Haechan menyesap minuman berwarna biru yang telah ditawarkan padanya meski sudah lupa apa namanya. Meskipun pengalaman mengajarinya untuk waspada dalam mengonsumsi sesuatu yang tidak dia yakini, dia tidak ingin terlihat sombong dan dicurigai. Selain itu, kali ini dia tidak sendirian. Dia bersama Yukhei, suaminya, setidaknya menurut semua orang di meja itu.
Haechan menoleh ke arah "suaminya" untuk memberinya senyuman termanis dan penuh kasih yang bisa diberikan oleh pasangan mana pun di tahap bulan madu. Yukhei hampir tertawa, tapi dia berhasil mempertahankan aktingnya dan memberi senyuman manis yang sama. Haechan menyandarkan kepalanya di pundak Yukhei dan kembali berpura-pura tertarik dengan percakapan yang terjadi di sekitarnya.
"Oh, betapa manisnya kalian berdua," salah satu wanita di meja, Nyonya Park, memuji "pasangan muda" itu dengan nada yang terlalu manis. Haechan berpura-pura menjadi pemalu dan untuk sesaat menjauh dari "suaminya", hanya agar sang "suami" tersebut menariknya kembali untuk melingkarkan lengan di bahu Haechan, yang membuat orang-orang terhibur.
"Oh betapa manisnya," Nyonya Park bereaksi lagi sebelum menambahkan, "Oh pengantin baru. Waktu yang indah. Aku ingat hari-hari ketika aku dan Taeho baru saja menikah."
"Ah, ya," suaminya mengangguk saat mengingatnya. "Masa lalu yang indah, sebelas tahun yang lalu. Kau masih sangat muda dan cantik saat itu. Oh betapa waktu berlalu begitu cepat," tambahnya sambil menghela napas.
Haechan berusaha untuk tidak merasa ngeri dengan berpura-pura bodoh, meski bersimpati dengan ekspresi masam yang terlukis di wajah Nyonya Park. Menurut Haechan, dua puluh sembilan tahun tidaklah setua itu, dan perawatan kulit yang ekstensif serta gen yang baik membuat Nyonya Park tampak lebih muda. Tetapi mungkin, Tuan Park, seorang pria berusia lima puluhan, memiliki standar yang berbeda, dan menikahinya pada usia sembilan belas tahun merupakan indikasi yang baik untuk itu.
"Kau beruntung punya istri yang muda dan cantik, Junho," tambah Tuan Park, tapi pujian itu ditujukan pada Yukhei, bukan padanya. "Ah, seandainya masa muda akan bertahan selamanya." Dia berpaling kepada istrinya lagi sebelum menggelengkan kepalanya tanpa malu-malu, yang sangat meremehkan istrinya.
"Oh, aku benar-benar berharap seperti itu juga," Haechan menimpali. "Aku harus cantik untuk suamiku tersayang!"
Haechan secara mental meringis mendengar pernyataannya sendiri. Dia tidak terlalu menyukai peran "istri" yang baik, tetapi itu adalah karakter yang harus dia mainkan untuk mendapatkan simpati dari Nyonya Park, menjadi versi dirinya yang lebih muda.
Tuan Park terkekeh. "Oh, seharusnya begitu, Sohee! Atau, jangan salahkan Junho karena mencoba sesuatu yang baru!"
Nyonya Park hampir memuntahkan minumannya.
"Ah ya, Tuan, Sohee memang lebih baik begitu," Yukhei pura-pura setuju. "Lagipula, akulah orang yang mencari nafkah. Yang perlu dia lakukan adalah menjadi cantik di rumah saja."
"Ah, ya," Tuan Park setuju. "Untung kalian hanya terpaut lima tahun, meski lebih banyak bisa lebih baik. Sohee perlu tahu bahwa kaulah kepala keluarga. Meski hati-hatilah, dalam beberapa tahun, Sohee mungkin mulai berpikir setara denganmu, maksudku, bisakah kau membayangkan itu?"
Yukhei tertawa, seolah-olah pasangan yang meminta untuk diperlakukan sederajat adalah hal paling menyedihkan yang pernah dia dengar. Mereka berpura-pura tertawa bersama Tuan Park.
"Begini, apa yang istri kita tahu? Sora bahkan tidak menyelesaikan kuliah seperti Sohee, bagaimana mereka bisa setara dengan kita? Bukan untuk menyombongkan diri tapi, kita berdua, kita adalah pria yang berjuang. Aku membangun perusahaan dengan jerih payahku."
"Ah ya, Tuan," Yukhei terpaksa setuju. "Itulah yang aku suka darimu dan aku senang kau bersedia meluangkan waktu untuk mengajariku agar menjadi sepertimu suatu hari nanti. Aku benar-benar ingin menjadi sepertimu suatu hari nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
[Terjemah] SAVE ME, KEEP ME | MarkChan GS ✔️
Fanfiction🔞 "Kau tidak membodohiku, kan, Mark?" Haechan bertanya sambil meletakkan kepalanya di dada Mark. Pikiran Mark menyuruh untuk mendorong perempuan itu menjauh, tetapi tubuhnya melakukan hal sebaliknya karena tangannya kini justru mendarat pada rambut...