Setelah menyepakati pertemuan berikutnya langsung di lokasi hotel pak Sugandi, Rania segera pamit meninggalkan ruang meeting. Indah dan Radit berjalan di kiri dan kanan Rania. Mereka bertiga menuju lantai dasar.Tapi, baru saja Rania sampai di depan pintu dan melihat Tiara yang sedang berdiri di samping mobil dengan Tyo, suara laki-laki yang hampir satu tahun tak pernah didengarnya itu, memanggil Rania.
“Nia!” Langkah kaki di belakang Rania terdengar makin dekat. Dada Rania bergemuruh.
“Bunda!” Tiara pun berlari mengejar Rania. Rania merentangkan tangan dan menyambut gadis kecil itu dengan penuh cinta.
“Tiara, Sayang.” Suara laki-laki yang telah berdiri di samping Rania itu terdengar bergetar. Tiara menyurukkan kepalanya ke leher Rania.
Rania mengerti, Tiara tentu merasa kecewa dengan Yuda yang tak kunjung datang menemuinya ke Pekanbaru. Padahal di awal-awal kepergian mereka dulu, Tiara selalu menanyakan tentang ayahnya itu.
“Tiara, sini, Nak. Gendong sama Ayah. Ayah kangen, Nak.” Mata laki-laki yang terlihat kurusan itu berkaca-kaca. Tiara makin menyurutkan kepalanya ke leher Rania.
“Tiara, nggak boleh gitu. Ayo, salim sama Ayah. Katanya kangen sama Ayah.” Rania mencoba membujuk Tiara. Sejahat apapun perlakuan Yuda kepada Rania, Yuda tetaplah ayah dari Tiara.
Tanpa menoleh Tiara mengulurkan tangannya. Yuda langsung mengambil alih Tiara dan berusaha untuk menggendongnya. Tetapi, Tiara masih enggan melepaskan pelukannya pada Rania.
“Mba Nia, kami duluan ke kantor, ya.” Indah dan Radit yang bingung melihat Rania dan Yuda pamit pada Rania.
“Oke, Indah, Radit. Makasih, ya. Nanti mba nyusul ke kantor.” Rania menjawab seraya tersenyum. Indah dan Radit mengangguk dan melambaikan tangan pada Rania.
Sementara Tyo bersidekap seraya bersandar ke pintu mobil. Ia memperhatikan Rania dan Tiara dari jarak beberapa meter.
“Nia, Mas antar, ya. Kita perlu bicara.” Suara dan tatapan mata Yuda penuh permohonan. Sementara Tiara masih tidak mau menatap ayahnya. Yuda hanya dapat mengelus rambut Tiara dengan penuh kasih. Terlihat bening mengambang di kedua bola matanya. Rania merasa heran, Yuda tiba-tiba seperti peduli kepada mereka.
“Maaf, Mas. Aku belum bisa hari ini. InsyaAllah nanti aku cari waktu untuk kita bicara.” Rania mencoba mengelak. Sementara Yuda tak melepaskan tatapan matanya dari Nia. Begitu banyak perubahan pada diri wanita cantik ini, batin Yuda. Penampilannya, cara bicaranya, dan juga sikapnya. Yuda menelan ludah yang terasa pahit.
“Sini, Tiara biar sama aku.” Tiba-tiba Tyo telah berada di antara mereka. Tiara langsung mengulurkan tangannya pada Tyo begitu mendengar suara om kesayangannya.
“Aku tunggu di mobil kalau urusanmu telah selesai,” ucap Tyo seraya berlalu membawa Tiara dalam pelukannya. Rania hanya mengangguk.
“Siapa dia?” Suara Yuda terdengar tidak suka. Ada kilatan amarah di matanya. Rania memalingkan muka.
“Bukan siapa-siapa.” jawab Rania tak acuh.
“Tapi, mengapa bisa sedekat itu dengan Tiara.” Nada suara Yuda makin terdengar tidak enak.“Jangan lupa, Mas. Waktu bisa mengubah segalanya. Ketika ada orang yang dengan suka rela menggantikan tugas-tugas ayahnya, dan itu menyentuh hatinya, apakah dia salah?” ujar Rania dengan suara sinis.
“Rania, walau bagaimanapun, secara hukum aku ini masih suamimu, dan Tiara adalah anakku.” Yuda berkata dengan penuh penekanan.
“Oh, ya? Setelah apa yang kamu lakukan pada kami 1,5 tahun lalu, Mas? Kamu masih merasa berhak menjadi suamiku dan masih merasa berhak atas kami?” Rania sudah tidak dapat menahan emosi. Lalu dengan langkah lebar, Rania ke luar gedung dan meninggalkan Yuda begitu saja.
“Nia, karena itulah kita perlu bicara.” Tiba-tiba Yuda telah memegang pergelangan tangan Rania dan berusaha menghentikan langkah perempuan cantik itu.
“Mas, kalau memang kamu masih merasa ada yang perlu dibicarakan denganku, aku akan memberimu waktu untuk bicara. Tapi tidak hari ini. Aku belum siap.” Rania tak dapat menyembunyikan getaran dalam suaranya.
“Baiklah, aku akan sabar menunggu sampai kamu siap untuk bicara denganku, Nia.” Yuda pun melepaskan pegangannya di pergelangan tangan Rania.
Rania berlalu meninggalkan Yuda. Dibukanya pintu mobil dengan tangan gemetar. Tuhan, apakah rasa ini masih ada untuknya?
“Sudah, selesai?” Suara Tyo terdengar dingin.
“Sudah, Bang. Maaf Bang, jadi nunggu lama,” ucap Rania merasa tak enak.“Tak apa. Asalkan kamu senang, akupun ikut senang,” ujar Tyo dengan ekspresi yang sulit diartikan. Mobil meninggalkan parkiran. Tiara terlihat asyik dengan game di tangannya. Sekilas Rania melihat Yuda masih berdiri menatap kepergian mereka.
“Kita ke kantor atau pulang ke rumah?” tanya Tyo seraya melirik Rania dari kaca mobil.
“Aku masih perlu ke kantor, Bang. Tapi, Abang nanti nggak usah nungguin aku. Langsung pulang aja,” Rania memalingkan wajah ke luar jendela.
“Kamu masih mencintainya?” Tiba-tiba Tyo menanyakan sesuatu yang amat ditakutkan oleh Rania. Rania menghela napas yang terasa begitu berat.
“Apa perlu aku jawab, Bang?” Rania balik bertanya. Tyo mengangkat bahu.
“Tidak perlu, jika kamu merasa aku tidak berhak tahu," ucap Tyo dengan gaya coolnya. Rania menunduk. Ia merasa bingung. Selama ini Tyo memperlakukannya dengan biasa-biasa saja. Seperti perlakuan seorang kakak kepada adiknya. Tak pernah ada yang istimewa dari sikapnya. Atau ia yang kurang peka?
Setelah mengantar Rania ke kantor, Tyo langsung pulang berdua dengan Tiara. Mereka janjian mau berenang sore ini. Dan Rania sudah bilang tidak usah dijemput. Rania akan pulang dengan taksi online aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Kejamnya Cinta"
RomanceDemi wanit lain, Yuda meninggalkan Rania tanpa belas kasihan. Meski Rania bersedia berbagi cinta, tetapi Yuda tetap ingin berpisah. Karena Anggi, wanita yang telah dinikahinya tanpa seizin Rania tidak ingin menjadi yang kedua. Dengan luka dan air ma...