O1

405 45 1
                                    

Alun-alun, 1 Juli 2017

Semesta selalu punya cara rahasia untuk mempertemukan sebuah takdir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semesta selalu punya cara rahasia untuk mempertemukan sebuah takdir. Sama halnya dengan yang terjadi pada sepasang anak muda yang menghadiri festival seni hari ini.

Langit yang biasanya berwarna biru berubah menjadi kelabu. Angin pun terasa kencang dan dingin. Agaknya, festival akan ditutup sebentar lagi akibat cuaca yang tak menentu.

Tak lama, rintik hujan mulai berjatuhan. Sedikit demi sedikit membasahi rerumputan alun-alun kota. Para pengunjung acara pun mulai berhamburan mencari tempat berteduh. Menghindari sang hujan yang tak bersalah.

Siapa sangka jika hujan akan turun di awal bulan Juli?

"Jangan berteduh di bawah pohon. Nanti kalau ada petir, bagaimana?" Seorang gadis berteriak, dengan map berwarna kuning yang ia jadikan pelindung kepala agar tak terkena tetesan air hujan.

"Ayo, jangan di sini!" Gadis itu masih beteriak agar hujan tak membawa gelombang suaranya pergi jauh.

Hingga pria di hadapannya mengangguk. Dengan cepat, gadis itu membuka map agar lebih lebar sehingga dapat menaungi kepala mereka.

"Kita lari ya!"

Keduanya berlari menuju halte yang cukup ramai dengan orang-orang yang juga menghindari tetesan air hujan.

Mereka berusaha masuk ke dalam celah-celah kerumunan manusia.

"Hei, kenapa di sini? Ini khusus penumpang bus." akhirnya, pria berambut legam itu bersuara.

"Mereka tidak akan naik bus. Mereka sama seperti kita, berteduh." ujar sang gadis. Menekan kata berteduh pada sang pria

Ia terlalu realistis.

"Ayo jangan ganggu hak penumpang bus, kita berteduh di sana saja." pria itu menunjuk sebuah ruko yang sedang tutup. Dengan pasrah, gadis dengan rambut yang dikuncir kuda mengangguk.

"Ah, pakai ini."

Ia melepas jaket denimnya, ketika melihat sang gadis sudah kembali siap dengan map di atas kepalanya.

Menyampirkan jaket berwarna hitam tersebut di pundak sang gadis yang masih bingung menatapnya. Namun yang ditatap, tak peduliㅡ sepertinya.

Pria itu mengambil alih map yang di pegang oleh si gadis, meletakkannya di atas kepala mereka walaupun condong pada pemilik map tersebut.

Keduanya berlari bersama menuju seberang. Tak sadar jika mereka menjadi tontonan para manusia yang berlalu-lalang. Menganggap sepasang orang asing itu, adalah sepasang kekasih yang manis.

"Terimakasih."

"Terimakasih."

ujar keduanya hampir bersamaan. Membuat mereka sedikit terkejut hingga saling menoleh, dan bertukar tatap. Hingga suara klakson mobil mengacaukannya.

"Saya Jaemin, kelas dua belas." ucapnya secara tiba-tiba, ketika merasa kecanggungan melanda.

"Ah. Aku Luna, kita seumuranㅡ sepertinya." gadis bertajuk Lunar itu tersenyum tipis. Pandangannya terpaku pada jalanan yang masih diterpa rintik hujan.

Aroma hujan, berpadu dengan aroma wood dari jaket si pemuda. Memberi ketenangan tersendiri.

Keduanya diam. Berkecamuk dengan pikiran masing-masing hingga hujan mulai reda.

Siapa yang menyangka jika perkenalan sederhana itu dapat membawa keduanya ke dalam hubungan yang lebih lanjut.

Mereka menganggap pertemuan itu tak ada artinya. Mereka pun beranggapan, jika setelah itu keduanya tak akan pernah bertemu kembali. Bahkan, mereka bisa saja melupakan pertemuan hari ini.

Namun, siapa yang bisa menebak rencana semesta?

Sejagat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang