk menghilangkan kesadarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Kejamnya Cinta"
RomanceDemi wanit lain, Yuda meninggalkan Rania tanpa belas kasihan. Meski Rania bersedia berbagi cinta, tetapi Yuda tetap ingin berpisah. Karena Anggi, wanita yang telah dinikahinya tanpa seizin Rania tidak ingin menjadi yang kedua. Dengan luka dan air ma...