Seperti ditusuk belati, hati Ganta sakit sekali “rusak, zina, bejat, berengsek,” semua kata itu menusuk relung hati Ganta, “apa kamu pernah cinta sama aku?” tanya Ganta,
Lily berbalik dan panik melihat air mata Ganta, dengan cekatan dia mengusap air mata Ganta “Ganta gak boleh nangis, Ganta kan paling ganteng buat Lily,” bujuk Lily,
Lily mencuci tangannya lalu memeluk erat Ganta, “kepala Lily,” ucap Lily lirih, perlahan tapi pasti Lily ambruk dalam pelukan Ganta.
Seorang pria duduk dibalkon kamarnya, dia menerawang jauh menatap indahnya bintang, “kenapa kita harus berpisah?” lirihnya,
“gue akan kerumah lo,” batinnya lalu langsung turun dari balkon lantai tiga dengan hati-hati.
Dia telah sampai, dia memanjat dinding rumah itu, sampai sebuah kamar yang sangat ia hafal, dia masuk kedalam kamar itu, keadaannya basah kuyub karena habis kehujanan,
Dia memeluk seseorang yang sedang berdiri menghadap kaca, “kangen,” lirihnya, “Vindra?” Rere terperanjat karena dipeluk mendadak,
Rere memeluk Vindra erat, “kangen,” lirihnya, “sama,” jawab Rere, “kamu udah gak marah kan?” tanya Rere, Vindra menggeleng pelan,
Rere memberikan handuk bekas mandinya ke Vindra “mandi terus kita tidur udah jam berapa,” titah Rere garang, Vindra tersenyum lalu mengangguk,
“basah lagi,” Rere menghela nafas dan Vindra menyengir langsung menuju kamar mandi.
Vindra keluar kamar mandi dengan segar, Rere menatap Vindra sejenak “ganteng,” puji Rere, Vindra tersenyum “Rere kamu didalam?” tanya Hana berteriak,
Mata Rere terbelalak, “iya mah bentar,” Rere menidurkan Vindra dikasur lalu menutup dengan selimut dan Rere juga masuk hanya kakinya, “buka aja mah,” ucapnya,
Hana masuk “udah tidur?” tanya Hana, “iya,” jawab Rere pelan, “kamu belum makan, makan ya?” bujuk Hana, Rere menggeleng pelan,
Rere melotot saat Vindra berbisik lapar pada Rere, cepat-cepat Rere berdehem “yaudah mama ambilin,” Hana berjalan menuju ruang makan mengambil dua piring,
“kok dua piring mah?” tanya Indra, “biar Rere gendut,” ucap Hana berbohong, “maaf pah,” batin Hana, Hana berjalan ke kamar Rere, “ini,” setelah Hana meletakkan makanan Hana pergi dan menutup pintu,
“mamah gamau kamu sedih nak, tapi kalo kebahagiaan kamu dia mamah cuma bisa bantu dibelakang, mamah tau dia disini, kakinya bahkan terlihat,” Hana meruntuki kebodohan mantunya itu.
Rere mengambil kertas diantara dua piring itu “jangan teriak-teriak nanti papa dengar,” isi pesan Hana, “mamah tau aku disini?” tanya Vindra, Rere mengerdikan bahu acuh,
Rere memakan makanannya juga Vindra dengan lahap, “enaknya masakan mamah,” ucap mereka bersama, “enak lah, mamah kan gak bolehin pembantu masak,” ucap Rere bangga,
Rere menghidupkan peredam lalu menutup semua pintu dan jendela juga tirai, dia membaringkan diri di kasurnya lalu membaca doa dan mulai tidur,
Vindra memeluk Rere dari samping “kalo ketahuan gimana?” tanya Rere, Vindra tersenyum “kalo digerebek biasanya dikawinin,” gurau Vindra, Rere memukul dada Vindra kesal,
“tidur aja,” titah Vindra, Rere mengangguk lalu mendusel didada Vindra.
