Berkali-kali, meninggalkan kata rindu menguap di udara. Sebab, tak tahu bagaimana cara menghilangkan rasa.
Kalau bisa memilih, Luna tak ingin jatuh. Kalau saja ia tahu jika jatuh berteman dengan patah, Luna tak akan melakukannya. Lagi-lagi, jika Luna tak jatuh pada permainan aksara yang dibuat Hyunjin, ia tak akan terbelenggu dalam dinginnya ruang rindu.
Mungkin ia akan bebas menaruh rasa pada seseorang yang bisa mendapatkan atensi lebih darinya. Bisa saja ia tak diikuti bayang-bayang kata pulang yang tak tentu ujungnya.
Hyunjin mengatakan jika Luna adalah rumah, tempat ia pulang. Rentetan kata yang keluar, bisa jadi hanya sebuah permainan kata.
Luna terbuai di dalamnya. Ia tenggelam dalam kalimat manis yang keluar dari belah bibir Hyunjin. Seakan menjelma sebagai tokoh utama dalam kisah runtut. Siapa yang tahu jika dirinya bisa saja hanya sebagai pengganti?
Jika diibaratkan sebuah novel, kisah keduanya belum usai. Hanya saja dipaksakan untuk berhenti dengan terburu-buru.
"Sejak kapan merindu harus dirindu juga?" suara Jaemin kembali mengisi pendengaran Luna. Selama dua jam tadi, keduanya tak hanya menghabiskan perjalanan hening. Namun diisi dengan kisah jatuh dari si bulan.
"Nanti kalau kata temu sudah tercipta, bagaimana?" pertanyaan Jaemin tadi, membuat Luna terdiam. Bahkan, ia belum menjawabnya sampai detik ini. Hingga keduanya mengakhiri pertemuan hari ini dengan sebuah pertanyaan yang belum disampaikan jawabannya.
"Luna, kalau sudah lelah nunggu dia, lari ke saya, ya?"
Rasanya jantung Luna akan melompat jika mengingat kalimat itu sempat keluar dari mulut Jaemin. Entah apa yang dipikirkan oleh pemuda itu, mengucapkannya dengan ulasan senyum manis, dan pergi melajukan sepedanya.
Semesta. Tolong, jangan mainkan hati si Luna.
Jelas sekali Luna mengerti apa yang dimaksud oleh Jaemin. Mengatakan jika dirinya siap dijadikan pelampiasan?
Luna mengacak surainya. Sesekali ia menatap gantungan kunci yang kini bertengger apik di ransel sekolahnya.
"Kalau kamu balik, aku bakalan bunuh kamu, Hyunjin." Luna tersenyum tipis, tepatnya senyum miris dengan pandangan tertuju pada gantungan berbentuk bintang itu.
"Emang kamu bakalan balik?" Tawanya seakan hambar. Tangannya meraih benda itu dengan perlahan.
"Aku mau jadi bintang, biar bisa nemenin Lunar."
Lihat. Kalimat Hyunjin memang selalu manis. Wajar jika Luna jatuh sedalam-dalamnya. Tak mengira jika manisnya bisa hilang tergantikan oleh pahit.
"Sekarang, kamu ngucapin itu ke siapa?"
Jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Namun Luna belum bisa terlelap. Pikirannya melayang bebas, menunggu seseorang menyanyikan sebuah lagu pengantar tidur.
"Mau lagu tidur gak? Rayuan Pulau Kelapa?"
"Aneh-aneh aja kamu ini."
"Aku cuma pengen nyanyi itu, Lunar."
"Terserah deh. Aku capek, Hyun."
Percakapan singkat di tengah malam hari itu masih membekas dalam ingatan Luna. Suara serak Hyunjin yang khas dari seberang. Menyanyikan sebuah 'lagu tidur' yang berefek layaknya sebuah Hipnotikum.
"Selamat malam. Aku janji akan berusaha untuk melupa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejagat.
Fanfictionft. Na Jaemin Semesta tahu, apa yang penghuninya butuhkan, bukan apa yang diinginkan. Start : 21 Juli 2020