O4

111 22 4
                                    

Iya, Jaemin tak perlu repot-repot menghubungi Luna. Sebab, semesta sudah mengaturnya sedemikian rupa.

Yang perlu dilakukan hanyalah menunggu waktu berlalu.

Kiranya, sudah satu bulan lamanya polaroid itu berada di tangan Jaemin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kiranya, sudah satu bulan lamanya polaroid itu berada di tangan Jaemin. Bukannya tak ingin mengembalikan. Tapi, tak ada akun milik si gadis yang dapat ia hubungi.

Semesta memang suka bercanda.

Jujur, dalam hati terdalam miliknya. Ada sedikit rasa egois untuk menyimpan potret sang Luna.

Akan ia pajang katanya, kalau perlu ia pamerkan pada semua temannya.
Jika ia memiliki seorang kenalan gadis cantik bernama Luna.

Eh tapi, tidak perlu sih.

"Jaemin, Jaemin Allandra!"

Terkadang Jaemin heran dengan ketiga temannya yang otaknya sering digondol anjing. Padahal sudah jelas ada bel di sana. Namun mereka memilih berteriak.

"Iya, bentar!" Jaemin merapikan meja belajarnya. Menyimpan foto sang bulan dengan apik. Bahaya jika teman-temannya sampai tahu. Mark saja, sudah cukup. Jangan lagi--- harapnya.

Ah iya. Kalian harus kenal dengan teman-teman Jaemin.

Yang pertama, Felix Arjana.

Yang kedua, Kantala Renjun.

Yang ketiga, Sanha Tamara Geraldine.

Kalau lagi senggang, mereka memang suka ngumpul-ngumpul. Masalahnya cuma satu, yaitu Jaemin yang selalu menjadi tuan rumah. Sebab jika mau mengajaknya nongkrong di luar, rasanya sulit.

"Jaem, numpang rebahan." Jaemin menghela nafas. Sudah menjadi hal utama yang dilakukan oleh si Sanha ketika ketiganya bertamu.

Katanya, kasur Jaemin hangat. Pakai kipas angin makin enak. Wajar, Sanha kan anak orang kaya. Tiap hari pakai AC. Bosen mungkin orangnya.

"Lix, gak mau gabung?" tanya Sanha yang sudah asik tiduran di atas kasur Jaemin.

"Bentar."

Jaemin yang memilih duduk di sofa bersama Renjun hanya menghela nafas. Rutinitas Felix dan Sanha;

Nge-bajak kamar Jaemin.

"Eh? Jaemin nyimpan foto cewek nih."

Jaemin langsung menoleh ke arah Felix yang berdiri di depan meja belajar sembari memandang sebuah polaroid.

Potret siapa lagi jika bukan Luna. Ia yakin seratus persen.

Padahal, ia rasa sudah menyembunyikan foto itu dengan baik, kenapa netra Felix masih bisa menangkapnya?

"Kok, sekilas mirip pacarku ya?" Jaemin berdiri. Sanha yang awalnya sedang tiduran pun ikut berdiri. Begitu pun Renjun yang mengekori Jaemin.

Mereka ber-empat berkumpul di kamar tidur Jaemin yang cukup sempit.

Mengintip potret seorang gadis, yang katanya mirip dengan pacarnya si Felix.

"Iya sih, tapi cantikan ini daripada Tari." ujar Sanha yang langsung mendapatkan jitakan dari Felix.

"Kamu coba tanya sama Tari aja, Lix. Kali aja dia kenal." usul Renjun asal ceplos.

Tak lama, Felix benar-benar menghubungi Tari--- pacarnya.

"Jaem, namanya siapa?"

"Luna." Felix mengetikkan nama yang Jaemin ucapkan. Entah kenapa, Jaemin malah gugup menunggu jawaban dari kekasih temannya itu.

"Cok! Kata Tari, itu sepupunya. Lunar Anantasia, lengkapnya."

Padahal, ia baru mendengar nama lengkap sang gadis. Namun, bibirnya sudah menciptakan kurva tipis.

Bagaimana nanti ketika keduanya ditakdirkan bertemu kembali?

"Jaem, mau minta kontaknya gak? Udah di-ijinin kata Tari."

Terimakasih, Felix. Kamu memberi euforia kepada manusia ini. Tolong jangan bilang dirinya gila sebab ia tengah bahagia.

"Iya. Kirim aja." ujar Jaemin datar. Berbeda lagi dengan apa yang ada di hatinya. Sudah merekah indah terlampau senang.

"Jadi, gimana si Luna bisa ketemu sama babang tampan alias Jaemin Allandra?"

Pokok pertanyaan Sanha sangat mewakili kedua temannya yang lain. Membuat Jaemin gelagapan sendiri jika harus mengingatnya kembali.

Apa yang harus ia ceritakan? Berlarian di bawah hujan deras lalu berteduh berdua?

Ah, temannya pasti akan meledeknya.

Lebih baik ia diam jika harus menerima kalimat pedas dari Renjun, atau ejekan menyebalkan dari Sanha.

--o0o--




hai! aku gak tau bisa lanjutin book ini atau nggak. tapi, aku usahakan buku ini nggak kembali ke draft.

terimakasih sudah membaca!

Sejagat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang