Rania menatap sekali lagi ruang tamu, ruang keluarga, dan dapur yang telah tujuh tahun lebih dihuninya. Rumah yang penuh kenangan. Di sini pernah ada cinta dan kebahagian yang begitu indah. Selama tujuh tahun, suaminya Yuda memperlakukan Rania dengan begitu baik. Penuh kasih sayang. Tapi setahun terakhir, semua itu pupus. Seperti tak bersisa. Seseorang telah menggeser tempatnya di hati Yuda.
Pada awalnya, Rania masih mencoba untuk bertahan, demi Tiara anaknya. Tapi ternyata tidak mudah. Rania sudah tak sanggup. Yuda memperlakukannya dengan tidak adil. Awalnya Yuda masih pulang dua kali dalam seminggu, lalu sekali seminggu, lalu sekali sebulan. Dan sekarang sudah dua bulan lebih Yuda tidak pulang tanpa kabar sama sekali. Uang belanja bulanan pun makin lama makin berkurang. Rania telah mencoba berkali-kali menghubungi telphon Yuda, tapi hanya operator yang menyambut teleponya. Akhirnya Rania memutuskan untuk pergi. Bertahan di rumah ini, di kota ini, hanya membuat dadanya terasa nyeri.
"Bunda, Iya bawa ini juga ya?" Tiba-tiba Tiara anak gadisnya yang masih berumur 4 tahun telah berada di sampingnya.
"Eh, iya sayang. Bawa bonekanya satu ini aja ya, Nak," ucap Rania seraya mengusap kepala anaknya dengan penuh kasih.
"Hore, makasih bunda." Tiara bersorak girang. Rania tersenyum, matanya kembali mengembun melihat keceriaan anaknya yang belum mengerti apa-apa.
"Bu, semuanya udah siap. Tinggal mencari taksi buat Ibu ke bandara," Bi Sumi menyentuh lengan Rania lembut.
"Iya, Bi," ucap Rania lirih. Lalu Rania memeluk Bi Sumi dengan mata yang kembali basah.
"Bi, maafkan Nia selama bibi di sini mungkin Nia telah sering menyinggung dan menyakiti perasaan Bibi. Nia ucapkan makasih atas bantuan Bibi selama ini sama Nia. Nia ga akan bisa membalas semua kebaikan Bibi." Rania terisak. Bi Sumi pun sama. Sungguh ia berat berpisah dengan majikannya yang sangat baik ini."Bibi juga minta maaf sama Bu Nia, jika selama Bibi bekerja di sini ada sikap Bibi yang tidak berkenan. Bibi akan tetap menunggu Bu Nia, sampai Bu Nia membutuhkan Bibi lagi." Suara bi Sumi terdengar parau.
"Iya, Bi. Doakan Nia mendapatkan pekerjaan di kota Nia. In sya Allah nanti Nia akan jemput Bi Sumi kembali," ucap Nia masih dengan isak tangis.
"Bu Nia dan Tiara baik-baik di sana. Bibi akan selalu berdoa untuk kebaikan dan kebahagiaan Bu Nia dan Tiara." Bi Sumi kembali mengusap air matanya.
"Terima kasih, Bi. Ayo, kita pesan taksi dan nunggu di luar aja, Bi," ajak Rania seraya melepaskan pelukannya."Bunda kenapa nangis?" Tiara yang tadi ke luar meletakkan bonekanya di atas dua buah travel bag yang akan mereka bawa, tiba-tiba menggoyang tangan bundanya dengan tatapan mata bertanya-tanya.
"Bunda sedih, Nak karena kita harus berpisah dengan Bibi Sumi," ujar Rania seraya mengangkat tubuh Tiara dan menggendongnya dengan penuh kasih sayang.
"Ayo, Nak. Salim sama Bibi." Rania meminta Tiara untuk mengulurkan tangannya. Bi Sumi malah mengambil Tiara dan memeluk gadis kecil itu dengan erat. Menciumi kepala dan pipi gadis cantik itu.
"Baik-baik di sana ya sayang. Nurut sama Bunda. Jadi anak pintar, ya," ucap bi Sumi dengan air mata yang kembali berderai.
"Iya, Bibi. Tapi Bibi jangan nangis. Iya janji jadi anak baik," ucap Tiara dengan suara yang tetap riang seperti biasanya.
Mereka bertiga pun beranjak ke luar. Rania menutup pintu seraya menarik napas dengan berat. Begitu sakitnya melepaskan semua kenangan. Rania tidak yakin apakah ia akan sanggup melewati semuanya. Rania ingin pamit baik-baik pada Yuda, tetapi, ia tidak tahu ke mana harus mencari laki-laki itu. Beberapa waktu lalu, Rania pernah mendatangi kantor Yuda, dan ternyata kantornya telah pindah. Laki-laki itu benar-benar sudah peduli dengan dirinya dan Tiara. Lalu untuk apa lagi ia bertahan di sini?"Ayo, Bu. Taksinya sudah datang." Bi Sumi menyadarkan Nia dari ketermanguannya. Nia buru-buru mengunci pintu dan mengusap kembali air matanya.
"Ya, Bi. Kami antar Bibi dulu ke stasiun, setelah itu baru kami ke bandara," ucap Nia seraya mendorong travel bagnya. Supir taksi online yang dipesannya membantu memasukkan barang-barang mereka ke dalam bagasi. Mereka pun naik ke mobil.
Sekali lagi Nia menetap rumahnya dengan hati pilu. Beginilah akhir pernikahannya dengan Yuda. Laki-laki yang begitu dicintainya. Sebuah akhir tanpa kepastian. Rania kembali terisak. Sebenarnya apa alasan Yuda memperlakukannya sekejam ini. Apa salah yang telah diperbuatnya sehingga Yuda bersikap seakan ia dan Tiara tak pernah ada."Sudah, Bu. Jangan mengingat yang menyakitkan lagi. Ibu harus kuat demi Tiara," ucap bi Sumi seraya menggenggam tangan Rania. Rania kembali menghapus air matanya dan membalas genggaman tangan bi Sumi dengan erat.
"Iya, Bi. InsyaAllah ini hari terakhir saya nangis. Saya janji, besok nggak akan mengeluarkan air mata lagi," ucap Rania seraya meyakinkan hatinya sendiri.
"Syukur ya Bi, tadi malam kita udah pamit semua ama tetangga. Ternyata pagi ini memang ga akan keburu untuk berpamitan. Dan syukur juga perumahan lagi benar-benar sepi ya, Bi. Nggak ada yang melihat kepergian kita," ucap Rania seraya tersenyum pada bi Sumi. Sementara Tiara yang masih berada dalam pangkuan Bi Sumi asyik dengan boneka beruangnya.
"Iya, Bu. Alhamdulillah kita sempat berpamitan dan bermaaf-maafan dengan tetangga-tetangga," ucap bi Sumi seraya mencium kepala Tiara dengan penuh kasih sayang. Setelah itu, hanya terdengar celotehan Tiara yang bertanya ini itu kepada bi Sumi dan bundanya. Bi Sumi dengan sabar menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan oleh Tiara.
"Bunda, Ayah nanti jadi nyusul kita kan ke Pekanbaru?" Tiba-tiba Tiara kembali menanyakan hal yang sama seperti yang ditanyakannya tadi malam. Rania terdiam, ia bingung harus menjawab apa lagi. Rania tidak ingin terlalu sering membohongi anaknya yang masih kecil.
"Kalau Tiara ingin Ayah menyusul kita ke Pekanbaru, Tiara harus banyak-banyak berdoa sama Allah, agar Ayah segera menyusul kita," ucap Rania dengan suara bergetar.
"Iya akan selalu berdoa sama Allah bunda, biar ayah segera ke Pekanbaru." Suara Tiara masih seperti biasa, penuh keriangan."Iya, Nak. Tiara anak yang pintar," ucap Rania seraya mengusap lembut rambut anaknya. Tiara pun memamerkan senyum terbaiknya. Rania menatap anaknya dengan mata kembali berkabut. Tiara lah yang membuat Rania merasa harus tetap kuat.
Bersambung ….
KAMU SEDANG MEMBACA
"Kejamnya Cinta"
RomanceDemi wanit lain, Yuda meninggalkan Rania tanpa belas kasihan. Meski Rania bersedia berbagi cinta, tetapi Yuda tetap ingin berpisah. Karena Anggi, wanita yang telah dinikahinya tanpa seizin Rania tidak ingin menjadi yang kedua. Dengan luka dan air ma...