Pagi yang cerah dikamar Rere Vindra dan Rere tidur berpelukan, dengan kaki saling membelit, Rere mendusel didada Vindra dan Vindra mencium kening Rere,
Pemandangan itu tidak luput dari mata Indra yang duduk disofa kamar Rere sambil menyeruput kopi yang mulai habis itu, dia menunggu dua orang itu bangun,
Rere menggeliat kedinginan “dingin,” lirih Rere, “hm...” gumam Vindra lalu memeluk Rere makin erat “dingin...” gumam Rere, “ac nya gak dimatiin ya?” tanya Vindra,
Rere menggeleng masih memejamkan mata, Vindra bangun lalu memencet tombol ac dan mendapati Indra yang menatapnya tajam, Vindra sedikit panik, Rere menarik-narik Vindra untuk tidur lagi,
Vindra mengusap pipi Rere lalu mengecupnya “bentar ya,” bisiknya, Rere mengangguk, Vindra beranjak mendekati Indra,
“kamu ya...” ucapan Indra belum selesai Vindra mengisyaratkan diam, “diluar aja ya om? Kasian Rere capek dia,” bisik Vindra, Indra mengangguk lalu berjalan keluar ke balkon lalu Vindra menutup dengan hati-hati,
“maaf om saya lancang,” ujar Vindra tenang, “tapi bukankah suami istri harus tidur seatap, saya memang lahir dari keluarga Revindra, saya tumbuh dari kalangan Revindra, saya bermarga Revindra, saya memang Revindra, tapi saya berjanji akan menjaga Rere seumur hidup saya, saya berjanji akan hal itu om, saya akan membahagiakan Rere sekuat tenaga saya, saya mencintai Rere dengan penuh om, saya akan lakukan segala yang saya bisa untuk mendapatkan dan membahagiakan Rere di sisi saya,” tegas Vindra,
“kecuali Rere yang pergi dari saya dengan keinginan dia, saya akan berjuang bukan memaksa,” tambah Vindra,
Indra menatap Vindra lama “apapun?” tanya Indra, “apapun agar Rere tetap disamping saya,” jawab Vindra mantab, “kamu bisa dapatin Rere kalo kamu hilangkan marga itu darimu, kamu pergi dari cengkeraman Revindra,” jawab Indra,
Vindra tertawa “bahkan sudah satu tahun lebih saya tidak bertemu dengan mereka om, mereka memaksa saya untuk menikah dengan orang yang jelas² tidak saya cintai, saya pergi hanya berbekal nyawa,” Vindra tersenyum kecut,
“mereka tidak mencari saya, mereka memilih untuk menyayangi Rena, ya mereka lebih menyayangi Rena ketimbang saya, om tenang saja saya sudah terlalu jauh dari Revindra, tapi untuk mengganti nama saya sepertinya tidak perlu,” ujar Vindra,
Indra terkekeh “gak mungkin mereka lebih sayang Rena,” sinis Indra, “sejak tante Dila meninggal saat melahirkan Rena semua orang sangat menyayangi Rena, semua orang bahkan orang tua saya,” jawab Vindra dengan senyuman aneh,
“Dila mati?” tanya Indra, “tante terbaik saya meninggal karena melahirkan Rena dan Indah, saya seharusnya benci mereka, tapi mereka adik saya,” ujar Vindra,
“saya memang terlahir dari Revindra dan diajari Revindra, tapi yang mengajari saya tentang hidup, merawat saya juga mencintai I lalu apa salah saya? Bunda Dila bahkan mengorbakan hidupnya untuk kedua putrinya om,” lirih Vindra,
“maaf om,” Vindra mengusap pipinya dan matanya yang berkaca-kaca, “maksud kamu Dila mati?” tanya Indra, “bunda saya memang sudah meninggal om, jangan kasar dengan ucapan om dengan bunda saya,” tegas Vindra,
“om bisa kasari saya, ayah saya, ibu saya, enggak bunda saya!!” tegas Vindra, “anda berhak benci Dito dan Nuri tapi anda tidak berhak membenci bunda saya karena bunda orang yang paling saya cintai, saya harap om lebih sopan saat membahas bunda saya, dia satu²nya orang yang saya punya saat semua keluarga buang saya,” peringat Vindra,
Indra tersenyum sinis “memang Dila mati kenapa?” tanya Indra mengejek, “bunda meninggal karena pendarahan saat melahirkan Indah,” jawab Vindra, “dan dia meninggal setelah Rena lahir,” lanjut Vindra,
“sudah om, saya juga mau pulang, maaf mengganggu,” Vindra masuk kedalam kamar Rere lalu mendekati Rere dan mengecup keningnya lama,
“gue pulang bidadari kejepit,” bisik Vindra lalu dia mengambil kunci motornya dan menyalami Indra lalu turun lewat balkon.
Thanks for reading ❤❤❤
Like!!! Komen and follow!! Jangan lupa buat tetap setia sama Seyaru, mau chat gue juga boleh083830294242
KAMU SEDANG MEMBACA
Segitiga yang Rumit
Teen FictionSama halnya dengan segitiga yang memiliki tiga sudut, kita juga memiliki tiga sudut yang berakhir rumit, ~ArVinRa GaReLy~