O6

94 19 13
                                    

Suara bersin dan batuk mengudara di kamar lembab milik Jaemin. Walaupun begitu, bukannya berbaring, ia malah sibuk dengan laptop milik Felix.

Iya, ia sedang mengedit foto untuk kontes fotografi online.

Tak tahu saja jika gadis yang ia antar dengan selamat, kemarin sore, sedang memikirkannya.

"Tari, punya alamat si Jaemin nggak?" suara dari seberang mengganggu Tari yang tengah mengerjakan tugas bersama Felix dan Sanha.

"Perumahan Anggrek nomor C-10." Bukannya Tari yang menjawab, malah suara laki-laki yang ia dengar.

"Ini nomor Tari 'kan?" Luna mengecek nama kontak yang sedang ia panggil.

"Iya bener kok. Ada apa nih, Luna bertanya rumah babang Jaemin? Kangen ya?" tanyanya.

"H-hah? Ap--"

"Jaemin lagi sakit lho." Felix yang tiba-tiba menyeletuk, membuat panggilan diputus sepihak. Membuat Sanha mengerutkan keningnya.

"Aneh."

"Kamu tuh ngaca, Sanha." ucap Tari dengan nada datar. Disambut dengan tawa dari Felix.

Luna rela berlari menuju depan gang yang mungkin membutuhkan waktu lima menit, guna menemukan ojek

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luna rela berlari menuju depan gang yang mungkin membutuhkan waktu lima menit, guna menemukan ojek.

"Perumahan Anggrek blok C-10, ya Bang."

Perjalanan lima belas menit, sudah Luna tempuh. Berdoa saja, jika temannya si Tari tak menipu dirinya.

"Permisi." ucap Luna, sembari menekan bel, yang entah masih berfungsi atau tidak.

Hingga pintu terbuka, menampilkan Jaemin dengan rambut berantakan. Juga baju kusut tak karuan.

"Hah? Luna?"

Pintu kembali ia tutup, meninggalkan Luna yang masih berdiri di depan pagar rumahnya.

Tak lama, Jaemin keluar dengan rambut yang masih basah. Menggaruk tengkuknya, dan membukakan pagar untuk tamu dadakan.

"Kamu, ngapain?" ucap Jaemin dengan suara sengau nya.

Ah, Luna makin merasa bersalah saja.

"Sok kuat." Tanpa permisi, Luna mendorong kening Jaemin dengan pelan.

Minus akhlak.

Tidak kok, Luna mengecek suhu tubuh dari laki-laki dihadapannya itu.

"Nih, makan." Luna menyodorkan kantong plastik berwarna putih ke arah Jaemin.

Bubur ayam dan Paracetamol.

"Gak usah, Luna."

"Aku bilang makan." Luna menatap tajam. Membuat Jaemin bergidik, lalu mempersilahkan Luna untuk duduk di ruang tamunya.

Hening.

Jaemin makan dengan kaku, sedangkan Luna sibuk menatap sekeliling rumah Jaemin.

"Aku jadi merasa bersalah sama kamu," ucap Luna, memecah keheningan. "Kamu tuh jangan sok kuat."

"Maaf." Entah mengapa, hanya kata itu yang dapat Jaemin ucapkan.

Pikirannya berkelana. Pasal Luna yang sangat peduli akan dirinya. Membuat senyumnya mengembang tanpa sadar.

Hei, semesta.

Apa Luna, khawatir padanya?

Hingga kalimat keluar dari bibir ranum milik si gadis bulan. Membuat Jaemin membuang pikirannya jauh-jauh.

"Ah, aku jadi inget Hyunjin,"

Luna tersenyum miris, menatap lurus. Entah pada apa.

Jaemin bisa merasakan kerinduan yang berusaha ditutupi oleh benci.

"Dia gimana ya kabarnya? Apa masih suka sok kuat?"

Jaemin menelan buburnya susah payah.

Patah.

Harapannya, patah.

Sejagat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang